Diawali dengan Ritual Nuhur Taru di Areal Setra Desa Pakraman Tusan
5 potong taru yang diambil dari pohon Pule keramat di areal setra untuk bahan Tapakan Ida Batara Sesuhunan, harus direbus dengan drum selama 7 hari, menggunakan air kelebutan di mana api menyala terus tanpa terputus
Pangempon Pura Dalem Setra, Desa Banjarangkan Memulai Prosesi Nangiang 5 Tapakan Ida Batara
SEMARAPURA, NusaBali
Pangempon Pura Dalem Setra, Desa Pakraman Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung telah memulai prosesi ritual nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan. Prosesi diawali dengan ritual Nuhur Taru (mengambil kayu) bahan tapel Tapakan Ida Batara di pohon Pule areal Dalem Kayu Putih, Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan pada Radite Kliwon Watugunung, Minggu (19/6) lalu.
Taru yang diambil secara khusus dari batang pohon Pule di areal Pura Dalem Kayu Putih, Desa Pakraman Tusan tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk Tapakan Ratu Mas (yang berwujud Barong), Tapakan Ratu Rangda (yang berwujud Batari Durga dan Batari Kalika), Tapakan Ratu Berawi (yang berwujud Babi Hutan), Tapakan Ratu Paksi (yang berwujud Burung Garuda), serta Tapakan Gedong.
Sebelum prosesi Nunur Taru dilaksanakan, beberapa hari sebelumnya telah diawali dengan nedunang (mengumpulkan) krama pangempon Pura Dalem Setra dari 3 banjar adat di Desa Pakraman Banjarangkan yang berjumlah 787 kepala keluarga (KK) dengan 2.000 jiwa, yakni Banjar Selat, Banjar Nesa, dan Banjar Koripan Kangin. lalu, dibentuk kepanitiaan yang perso-nelnya dimabil 3 banjar pengempon.
Terpilih sebagai Ketua Panitia Upoacara Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan Pura Dalem Setra adalah AA Darma Putra, perwakilan dari Banjar Selat. Sedangkan Panitia dipercayakan kepada AA Gede Marta (dari Banjar Koripan Kangin), sementara Bendahara Panitia dipegang Nyoman Suja (dari Banjar Nesa).
Setelah segalanya siap klop dengan dewasa ayu (hari baik)-nya, barulah dilaksanakan prosesi ritual Nuhur Taru di pohon Pule areal Pura Dalem Kayu Putih, Minggu siang. Krama pangempon mengawalinya dengan sembahyang bersama di Pura Dalem Setra, Minggu siang sekitar pukul 12.00 Wita.
Kemudian, sekitar pukul 13.00 Wita, krama mapeed (jalan kaki) menuju Pura Dalem Kayu Putih di areal Setra Desa Pakraman Tusan, yang berjarak sekitar 2 kilometer dengan jarak tempuh selama 1 jam. Krama pangempon Pura Dalem Setra sudah ditunggu oleh krama pangempon Pura Dalem Kayu Putih dari Desa Pakraman Tusan.
Setelah semuanya berkumpul di Pura Dalem Kayu Putih, kembali dilaksanakan persembahyangan bersama dengan dipuput Ida Pendanda Gede Putra Manuaba, sulinggih dari Griya Tusan. Usai sembahyang bersama, barulah dilakukan ritual Nuhur Taru dengan naik pohon Pule keramat di areal Pura Dalem Kayu Putih menggunakan tangga khusus, yakni mobil tangga milik Pemkab Klungkung.
Karena untuk nagiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan, maka saat prosesi Nuhur Taru dilakukan dengan memotong 5 titik bagian batang pohon Pule. Masing-masing titik pemotongan diambil taru ukuran persegi 40 cm x 40 cm. Pohon Pule keramat itu sendiri memiliki tinggi sekitar 25 meter dan diameter 3 meter, tumbuh dalam jarak 15 meter dari Pura Dalem Kayu Putih.
