Kekurangan Air, Target Panen Jagung Meleset
Petani panen jagung di demplot Tempek Subak Tebenan, Subak Penaban, Lingkungan Penaban, Kelurahan/Kecamatan Karangasem, Kamis (8/8).
AMLAPURA, NusaBali
Hasilnya, hanya 11 ton per hectare. Target 12,3 ton per hektare meleset. Penyebabnya, tanaman jagung kekurangan air. Tumbuhnya tidak normal, kerdil, dan buah jagung tumbuh tidak merata.
Kepala Dinas Pertanian Karangasem, I Wayan Supandi, mengaku buat punya demplot jagung di Tempek Tebenan untuk mengedukasi petani cara tanam jagung yang benar dengan teknologi dan sistem intensifikasi. Caranya, tanpa memperluas lahan hasil produksinya bisa meningkat. Saat memulai mengolah lahan, sempat turun hujan. Setelah jagung berumur 60 hari, tumbuh bunga mulai bermasalah karena kekurangan air. “Hasilnya tidak optimal, target mendapatkan hasil 12,3 ton per hektare, realisasi 11 ton per hektare,” jelasnya.
Supandi mengaku perencanaan telah matang dan teknologi yang digunakan sesuai SOP. Untuk satu hektare lahan memerlukan bibit 15 kilogram jagung hibrida seharga Rp 1,05 juta, pupuk urea 200 kilogram seharga Rp 2,4 juta, ponska 300 kilogram seharga Rp 4,5 juta, pupuk cair 1 liter Rp 350.000, pupuk organik 1.000 kilogram Rp 1,2 juta, dan keperluan lainnya dengan total biaya Rp 10,7 juta.
Penggarap lahan Dadia Batur Sari, Jro Mangku Ketut Tami mengatakan meski kekurangan air hasilnya ada peningkatan setelah gunakan bibit jagung hibrida dan gunakan teknologi pertanian. Dikatakan, panen jagung selama ini tanpa teknologi menghasilkan 8 ton per hektare. “Hanya saja kendalanya di sini kekurangan air. *k16
Kepala Dinas Pertanian Karangasem, I Wayan Supandi, mengaku buat punya demplot jagung di Tempek Tebenan untuk mengedukasi petani cara tanam jagung yang benar dengan teknologi dan sistem intensifikasi. Caranya, tanpa memperluas lahan hasil produksinya bisa meningkat. Saat memulai mengolah lahan, sempat turun hujan. Setelah jagung berumur 60 hari, tumbuh bunga mulai bermasalah karena kekurangan air. “Hasilnya tidak optimal, target mendapatkan hasil 12,3 ton per hektare, realisasi 11 ton per hektare,” jelasnya.
Supandi mengaku perencanaan telah matang dan teknologi yang digunakan sesuai SOP. Untuk satu hektare lahan memerlukan bibit 15 kilogram jagung hibrida seharga Rp 1,05 juta, pupuk urea 200 kilogram seharga Rp 2,4 juta, ponska 300 kilogram seharga Rp 4,5 juta, pupuk cair 1 liter Rp 350.000, pupuk organik 1.000 kilogram Rp 1,2 juta, dan keperluan lainnya dengan total biaya Rp 10,7 juta.
Penggarap lahan Dadia Batur Sari, Jro Mangku Ketut Tami mengatakan meski kekurangan air hasilnya ada peningkatan setelah gunakan bibit jagung hibrida dan gunakan teknologi pertanian. Dikatakan, panen jagung selama ini tanpa teknologi menghasilkan 8 ton per hektare. “Hanya saja kendalanya di sini kekurangan air. *k16
Komentar