Simpangsiur, Ketok Palu Ranperda RTRW
DPRD Bali Masih Kebut 6 Ranperda
DENPASAR, NusaBali
Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali yang merupakan revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW, terancam batal diketok palu akhir Agustus 2019 ini. Alasannya, Ranperda RTRW masih menunggu draft Rancangan Perubahan UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali-NTB-NTT.
Rencana semula, Ranperda RTRW Provinsi Bali bakal diketok palu akhir Agustus 2019, beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Bali 2014-2019 per 1 September 2019. Namun, informasi terkini yang dihimpun NusaBali, Kamis (15/8) lalu, Ranperda RTRW kemungkinan batal diketok palu anggota DPRD Bali 2014-2019. Masalahnya, masih menunggu draft Rancangan Perubahan UU Nomor 64 Tahun 1958. Selain itu, masih ada persoalan aspirasi kabupaten/kota se-Bali soal ketinggian bangunan yang dititipkan melalui Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali.
Namun, informasi tersebut dibantah oleh Wakil Ketua Pansus DPRD Bali, I Nengah Tamba. Menurut Nengah Tamba, materi Ranperda RTRW sebenarnya sudah lengkap. Kalau toh masih ada pertentangan, itu bukanlah persoalan krusial. “Penyerapan aspirasi ke kabupaten/kota sudah kita lakukan. Ada pertentangan, itu biasa. Masa harus menunggu perbedaan yang tidak kunjung selesai,” tandas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.
Tamba menyebutkan, Ranperda RTRW Provinsi Bali akan diketok palu, 20 Agustus 2018 besok. Bahkan, sudah disusun agenda sidang paripurna untuk pengesahan Perda RTRW Provinsi Bali ini.
“Tidak ada alasan menunda agenda pengesahan Perda RTRW Provinsi Bali. Nanti 20 Agustus 2018 akan disahkan. Kalau ada informasi simpang-siur, itu hanya kasak-kusuk saja. Itu di luar kotak. Ini (ketok palu 20 Agustus 2019, Red) sudah kesepakatan Pansus Ranperda RTRW,” ujar Tamba yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali 2014-2019.
Tamba mengakui sejumlah perbedaan pendapat soal isi Ranperda RTRW memang masih terjadi. Termasuk juga ada informasi menunggu pengajuan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang pembentukan Provinsi Bali-NTB-NTT yang sedang disusun draftnya oleh Tim Ahli Pemprov Bali.
Kalau Ranperda RTRW batal ketok palu, menurut Tamba, tidak bisa dianggarkan APBD Perubahan 2019. “Tidak mungkin dianggarkan lagi di APBD Perubahan 2019. Makanya, harus diselesaikan tahun ini. Diterima atau tidak, Perda RTRW ya harus disahkan. Ini namanya produk politik, tidak bisa memuaskan semua pihak,” tegas Tamba.
Sementara, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama menyebutkan Ranperda RTRW yang digarap Pansus DPRD Bali dipastikan akan diketok palu. Kalau tidak, maka bisa terjadi kevakuman hukum soal tata ruang wilayah di Bali.
Adi Wiryatama menegaskan, kalau masih ada isu-isu krusial dan perdebatan terkait materi Ranperda RTRW, itu akan ditinggal. “Kami tinggal sementara. Nanti dalam penyusunan berikutnya lagi kita bicara. Kalau tidak ada titik temu, terus tidak disahkan, ya sama saja menggantung. Jadi, kita membiarkan terjadi kekosongan regulasi. Apa jadinya Bali?” tandas politisi senior PDIP mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.