Napak Taru pertama dilakukan Ida Pendana Gede Putra Manuaba, kemudian dilanjut Pamangku Pura Dalem Kayu Putih, Pamangku Pura Dalem Setra, Panglingsir Puri Banjarangkan Cokorda Gede Sudarma Putra, dan terakhir dilakukan Bendesa Pakraman Banjarangkan I Nengah Suardana. “Setelah disensor, potongan taru ini disanggra oleh para pamangku,” ujar Ketua Panitia Upacara Nagiang 5 Tapakan Ida batara Sesuhunan, AA Gede Darma Putra alias Gung Aji Darma kepada NusaBali.
Nah, bagian taru yang sudah dipotong kemudian diarak memutar 3 kali mengelilingi induk pohon Pule atau murwa daksina. Selanjutnya, potongan taru diarak menuju Pura Dalem Kayu Putih, dengan jalan kaki. Taru ini kemudian dilinggihkan di Bale Peselang Pura Dalem Setra. Tidak berselang lama, potongan taru ini dimatangkan dengan dilablab (direbus) dalam drum di Utama Mandala Pura Dalem Setra.
Menurut Gung Aji Darma, proses ngelablab taru untuk Tapakan Ida Batara Sesuhunan ini akan berlangsung selama 7 hari menggunakan sarana khusus, yakni air kelebutan yang belum terkontaminasi, samiroto, kantowali, kunyit, dan sarana lainnya. Untuk bahan bakarnya berasal dari kayu Cendana, Majegau, Sandar, dan Cemara. “Api ini tidak boleh padam selama 7 hari, airnya pun tidak boleh habis,” kata Gung Aji Darma. Demikian pula ketika diangkat usai dilablab nanti, taru ini harus dalam kondisi panas.
Sesuai rencana, proses pembuatan 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan Pura Dalem Setra akan dimulai 4 Juli 2016 nanti, digarap seorang sangging (arsitek tradisional) dari Puri Singapadu, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar Gianyar yakni Cokorda Alit. Proses pembuatan Tapakan diperkirakan memakan waktu sekitar 1,5 bulan. Sedangkan upacara pamelaspas akan dilaksanakan pada Sukra Kliwon Sungsang atau 5 hari sebelum Galungan mendatang.
Gung Aji Darma memaparkan, antara Pura Dalem Setra (Desa pakraman Banjarangkan) dan Pura Dalem Kayu Putih (Desa Pakraman Tusan) di mana mohon Taru Pule dilakukan, memiliki keterkaitan erat. Awalnya, Pura Dalem Setra menyatu dengan Pura Dalem Kayu Putih. Namun, karena terbentur masalah jarak dan perjalanan yang melalui semak lukar, maka para tetua dari 3 banjar pangempun Pura Dalem Setra kemudian mencari alternaif dengan membangun Pura Dalem Setra di wewidangan Desa Pakraman Banjarangkan.
Itu sebabnya, ketika hendak melaksanakan ritual Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan di Pura Dalem Setra, maka Taru Pule diambil dari Pura Dalem Kayu Putih di Desa Pakraman Tusan. “Niat untuk Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan ini sebetunya sudah sejak lama. Namun, karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka selama ini baru sebatas rencana saja,” katanya.
Sementara itu, Jro Mangku Made Landep mengatakan wangsit agar Ngangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan di Pura Dalem Setra ini sudah seringkali diterima sejak tahun 1977. Pesan-pesan niskala itu, antara lain, diterima melalui mimpi. “Dalam mimpi, kami diingatkan agar segera nangiang Tapakan Ida Batara,” kenang Jro Mangku Landep.
