Korupsi APBDes Dauh Puri Kelod Tinggal Tunggu BPKP
Kasus dugaan korupsi dana APBDes Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat senilai Rp 1 miliar lebih yang ditangani Pidsus Kejari Denpasar dipastikan akan tuntas dalam waktu dekat.
DENPASAR, NusaBali
Penyidik tinggal menunggu hasil audit kerugian negara yang kini masih dihitung BPKP Wilayah Bali. Kasi Intel Kejari Denpasar, Agung Ary Kesuma mengatakan pihaknya sudah bersurat ke BPKP Wilayah Bali untuk meminta perhitungan kerugian negara dalam kasus ini. “Sekarang kami tinggal menunggu hasil audit BPKP,” tegasnya Jumat (2/8).
Sambil menunggu hasil perhitungan BPKP, penyidik akan melengkapi berkas yang kurang termasuk memeriksa beberapa saksi tambahan. Namun Kasi Intel asal Batubulan, Gianyar ini belum bisa memberikan nama-nama saksi tambahan tersebut. “Ada sekitar empat saksi yang akan diperiksa terkaiy aliran dana,” bebernya.
Ditegaskannya, setelah nantinya hasil audit BPKP keluar dan dinyatakan ada kerugian negara, penyidik akan menggelar ekspose untuk menentukan tersangkanya. “Sekarang kita tunggu saja hasil audit BPKP ini,” pungkas Ari Kesuma yang sudah lima bulan menjabat ini.
Kasus dugaan korupsi ini pertama kali dibongkar seorang warga yang juga aktivis, I Nyoman Mardika. Dalam kasus ini diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1 miliar lebih. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara SILPA APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, I Gusti Made Wira Namiarta dan Bendahara serta Kaur Keuangan.
Dari jumlah tersebut uang yang masih berada di tangan bendahara desa sebesar Rp 877 juta, dipegang Perbekel Rp 8,5 juta dan di tangan kaur keuangan sebesar Rp 102,82 juta. "Dari Silpa tersebut ada uang Rp 1 miliar lebih yang tidak jelas keberadaannya,” ujar Mardika yang didampingi tim hukumnya dari Yayasan Manikaya Kauci yang dikoordinir Ketut Bakuh beberapa waktu lalu.
Dugaan penyelewengan ini sudah sempat dilaporkan ke Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara pada Agustus 2017 lalu. Oleh Jaya Negara, laporan ini diserahkan ke Inspektorat Kota Denpasar yang langsung melakukan penelusuran. Hasilnya, ditemukan adanya selisih antara SILPA dan uang yang berada di tangan bendahara. Temuan ini lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). “Jadi sudah ada hasil resmi dari Inspektorat,” tegasnya. ‘
Sesuai ketentuan perundang-undangan paling lama dua bulan atau 60 hari kerja Inspektorat wajib melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Namun, setelah 5 bulan berlalu tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat Kota Denpasar. “Karena tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat maka kami berinisiatif melaporkannya ke Kejati Bali,” jelas Mardika saat itu. *rez
Sambil menunggu hasil perhitungan BPKP, penyidik akan melengkapi berkas yang kurang termasuk memeriksa beberapa saksi tambahan. Namun Kasi Intel asal Batubulan, Gianyar ini belum bisa memberikan nama-nama saksi tambahan tersebut. “Ada sekitar empat saksi yang akan diperiksa terkaiy aliran dana,” bebernya.
Ditegaskannya, setelah nantinya hasil audit BPKP keluar dan dinyatakan ada kerugian negara, penyidik akan menggelar ekspose untuk menentukan tersangkanya. “Sekarang kita tunggu saja hasil audit BPKP ini,” pungkas Ari Kesuma yang sudah lima bulan menjabat ini.
Kasus dugaan korupsi ini pertama kali dibongkar seorang warga yang juga aktivis, I Nyoman Mardika. Dalam kasus ini diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1 miliar lebih. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara SILPA APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, I Gusti Made Wira Namiarta dan Bendahara serta Kaur Keuangan.
Dari jumlah tersebut uang yang masih berada di tangan bendahara desa sebesar Rp 877 juta, dipegang Perbekel Rp 8,5 juta dan di tangan kaur keuangan sebesar Rp 102,82 juta. "Dari Silpa tersebut ada uang Rp 1 miliar lebih yang tidak jelas keberadaannya,” ujar Mardika yang didampingi tim hukumnya dari Yayasan Manikaya Kauci yang dikoordinir Ketut Bakuh beberapa waktu lalu.
Dugaan penyelewengan ini sudah sempat dilaporkan ke Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara pada Agustus 2017 lalu. Oleh Jaya Negara, laporan ini diserahkan ke Inspektorat Kota Denpasar yang langsung melakukan penelusuran. Hasilnya, ditemukan adanya selisih antara SILPA dan uang yang berada di tangan bendahara. Temuan ini lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). “Jadi sudah ada hasil resmi dari Inspektorat,” tegasnya. ‘
Sesuai ketentuan perundang-undangan paling lama dua bulan atau 60 hari kerja Inspektorat wajib melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Namun, setelah 5 bulan berlalu tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat Kota Denpasar. “Karena tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat maka kami berinisiatif melaporkannya ke Kejati Bali,” jelas Mardika saat itu. *rez
Komentar