Sering Menangis karena Kesakitan, Pengobatan pun Tak Maksimal
Sejak umur 19 tahun, Ni Ketut Tina Mariani, 29, sering merasakan kesemutan pada kaki dan sekujur tubuhnya.
Derita Ni Ketut Tina Mariani, Gadis Penderita Tumor Tulang Belakang
TABANAN, NusaBali
Setelah diperiksakan ke BRSUD Tabanan, Tina divonis mengalami saraf kejepit atau Herniasi Nukleus Pulposus (HNP). Setelah divonis saraf kejepit, penderitaan Tina Mariani bertambah lagi. Pada tahun 2008, dia menjalani operasi usus buntu di BRSUD Tabanan. Usai menjalani usus buntu yang ditanggung program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara), penderitaan Tina Mariani belumlah usai. Rasa kesemutan pada kaki dan sekujur tubuhnya tak berkurang, malah sakitnya makin bertambah. Hampir setiap malam gadis ini tak bisa tidur karena tak kuasa menahan sakit. “Dari malam sampai pagi anak saya tak bisa tidur. Dia sangat menderita, sering menangis,” ungkap ayah Tina Mariani, I Wayan Mayik, 56, saat ditemui di rumahnya, Banjar Gablogan, Desa/Kecamatan Selemadeg, Tabanan, Jumat (24/6).
Setiap hari rasa sakit dan semutan itu membuat tubuh Tina Mariani lemas. Berjalan pun susah, sehingga ia yang sempat bekerja di perusahaan kerajinan besi (lumrah disebut lilin) memutuskan untuk berhenti kerja. Sampai akhirnya, putri tunggal pasangan suami istri I Wayan Mayik dengan Ni Ketut Suarni, 55, ini merasakah ada benjolan di bagian bawah tulang ekor. Pada benjolan itu terasa padat namun tidak sakit. Mulanya Tina Mariani mengira benjolan itu adalah bisul karena besarnya hanya sebiji kacang tanah.
Namun karena kesemutan pada bagian kaki dan tangan kembali kumat, diperiksakanlah kembali ke BRSUD Tabanan. Dokter memvonis Tina mengidap penyakit tumor tulang belakang. “Saya kaget anak saya menderita tumor,” ungkap Mayik. Benjolan it uterus membesar dan kini seukuran sekepal orang dewasa. Mayik yang sebagai petani penggarap mengupayakan maksimal pengobatan putrinya. Seminggu sekali kontrol ke BRSUD Tabanan dan mendapatkan obat penghilang kesemutan. Dia juga mengupayakan pengobatan tradisional dengan pijat.
Mayik menuturkan, putrinya juga diajak berobat ke RSUP Sanglah di Denpasar untuk CT Scan pada tumornya. Akibat kondisinya memburuk, Tina Mariani pernah dirawat di BRSUD Tabanan. Begitu diminta operasi, Mayik dan Suarni selaku orangtua menyerah karena tak ada biaya. Pasutri asal Banjar Nyatnyatan, Desa Gadung Sari, Kecamatan Selamadeg Timur ini tak punya pendapatan menetap. Selama 6 bulan menggarap lahan pertanian orang, paling dapat upah antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Bahkan menggadaikan lahan rumahnya yang seluas 2 are untuk pengobatan.
Terkadang maburuh majukut (membersihkan gulma dan rumput pengganggu padi) dengan upah tak seberapa. “Sekarang pengobatan putri kami sudah berhenti,” imbuh Mayik. Mayik menghentikan pengobatan anaknya selain terkendala biaya juga tak ada jaminan kesembuhan setelah tumor anaknya diangkat. “Dulu diinformasikan akibat operasi bisa fatal. Bisa lumpuh dan menyebabkan meninggal,” imbuh Mayik.