Hanya saja, lanjut Jro Mangku Landep, wangsit tersebut sempat lama dia simpan sendiri tanpa disampaikan ke krama pangempon Pura Dalem Setra, mengingat kondisi perekonomian krama setempat kala itu belum mampuni. “Nah, sekarang kondisi ekonomi masyarakat sudah semakin baik, sehingga wangsit untuk nangiang Tapakan Ida Batara Sesuhunan kita disampaikan kepada krama dan akhirnya disepakati,” beber Jro Mangku Landep. 7 w
Pangempon Pura Dalem Setra, Desa Pakraman Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung telah memulai prosesi ritual nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan. Prosesi diawali dengan ritual Nuhur Taru (mengambil kayu) bahan tapel Tapakan Ida Batara di pohon Pule areal Dalem Kayu Putih, Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan pada Radite Kliwon Watugunung, Minggu (19/6) lalu.
Taru yang diambil secara khusus dari batang pohon Pule di areal Pura Dalem Kayu Putih, Desa Pakraman Tusan tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk Tapakan Ratu Mas (yang berwujud Barong), Tapakan Ratu Rangda (yang berwujud Batari Durga dan Batari Kalika), Tapakan Ratu Berawi (yang berwujud Babi Hutan), Tapakan Ratu Paksi (yang berwujud Burung Garuda), serta Tapakan Gedong.
Sebelum prosesi Nunur Taru dilaksanakan, beberapa hari sebelumnya telah diawali dengan nedunang (mengumpulkan) krama pangempon Pura Dalem Setra dari 3 banjar adat di Desa Pakraman Banjarangkan yang berjumlah 787 kepala keluarga (KK) dengan 2.000 jiwa, yakni Banjar Selat, Banjar Nesa, dan Banjar Koripan Kangin. lalu, dibentuk kepanitiaan yang perso-nelnya dimabil 3 banjar pengempon.
Terpilih sebagai Ketua Panitia Upoacara Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan Pura Dalem Setra adalah AA Darma Putra, perwakilan dari Banjar Selat. Sedangkan Panitia dipercayakan kepada AA Gede Marta (dari Banjar Koripan Kangin), sementara Bendahara Panitia dipegang Nyoman Suja (dari Banjar Nesa).
Setelah segalanya siap klop dengan dewasa ayu (hari baik)-nya, barulah dilaksanakan prosesi ritual Nuhur Taru di pohon Pule areal Pura Dalem Kayu Putih, Minggu siang. Krama pangempon mengawalinya dengan sembahyang bersama di Pura Dalem Setra, Minggu siang sekitar pukul 12.00 Wita.
Kemudian, sekitar pukul 13.00 Wita, krama mapeed (jalan kaki) menuju Pura Dalem Kayu Putih di areal Setra Desa Pakraman Tusan, yang berjarak sekitar 2 kilometer dengan jarak tempuh selama 1 jam. Krama pangempon Pura Dalem Setra sudah ditunggu oleh krama pangempon Pura Dalem Kayu Putih dari Desa Pakraman Tusan.
Setelah semuanya berkumpul di Pura Dalem Kayu Putih, kembali dilaksanakan persembahyangan bersama dengan dipuput Ida Pendanda Gede Putra Manuaba, sulinggih dari Griya Tusan. Usai sembahyang bersama, barulah dilakukan ritual Nuhur Taru dengan naik pohon Pule keramat di areal Pura Dalem Kayu Putih menggunakan tangga khusus, yakni mobil tangga milik Pemkab Klungkung.
Karena untuk nagiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan, maka saat prosesi Nuhur Taru dilakukan dengan memotong 5 titik bagian batang pohon Pule. Masing-masing titik pemotongan diambil taru ukuran persegi 40 cm x 40 cm. Pohon Pule keramat itu sendiri memiliki tinggi sekitar 25 meter dan diameter 3 meter, tumbuh dalam jarak 15 meter dari Pura Dalem Kayu Putih.
