Mediasi Sengketa Lahan Pelaba Pura Gagal
Sengketa lahan pelaba pura di Banjar Pulesari Kangin, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli memasuki tahap mediasi.
BANGLI, NusaBali
Namun saying, mediasi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bangli, Rabu (21/8) belum berbuah hasil. Dalam mediasi yang dipimpin hakim mediator, Anak Agung Putra Wiratjaya, tidak membuahkan kata sepakat alias gagal, sehingga perkara tersebut harus dilanjutkan ke tahap persidangan.
Putra Wiratjaya mengatakan dalam mediasi baik pihak penggugat, yakni I Komang Kicen maupun pihak tergugat Men Kartini dan turut tergugat I Made Kertana yang juga Bendesa Adat Pulesari tetap bersikukuh pada pendiriannya.
“Karena tidak ada titik temu, maka sengketa ini akan dilanjutkan lewat proses persidangan," ungkapnya. Disampaikan, untuk sidang perdana dengan agenda pembacaan gugatan akan dilangsungkan, Selasa 27 Agustus nanti. "Proses berlanjut pada persidangan," jelas Putra Wiratjaya singkat.
Terpisah, kuasa hukum dari pihat tergugat, KD Dewantara Rata, mengatakan jika kliennya tetap pada pendiriannya, yakni mengikuti keputusan bendesa pakraman Pulesari tertanggal 4 Desember 2018, yang salah satu poinnya memutuskan untuk membagi tanah pelaba pura yang terletak di banjar Pulesari Kangin menjadi dua bagian yang sama.
Selain itu agar I Komang Kicen (Penggugat) berkewajiban menjadi krama pengayah di Pura Puseh dan Pura Desa Bale Agung, karena sudah diberikan hak setengah dari tanah pelaba pura Puseh. Lanjutnya, terkait sengketa lahan ini sejatinya sudah melalui proses mediasi di adat, bahkan sudah ada keputusan bendesa yang ditetapkan membagi tanah pelaba pura tersebut. "Keputusan bendesa pakraman Pulasari nomor 03/DP.PLS/XII/2018. Dalam proses mediasi dihadiri krama pengarep," terangnya
"Selama ini penggugat hanya sebagai penggarap tanpa mengayahang,” sambungnya. Lebih lanjut, kata KD Dewantara, pihak penggugat bersikukuh sebagai penggarap yang sah atas hak dan kewajiban turun temurun dari orangtua penggugat, yaitu Nang Tegteg atas tanah pelaba pura yang sudah menjadi tukar menukar berdasarkan kwitansi tertanggal 21 Juni 1978. Di samping itu pihak penggugat juga meminta kalau kliennya harus mengakui/menyatakan secara tertulis tanah pelaba pura tersebut sudah terjadi tukar menukar sesuai kwitansi tertanggal 21 Juni 1978. Disebutkannya pula atas keluarnya keputusan bendesa tertanggal 4 Desember 2018 yang menyatakan tanah tersebut dibagi menjadi dua bidang menimbulkan kerugian bagi penggugat selaku penggarap/yang menguasai secara turun temurun.
Pengacara asal Kelurahan Kawan ini menyebutkan, untuk lahan yang telah melalui proses tukar menukar adalah lahan yang berada bukan lahan pelaba Pura Puseh Desa melainkan lahan Pura Pucak Sari. Kemudian terkait lahan pelaba Pura Pucak Sari sudah tuntas dan tidak ada kaitannya dengan lahan yang disengketakan kali ini. "Kwitansi itu dikaitkan dengan pelaba Pura Puseh lan Desa, padahal bukan itu objeknya," imbuhnya. *esa
Putra Wiratjaya mengatakan dalam mediasi baik pihak penggugat, yakni I Komang Kicen maupun pihak tergugat Men Kartini dan turut tergugat I Made Kertana yang juga Bendesa Adat Pulesari tetap bersikukuh pada pendiriannya.
“Karena tidak ada titik temu, maka sengketa ini akan dilanjutkan lewat proses persidangan," ungkapnya. Disampaikan, untuk sidang perdana dengan agenda pembacaan gugatan akan dilangsungkan, Selasa 27 Agustus nanti. "Proses berlanjut pada persidangan," jelas Putra Wiratjaya singkat.
Terpisah, kuasa hukum dari pihat tergugat, KD Dewantara Rata, mengatakan jika kliennya tetap pada pendiriannya, yakni mengikuti keputusan bendesa pakraman Pulesari tertanggal 4 Desember 2018, yang salah satu poinnya memutuskan untuk membagi tanah pelaba pura yang terletak di banjar Pulesari Kangin menjadi dua bagian yang sama.
Selain itu agar I Komang Kicen (Penggugat) berkewajiban menjadi krama pengayah di Pura Puseh dan Pura Desa Bale Agung, karena sudah diberikan hak setengah dari tanah pelaba pura Puseh. Lanjutnya, terkait sengketa lahan ini sejatinya sudah melalui proses mediasi di adat, bahkan sudah ada keputusan bendesa yang ditetapkan membagi tanah pelaba pura tersebut. "Keputusan bendesa pakraman Pulasari nomor 03/DP.PLS/XII/2018. Dalam proses mediasi dihadiri krama pengarep," terangnya
"Selama ini penggugat hanya sebagai penggarap tanpa mengayahang,” sambungnya. Lebih lanjut, kata KD Dewantara, pihak penggugat bersikukuh sebagai penggarap yang sah atas hak dan kewajiban turun temurun dari orangtua penggugat, yaitu Nang Tegteg atas tanah pelaba pura yang sudah menjadi tukar menukar berdasarkan kwitansi tertanggal 21 Juni 1978. Di samping itu pihak penggugat juga meminta kalau kliennya harus mengakui/menyatakan secara tertulis tanah pelaba pura tersebut sudah terjadi tukar menukar sesuai kwitansi tertanggal 21 Juni 1978. Disebutkannya pula atas keluarnya keputusan bendesa tertanggal 4 Desember 2018 yang menyatakan tanah tersebut dibagi menjadi dua bidang menimbulkan kerugian bagi penggugat selaku penggarap/yang menguasai secara turun temurun.
Pengacara asal Kelurahan Kawan ini menyebutkan, untuk lahan yang telah melalui proses tukar menukar adalah lahan yang berada bukan lahan pelaba Pura Puseh Desa melainkan lahan Pura Pucak Sari. Kemudian terkait lahan pelaba Pura Pucak Sari sudah tuntas dan tidak ada kaitannya dengan lahan yang disengketakan kali ini. "Kwitansi itu dikaitkan dengan pelaba Pura Puseh lan Desa, padahal bukan itu objeknya," imbuhnya. *esa
Komentar