Kini Tina Mariani hanya di rumah membantu ibunya memasak ataupun mencuci. Dia tak bisa beraktifitas banyak. Bahkan untuk berjalan sudah tidak kuat. Jika dipaksakan berjalan, kakinya terasa lemas, bisa juga menyebabkan jatuh. “Saya di rumah saja, bantu ibu sebisanya,” ujar Tina Mariani lirih. Gadis ini hanya bisa berharap Tuhan mendengarkan doanya dan mengabulkan permohonannya berupa kesembuhan. 7 cr61
TABANAN, NusaBali
Setelah diperiksakan ke BRSUD Tabanan, Tina divonis mengalami saraf kejepit atau Herniasi Nukleus Pulposus (HNP). Setelah divonis saraf kejepit, penderitaan Tina Mariani bertambah lagi. Pada tahun 2008, dia menjalani operasi usus buntu di BRSUD Tabanan. Usai menjalani usus buntu yang ditanggung program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara), penderitaan Tina Mariani belumlah usai. Rasa kesemutan pada kaki dan sekujur tubuhnya tak berkurang, malah sakitnya makin bertambah. Hampir setiap malam gadis ini tak bisa tidur karena tak kuasa menahan sakit. “Dari malam sampai pagi anak saya tak bisa tidur. Dia sangat menderita, sering menangis,” ungkap ayah Tina Mariani, I Wayan Mayik, 56, saat ditemui di rumahnya, Banjar Gablogan, Desa/Kecamatan Selemadeg, Tabanan, Jumat (24/6).
Setiap hari rasa sakit dan semutan itu membuat tubuh Tina Mariani lemas. Berjalan pun susah, sehingga ia yang sempat bekerja di perusahaan kerajinan besi (lumrah disebut lilin) memutuskan untuk berhenti kerja. Sampai akhirnya, putri tunggal pasangan suami istri I Wayan Mayik dengan Ni Ketut Suarni, 55, ini merasakah ada benjolan di bagian bawah tulang ekor. Pada benjolan itu terasa padat namun tidak sakit. Mulanya Tina Mariani mengira benjolan itu adalah bisul karena besarnya hanya sebiji kacang tanah.
Namun karena kesemutan pada bagian kaki dan tangan kembali kumat, diperiksakanlah kembali ke BRSUD Tabanan. Dokter memvonis Tina mengidap penyakit tumor tulang belakang. “Saya kaget anak saya menderita tumor,” ungkap Mayik. Benjolan it uterus membesar dan kini seukuran sekepal orang dewasa. Mayik yang sebagai petani penggarap mengupayakan maksimal pengobatan putrinya. Seminggu sekali kontrol ke BRSUD Tabanan dan mendapatkan obat penghilang kesemutan. Dia juga mengupayakan pengobatan tradisional dengan pijat.
Mayik menuturkan, putrinya juga diajak berobat ke RSUP Sanglah di Denpasar untuk CT Scan pada tumornya. Akibat kondisinya memburuk, Tina Mariani pernah dirawat di BRSUD Tabanan. Begitu diminta operasi, Mayik dan Suarni selaku orangtua menyerah karena tak ada biaya. Pasutri asal Banjar Nyatnyatan, Desa Gadung Sari, Kecamatan Selamadeg Timur ini tak punya pendapatan menetap. Selama 6 bulan menggarap lahan pertanian orang, paling dapat upah antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Bahkan menggadaikan lahan rumahnya yang seluas 2 are untuk pengobatan.
Terkadang maburuh majukut (membersihkan gulma dan rumput pengganggu padi) dengan upah tak seberapa. “Sekarang pengobatan putri kami sudah berhenti,” imbuh Mayik. Mayik menghentikan pengobatan anaknya selain terkendala biaya juga tak ada jaminan kesembuhan setelah tumor anaknya diangkat. “Dulu diinformasikan akibat operasi bisa fatal. Bisa lumpuh dan menyebabkan meninggal,” imbuh Mayik.
Kini Tina Mariani hanya di rumah membantu ibunya memasak ataupun mencuci. Dia tak bisa beraktifitas banyak. Bahkan untuk berjalan sudah tidak kuat. Jika dipaksakan berjalan, kakinya terasa lemas, bisa juga menyebabkan jatuh. “Saya di rumah saja, bantu ibu sebisanya,” ujar Tina Mariani lirih. Gadis ini hanya bisa berharap Tuhan mendengarkan doanya dan mengabulkan permohonannya berupa kesembuhan. 7 cr61
1
Komentar