Napak Taru pertama dilakukan Ida Pendana Gede Putra Manuaba, kemudian dilanjut Pamangku Pura Dalem Kayu Putih, Pamangku Pura Dalem Setra, Panglingsir Puri Banjarangkan Cokorda Gede Sudarma Putra, dan terakhir dilakukan Bendesa Pakraman Banjarangkan I Nengah Suardana. “Setelah disensor, potongan taru ini disanggra oleh para pamangku,” ujar Ketua Panitia Upacara Nagiang 5 Tapakan Ida batara Sesuhunan, AA Gede Darma Putra alias Gung Aji Darma kepada NusaBali.
Nah, bagian taru yang sudah dipotong kemudian diarak memutar 3 kali mengelilingi induk pohon Pule atau murwa daksina. Selanjutnya, potongan taru diarak menuju Pura Dalem Kayu Putih, dengan jalan kaki. Taru ini kemudian dilinggihkan di Bale Peselang Pura Dalem Setra. Tidak berselang lama, potongan taru ini dimatangkan dengan dilablab (direbus) dalam drum di Utama Mandala Pura Dalem Setra.
Menurut Gung Aji Darma, proses ngelablab taru untuk Tapakan Ida Batara Sesuhunan ini akan berlangsung selama 7 hari menggunakan sarana khusus, yakni air kelebutan yang belum terkontaminasi, samiroto, kantowali, kunyit, dan sarana lainnya. Untuk bahan bakarnya berasal dari kayu Cendana, Majegau, Sandar, dan Cemara. “Api ini tidak boleh padam selama 7 hari, airnya pun tidak boleh habis,” kata Gung Aji Darma. Demikian pula ketika diangkat usai dilablab nanti, taru ini harus dalam kondisi panas.
Sesuai rencana, proses pembuatan 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan Pura Dalem Setra akan dimulai 4 Juli 2016 nanti, digarap seorang sangging (arsitek tradisional) dari Puri Singapadu, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar Gianyar yakni Cokorda Alit. Proses pembuatan Tapakan diperkirakan memakan waktu sekitar 1,5 bulan. Sedangkan upacara pamelaspas akan dilaksanakan pada Sukra Kliwon Sungsang atau 5 hari sebelum Galungan mendatang.
Gung Aji Darma memaparkan, antara Pura Dalem Setra (Desa pakraman Banjarangkan) dan Pura Dalem Kayu Putih (Desa Pakraman Tusan) di mana mohon Taru Pule dilakukan, memiliki keterkaitan erat. Awalnya, Pura Dalem Setra menyatu dengan Pura Dalem Kayu Putih. Namun, karena terbentur masalah jarak dan perjalanan yang melalui semak lukar, maka para tetua dari 3 banjar pangempun Pura Dalem Setra kemudian mencari alternaif dengan membangun Pura Dalem Setra di wewidangan Desa Pakraman Banjarangkan.
Itu sebabnya, ketika hendak melaksanakan ritual Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan di Pura Dalem Setra, maka Taru Pule diambil dari Pura Dalem Kayu Putih di Desa Pakraman Tusan. “Niat untuk Nangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan ini sebetunya sudah sejak lama. Namun, karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka selama ini baru sebatas rencana saja,” katanya.
Sementara itu, Jro Mangku Made Landep mengatakan wangsit agar Ngangiang 5 Tapakan Ida Batara Sesuhunan di Pura Dalem Setra ini sudah seringkali diterima sejak tahun 1977. Pesan-pesan niskala itu, antara lain, diterima melalui mimpi. “Dalam mimpi, kami diingatkan agar segera nangiang Tapakan Ida Batara,” kenang Jro Mangku Landep.
Hanya saja, lanjut Jro Mangku Landep, wangsit tersebut sempat lama dia simpan sendiri tanpa disampaikan ke krama pangempon Pura Dalem Setra, mengingat kondisi perekonomian krama setempat kala itu belum mampuni. “Nah, sekarang kondisi ekonomi masyarakat sudah semakin baik, sehingga wangsit untuk nangiang Tapakan Ida Batara Sesuhunan kita disampaikan kepada krama dan akhirnya disepakati,” beber Jro Mangku Landep. 7 w
Komentar