Petani Subak Segeh Berharap Bantuan Mesin Penyedot Air
Terancam Gagal Panen karena Kekeringan
TABANAN, NusaBali
Tanaman padi di Subak Segeh dan Subak Tegal Lantang di Desa Kaba Kaba Kecamatan Kediri, Tabanan, kekurangan pasokan air. Subak dengan luas sekitar 100 hektare tersebut terancam gagal panen akibat kekeringan. Sebab tanaman padi yang baru berumur satu minggu sudah layu dan mati.
Salah seorang petani I Wayan Kanok alias Pak Bintang, mengatakan padi miliknya yang baru berumur satu minggu sudah layu karena tak teraliri air. Bisa saja tanaman padi tersebut mati total. “Sudah tidak bisa diandalkan, tanahnya sudah pecah-pecah,” ungkapnya, Kamis (1/8).
Kanok menyatakan, kondisi kekeringan ini sudah terjadi sejak seminggu. Padahal saat mengolah tanah, air yang pusatnya dari sungai di Banjar Dadakan, Desa Abiantuwung masih mengalir. Kemungkinan karena terjadi kemarau panjang, air ke Subak Segeh dan Subak Lantang tersendat. “Di samping itu sawah kami juga sawah tadah hujan, sehingga sulit untuk menanam padi. Di satu sisi kami perlu beras,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini dia terancam mengalami kerugian. Sebab saat mengolah sawah Kanok sudah membayar ongkos traktor sebesar Rp 900 ribu dan ongkos tanam Rp 700 ribu. “Sawah saya luasnya 45 are, total sudah Rp 1,6 juta rugi,” tuturnya.
Menurut Kanok kondisi ini tidak hanya dialami dirinya saja. Seluruh rekan sesama petani di Subak Segeh dan Subak Lantang Desa Kaba-Kaba juga mengalami hal serupa. “Kemarin bisa mengolah tanah karena ada air dari irigasi, sekarang sudah tidak ada lagi,” ucapnya.
Oleh karena itu dia dan petani lain berharap perhatian dari pemerintah, dengan membantu mesin penyedot air dari Sungai Yeh Penet di Desa Kaba-Kaba. Kebetulan jarak Sungai Yeh Penet dengan Subak Segeh sekitar 30 meter. “Mesin yang kami harapkan berkapasitas besar agar bisa mengairi subak kami,” harapnya. *des
Salah seorang petani I Wayan Kanok alias Pak Bintang, mengatakan padi miliknya yang baru berumur satu minggu sudah layu karena tak teraliri air. Bisa saja tanaman padi tersebut mati total. “Sudah tidak bisa diandalkan, tanahnya sudah pecah-pecah,” ungkapnya, Kamis (1/8).
Kanok menyatakan, kondisi kekeringan ini sudah terjadi sejak seminggu. Padahal saat mengolah tanah, air yang pusatnya dari sungai di Banjar Dadakan, Desa Abiantuwung masih mengalir. Kemungkinan karena terjadi kemarau panjang, air ke Subak Segeh dan Subak Lantang tersendat. “Di samping itu sawah kami juga sawah tadah hujan, sehingga sulit untuk menanam padi. Di satu sisi kami perlu beras,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini dia terancam mengalami kerugian. Sebab saat mengolah sawah Kanok sudah membayar ongkos traktor sebesar Rp 900 ribu dan ongkos tanam Rp 700 ribu. “Sawah saya luasnya 45 are, total sudah Rp 1,6 juta rugi,” tuturnya.
Menurut Kanok kondisi ini tidak hanya dialami dirinya saja. Seluruh rekan sesama petani di Subak Segeh dan Subak Lantang Desa Kaba-Kaba juga mengalami hal serupa. “Kemarin bisa mengolah tanah karena ada air dari irigasi, sekarang sudah tidak ada lagi,” ucapnya.
Oleh karena itu dia dan petani lain berharap perhatian dari pemerintah, dengan membantu mesin penyedot air dari Sungai Yeh Penet di Desa Kaba-Kaba. Kebetulan jarak Sungai Yeh Penet dengan Subak Segeh sekitar 30 meter. “Mesin yang kami harapkan berkapasitas besar agar bisa mengairi subak kami,” harapnya. *des
1
Komentar