Uang Tunai Tak Tergantikan
Sebanyak 48 persen orang Indonesia percaya uang tunai tak tergantikan.
JAKARTA, NusaBali
Hanya 28 persen orang Indonesia yang sangat setuju uang tunai akan tergantikan. Padahal, di seluruh dunia, terbentuk konsensus bahwa uang tunai akan tergantikan. Bahkan, 52 persen orang di dunia meyakini perkumpulan negara G-10 tak akan lagi menggunakan uang tunai sebagai media pertukaran pada 2035 mendatang.
Hal itu terungkap dalam survei Bloomberg New Economy Forum melalui keterangan resmi yang diterima cnnindonesia, Kamis (1/8).
Kendati demikian, dalam survei yang melibatkan 2.000 pelaku bisnis profesional di 20 pasar, negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia, paling optimis tentang kekuatan teknologi akan membentuk dunia yang lebih baik pada 2035 mendatang.
"Negara-negara berkembang pada umumnya melihat teknologi sebagai peluang. Sementara, negara maju lebih menganggap teknologi sebagai ancaman," terang Direktur Editorial Bloomberg New Economy Forum Andrew Browne.
Temuan lainnya yang mengindikasikan hal di atas adalah 70 persen responden di seluruh kawasan ASEAN setuju dengan lifelong learning atau pembelajaran seumur hidup dapat mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Di negara berkembang, 72 persen sangat setuju bahwa lifelong learning, yang biasanya disampaikan melalui teknologi seluler, akan menjadi metode yang berhasil untuk menghadapi tantangan pasar kerja yang diusulkan oleh AI.
Tom Orlik, Kepala Ekonom Bloomberg, menerangkan yang terlihat jelas di China dan India juga terbukti dalam hasil survei, para profesional ekonomi baru memiliki pandangan yang jelas atas perubahan pusat gravitasi ekonomi global.
"Seiring pergerakan mereka merebut peluang yang diwakili oleh kekuatan pasar baru dan kemajuan teknologi baru, arus bakat dan modal akan mempercepat kenaikan ekonomi baru," tandasnya. *
Hal itu terungkap dalam survei Bloomberg New Economy Forum melalui keterangan resmi yang diterima cnnindonesia, Kamis (1/8).
Kendati demikian, dalam survei yang melibatkan 2.000 pelaku bisnis profesional di 20 pasar, negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia, paling optimis tentang kekuatan teknologi akan membentuk dunia yang lebih baik pada 2035 mendatang.
"Negara-negara berkembang pada umumnya melihat teknologi sebagai peluang. Sementara, negara maju lebih menganggap teknologi sebagai ancaman," terang Direktur Editorial Bloomberg New Economy Forum Andrew Browne.
Temuan lainnya yang mengindikasikan hal di atas adalah 70 persen responden di seluruh kawasan ASEAN setuju dengan lifelong learning atau pembelajaran seumur hidup dapat mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Di negara berkembang, 72 persen sangat setuju bahwa lifelong learning, yang biasanya disampaikan melalui teknologi seluler, akan menjadi metode yang berhasil untuk menghadapi tantangan pasar kerja yang diusulkan oleh AI.
Tom Orlik, Kepala Ekonom Bloomberg, menerangkan yang terlihat jelas di China dan India juga terbukti dalam hasil survei, para profesional ekonomi baru memiliki pandangan yang jelas atas perubahan pusat gravitasi ekonomi global.
"Seiring pergerakan mereka merebut peluang yang diwakili oleh kekuatan pasar baru dan kemajuan teknologi baru, arus bakat dan modal akan mempercepat kenaikan ekonomi baru," tandasnya. *
1
Komentar