Beberapa poin yang menjadi persoalan krusial dalam Ranperda RTRW, antara lain, menyangkut penataan ruang wilayah yang selama ini jadi barang tenget. Salah satunya, kawasan Teluk Benoa di Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
“Sesuai dengan pembahasan di Pansus dan stakeholder, dalam Perda RTRW Bali nanti, kawasan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi. Jadi, di kawasan tersebut dipastikan tidak akan ada reklamasi. Ini sudah selesai masalahnya,” ujar Wakil Ketua Pansus Ranmperda RTRW DPRD Bali, Nengah Tamba, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kata Tamba, dalam Ranperda RTRW Bali juga dimasukkan ma-salah Jalan Tol ‘Tapak Dara’, yakni pembangunan Jalan Tol dari Bali Barat ke Bali Timur, Jalan Tol Bali Selatan ke Bali Utara. Pembangunan jalan tol ini tujuannya untuk pemerataan pembangunan infrastruktur di Bali.
“Jadi, kemacetan klasik di Bali itu bisa teratasi dengan infrastruktur Tapak Dara ini. Warga di Karangasem, Bangli, dan Klungkung bisa menikmati infrastruktur memadai. Krama Bali Utara dan Bali Barat juga sama, bisa menikmati infrastruktur memadai yang dapat menghidupkan ekonomi mereka,” katanya.
Sedangkan Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Ad-nyana, saat itu menyebutkan penyelesaian Ranperda RTRW sudah final. Ranperda akan diketok palu menjadi Perda RTRW Provinsi Bali, akhir Agustus 2019. Semua selesai, setelah dilakukan roadshow ke kabupaten/kota se-Bali.
“Setelah pembahasan yang panjang, kita bisa selesaikan masa tugas Pansus Ranperda RTRW tepat waktu. Seluruh aspirasi dan masukan yang kita input sudah begitu padat. Jadi, masalah-masalah infrastruktur dan lingkungan sudah selesai, termasuk kawasan Teluk Benoa. Konsultasi dengan pusat, juga tidak ada persoalan,” tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Sementara itu, ada 5 Ranperda lainnya di luar Ranperda RTRW yang tengah dikebut seiring akan berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Bali 2014-2019. Saat ini, 5 Ranperda tersebut sedang finalisasi. Masing-masing, Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, Ranperda tentang Sistem Pertanian Organik, Ranperda Tentang laporan Pertanggungwajaban (LPJ) Gubernur Bali, Ranperda tentang Perubahan APBD Semesta Berencana 2019, serta Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Bali. *nat
Rencana semula, Ranperda RTRW Provinsi Bali bakal diketok palu akhir Agustus 2019, beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Bali 2014-2019 per 1 September 2019. Namun, informasi terkini yang dihimpun NusaBali, Kamis (15/8) lalu, Ranperda RTRW kemungkinan batal diketok palu anggota DPRD Bali 2014-2019. Masalahnya, masih menunggu draft Rancangan Perubahan UU Nomor 64 Tahun 1958. Selain itu, masih ada persoalan aspirasi kabupaten/kota se-Bali soal ketinggian bangunan yang dititipkan melalui Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali.
Namun, informasi tersebut dibantah oleh Wakil Ketua Pansus DPRD Bali, I Nengah Tamba. Menurut Nengah Tamba, materi Ranperda RTRW sebenarnya sudah lengkap. Kalau toh masih ada pertentangan, itu bukanlah persoalan krusial. “Penyerapan aspirasi ke kabupaten/kota sudah kita lakukan. Ada pertentangan, itu biasa. Masa harus menunggu perbedaan yang tidak kunjung selesai,” tandas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.
Tamba menyebutkan, Ranperda RTRW Provinsi Bali akan diketok palu, 20 Agustus 2018 besok. Bahkan, sudah disusun agenda sidang paripurna untuk pengesahan Perda RTRW Provinsi Bali ini.
“Tidak ada alasan menunda agenda pengesahan Perda RTRW Provinsi Bali. Nanti 20 Agustus 2018 akan disahkan. Kalau ada informasi simpang-siur, itu hanya kasak-kusuk saja. Itu di luar kotak. Ini (ketok palu 20 Agustus 2019, Red) sudah kesepakatan Pansus Ranperda RTRW,” ujar Tamba yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali 2014-2019.
