Jagung Gembal Diujicobakan di Desa Tembok
Gambar Singa Ambara Raja pada lambang Kabupaten Buleleng menggenggam jagung gembal yang di masa kini terdesak oleh jagung hibrida.
SINGARAJA, NusaBali
Desa Tembok di Kecamatan Tejakula Buleleng, kembali menggairahkan tanaman jagung gembal atau sorgum yang merupakan salah satu elemen yang dipakai dalam lambang Kota Singaraja. Tanaman tinggi serat dan kandungan karbohidrat itu diujicobakan di lahan seluas 30 meter persegi. Pihak desa pun setelah melihat hasil panen yang bagus berpotensi melirik varietas tanaman ini untuk dikembangkan oleh petani setempat.
Perbekel Desa Tembok, Dewa Komang Yudi Astara ditemui Rabu (31/7) siang, mengatakan pihaknya mencoba mengujicobakan tanaman yang sempat berjaya di masa lalu, sehingga dipilih menjadi salah satu elemen dalam lambang Singa Ambara Raja yang mencengkram jagung gembal.
“Uji coba ini awalnya saya baca-baca di browser, selain berhubungan dengan lambang kota kita, saya juga ingin membuktikan apakah tanaman ini benar dulu pernah ada dan cocok ditanam disini. Akhirnya saya beli bibitnya online dan dicobakan di lahan tak lebih dari setengah are, ternyata hasilnya cukup bagus, meski tidak terlalu dirawat,” kata dia.
Buah jagung gembal itu pun dipanennya dan Perbekel Yudi berencana akan mengembangkan di luasan lahan lebih banyak untuk disiapkan sebagai bibit. Sembari menunggu hasil tanam yang kedua, dirinya pun mengaku akan mencari tahu bagaimana pengolahan yang tepat dan peluang pasar, sehingga saat disosialisasikan ke masyarakat nanti mendapat gambaran yang jelas.
“Kalau lihat gambarnya sudah dari dulu ada di internet, cumavmemegang fisiknya baru kali ini. Tampaknya ini cocok di daerah kami yang sedikit kering,” imbuh salah satu perbekel kreatif di Buleleng. Saat ini hasil panen jagung gembalnya pun masih dalam tahap pengeringan dengan sinar matahari langsung.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta dikonfirmasi terpisah mengatakan tanaman jagung gembal atau sorgum itu dulu memang pernah tumbuh dan ditanam banyak oleh masyarakat Buleleng. Tanaman yang memeliki bulir-bulir kecil dalam serumpun dahulu ditanam dan kemudian diolah menjadi olahan pangan. Biasanya kara Sumiarta, jagung gembal yang sudah dipanen dan dikeringkan akan dijadikan tepung terlebih dahulu sebelum diolah menjadi olahan pangan.
“Dulu sorgum itu banyak ditanam di Gerokgak, cuman sekitar tahun sembilan puluhan eksistensinya mulai hilang, semenjak masuknya jagung-jagung hibrida,” jelas Sumiarta.
Padahal penanaman varietas jagung gembal ini sangat mudah dan kebal terhadap serangan penyakit. Namun perlahan petani beralih ke jagung hibrida karena permintaan jagung gembal menurun dan juga pengolahannya yang rumit.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi Desa Tembok yang telah mengawali mengujicobakan tanaman yang sangat penting di Buleleng. Dinas Pertanian dan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana juga sempat mendiskusikan untuk menghidupkan kembali tanaman jagung gembal. Hanya saja kata Sumiarta sejauh ini masih terkendala di pembibitan yang saat ini belum ada di Buleleng.
“Karena berkaitan dengan eksistensi lambang kota, Pak Bupati dan kami juga pernah memperbicangkan bagaimana tanaman ini tetap ada di Buleleng. Sebenarnya tanaman ini memiliki potensi cukup bagus dikembangkan ke depan, karena selain untuk olahan pangan di luar negeri dipakai sebagai bahan energi terbarukan, hanya itu memerlukan teknologi yang canggih,” jelas Sumiarta. *k23
Perbekel Desa Tembok, Dewa Komang Yudi Astara ditemui Rabu (31/7) siang, mengatakan pihaknya mencoba mengujicobakan tanaman yang sempat berjaya di masa lalu, sehingga dipilih menjadi salah satu elemen dalam lambang Singa Ambara Raja yang mencengkram jagung gembal.
“Uji coba ini awalnya saya baca-baca di browser, selain berhubungan dengan lambang kota kita, saya juga ingin membuktikan apakah tanaman ini benar dulu pernah ada dan cocok ditanam disini. Akhirnya saya beli bibitnya online dan dicobakan di lahan tak lebih dari setengah are, ternyata hasilnya cukup bagus, meski tidak terlalu dirawat,” kata dia.
Buah jagung gembal itu pun dipanennya dan Perbekel Yudi berencana akan mengembangkan di luasan lahan lebih banyak untuk disiapkan sebagai bibit. Sembari menunggu hasil tanam yang kedua, dirinya pun mengaku akan mencari tahu bagaimana pengolahan yang tepat dan peluang pasar, sehingga saat disosialisasikan ke masyarakat nanti mendapat gambaran yang jelas.
“Kalau lihat gambarnya sudah dari dulu ada di internet, cumavmemegang fisiknya baru kali ini. Tampaknya ini cocok di daerah kami yang sedikit kering,” imbuh salah satu perbekel kreatif di Buleleng. Saat ini hasil panen jagung gembalnya pun masih dalam tahap pengeringan dengan sinar matahari langsung.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta dikonfirmasi terpisah mengatakan tanaman jagung gembal atau sorgum itu dulu memang pernah tumbuh dan ditanam banyak oleh masyarakat Buleleng. Tanaman yang memeliki bulir-bulir kecil dalam serumpun dahulu ditanam dan kemudian diolah menjadi olahan pangan. Biasanya kara Sumiarta, jagung gembal yang sudah dipanen dan dikeringkan akan dijadikan tepung terlebih dahulu sebelum diolah menjadi olahan pangan.
“Dulu sorgum itu banyak ditanam di Gerokgak, cuman sekitar tahun sembilan puluhan eksistensinya mulai hilang, semenjak masuknya jagung-jagung hibrida,” jelas Sumiarta.
Padahal penanaman varietas jagung gembal ini sangat mudah dan kebal terhadap serangan penyakit. Namun perlahan petani beralih ke jagung hibrida karena permintaan jagung gembal menurun dan juga pengolahannya yang rumit.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi Desa Tembok yang telah mengawali mengujicobakan tanaman yang sangat penting di Buleleng. Dinas Pertanian dan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana juga sempat mendiskusikan untuk menghidupkan kembali tanaman jagung gembal. Hanya saja kata Sumiarta sejauh ini masih terkendala di pembibitan yang saat ini belum ada di Buleleng.
“Karena berkaitan dengan eksistensi lambang kota, Pak Bupati dan kami juga pernah memperbicangkan bagaimana tanaman ini tetap ada di Buleleng. Sebenarnya tanaman ini memiliki potensi cukup bagus dikembangkan ke depan, karena selain untuk olahan pangan di luar negeri dipakai sebagai bahan energi terbarukan, hanya itu memerlukan teknologi yang canggih,” jelas Sumiarta. *k23
Komentar