Tamba mengakui sejumlah perbedaan pendapat soal isi Ranperda RTRW memang masih terjadi. Termasuk juga ada informasi menunggu pengajuan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang pembentukan Provinsi Bali-NTB-NTT yang sedang disusun draftnya oleh Tim Ahli Pemprov Bali.
Kalau Ranperda RTRW batal ketok palu, menurut Tamba, tidak bisa dianggarkan APBD Perubahan 2019. “Tidak mungkin dianggarkan lagi di APBD Perubahan 2019. Makanya, harus diselesaikan tahun ini. Diterima atau tidak, Perda RTRW ya harus disahkan. Ini namanya produk politik, tidak bisa memuaskan semua pihak,” tegas Tamba.
Sementara, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama menyebutkan Ranperda RTRW yang digarap Pansus DPRD Bali dipastikan akan diketok palu. Kalau tidak, maka bisa terjadi kevakuman hukum soal tata ruang wilayah di Bali.
Adi Wiryatama menegaskan, kalau masih ada isu-isu krusial dan perdebatan terkait materi Ranperda RTRW, itu akan ditinggal. “Kami tinggal sementara. Nanti dalam penyusunan berikutnya lagi kita bicara. Kalau tidak ada titik temu, terus tidak disahkan, ya sama saja menggantung. Jadi, kita membiarkan terjadi kekosongan regulasi. Apa jadinya Bali?” tandas politisi senior PDIP mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.
Beberapa poin yang menjadi persoalan krusial dalam Ranperda RTRW, antara lain, menyangkut penataan ruang wilayah yang selama ini jadi barang tenget. Salah satunya, kawasan Teluk Benoa di Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
“Sesuai dengan pembahasan di Pansus dan stakeholder, dalam Perda RTRW Bali nanti, kawasan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi. Jadi, di kawasan tersebut dipastikan tidak akan ada reklamasi. Ini sudah selesai masalahnya,” ujar Wakil Ketua Pansus Ranmperda RTRW DPRD Bali, Nengah Tamba, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kata Tamba, dalam Ranperda RTRW Bali juga dimasukkan ma-salah Jalan Tol ‘Tapak Dara’, yakni pembangunan Jalan Tol dari Bali Barat ke Bali Timur, Jalan Tol Bali Selatan ke Bali Utara. Pembangunan jalan tol ini tujuannya untuk pemerataan pembangunan infrastruktur di Bali.
“Jadi, kemacetan klasik di Bali itu bisa teratasi dengan infrastruktur Tapak Dara ini. Warga di Karangasem, Bangli, dan Klungkung bisa menikmati infrastruktur memadai. Krama Bali Utara dan Bali Barat juga sama, bisa menikmati infrastruktur memadai yang dapat menghidupkan ekonomi mereka,” katanya.
Sedangkan Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Ad-nyana, saat itu menyebutkan penyelesaian Ranperda RTRW sudah final. Ranperda akan diketok palu menjadi Perda RTRW Provinsi Bali, akhir Agustus 2019. Semua selesai, setelah dilakukan roadshow ke kabupaten/kota se-Bali.
“Setelah pembahasan yang panjang, kita bisa selesaikan masa tugas Pansus Ranperda RTRW tepat waktu. Seluruh aspirasi dan masukan yang kita input sudah begitu padat. Jadi, masalah-masalah infrastruktur dan lingkungan sudah selesai, termasuk kawasan Teluk Benoa. Konsultasi dengan pusat, juga tidak ada persoalan,” tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Sementara itu, ada 5 Ranperda lainnya di luar Ranperda RTRW yang tengah dikebut seiring akan berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Bali 2014-2019. Saat ini, 5 Ranperda tersebut sedang finalisasi. Masing-masing, Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, Ranperda tentang Sistem Pertanian Organik, Ranperda Tentang laporan Pertanggungwajaban (LPJ) Gubernur Bali, Ranperda tentang Perubahan APBD Semesta Berencana 2019, serta Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Bali. *nat
1
Komentar