'Jika Cuma Main-main, Minggir Saja'
Soal Desakan di Golkar Usung Kader ke Pilkada 2020
DENPASAR, NusaBali
Sesepuh Beringin yang kini Dewan Pertimbangan Partai Golkar Bali, Ida Tjokorda Pemecutan XI, angkat bicara soal gonjang-ganjing di internal partainya jelang Pilkada 2020 serentak 6 daerah di Bali. Tjok Pemecutan mengingatkan kader Golkar tidak usah maju tarung ke Pilkada, kalau hanya untuk main-main, karena justru akan menjatuhkan martabat partai.
Menurut Tjok Pemecutan, sudah terlalu sering Pilkada di Bali dipakai ajang main-main oleh oknum Golkar hanya untuk kepentingan pragmatisme. Dalam beberapa Pilkada di Bali sebelumnya, ada permainan politik oknum kader Golkar yang hanya orientasi ‘bermain’ untuk bikin sensasi. Bahkan, mereka cenderung menggali dana untuk kepentingan pribadi.
“Mereka menggiring opini publik, seolah-olah siap maju tarung ke Pilkada. Tetapi, ujung-ujungnya bernegosiasi dengan kubu lawan. Ini bukan ayam jago namanya, melainkan pelacur politik,” tandas Tjok Pemecutan kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (25/8).
Tjok Pemecutan menyebutkan, ada juga oknum kader Golkar yang tampil hanya sekadar-sekadar saja, tanpa memiliki modal kekuatan dan kemampuan yang mencukupi. Mereka hanya memenuhi drama politik di Pilkada saja.
“Sudahlah, kalau hanya main-main dan partai jadi kelinci percobaan, berhenti untuk berpura-pura, nggak usah maju tarung ke Pilkada 2020. Minggir saja-lah,” sindir sesepuh Golkar asal Puri Ageng Pemecutan, Denpasar Barat yang semasa walaka bernama Anak Agung Ngurah Manik Parasara ini.
Tjok Pemecutan mengaku kantongi nama-nama kader yang sering main-main saat Pilkada hingga menyebabkan Golkar terpuruk sejak Pilkada 2010 di Bali. “I don’t believe, saya nggak percaya mereka. Terlalu sering main-main. Sudah banyak contohnya, ini terjadi hampir di semua Pilkada Kabupaten/Kota. Pilgub Bali juga sama, selalu main-main,” sesal Tjok Pemecutan yang juga mantan Ketua DPRD Badung di era Orde Baru.
Sementara itu, Ketua Bappilu DPD II Golkar Denpasar, Anak Agung Ayu Rai Sunasri, mengatakan partainya memberikan kesempatan yang sama kepada kader untuk menjadi calon kepala daerah. “Saya sepakat dengan Tjok Pemecutan, harus serius tarung di Pilkada dan tidak jadi calon abal-abal,” ujar Rai Sunasri secara terpisah di Denpasar, Minggu kemarin.
Menurut Rai Sunasri, DPD II Golkar Denpasar sudah rapat membahas Pilkada, 10 Aguatus 2019 lalu. Dalam rapat yang digelar di Kantor Sekretariat DPD I Golkar Bali, Jalan Surapati 9 Denpasar itu, ada beberapa kriteria dicetuskan bagi kader yang ingin maju tarug ke Pilkada 2020.
Salah satunya, kader Golkar yang hendak tarung ke Pilkada Denpasar 2020 minimal harus pernah menjadi anggota DPRD Denpasar atau DPRD Bali. “Ada kriteria, minimal pernah menjadi anggota DPRD Denpasar atau DPRD Propinsi,” ujar Rai Sunasri, mantan anggota Dewan yang sempat diusung Golkar sebagai Calon Wakil Walikota (Cawawali) Denpasar mendampingi I Made Arjaya dalam Pilkada Den-pasar 2015.
Rai Sunasri setuju dengan pernyataan Tjok Pemecutan agar bagi yang hanya main-main, sebaiknya minggir dari pencalonan ke Pilkada 2020. “Saya walaupun perempuan, kalau saya sudah bilang ya, pasti saya akan memenuhi komitmen. Walaupun diiming-imingi apa pun, saya tidak akan mundur,” beber Srikandi Golkar asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Menurut Rai Sunasri, dirinya tidak akan mengecewakan partai kalau sudah ditugaskan. Walaupun sempat gagal di Pilkada Denpasar 2015, Rai Sunasr siap maju lagi jika partai mencalonkannya ke Pilkada 2020. “Saya tidak akan kecewakan partai saya,” tandas Rai Sunasri yang sempat duduk di DPRD Denpasar 2004-2009.
Rai Sunasri mengaku tidak menyalahkan Tjok Pemecutan, yang krisis kepercayaan terhadap oknum kader yang tidak serius maju tarung dan hanya bermain di momen Pilkada. “Tergantung juga partai dan kader dalam mengukur situasi. Mungkin ada yang serius, tapi karena modal politik dan modal finansial tidak kuat, tak berani maju. Itu tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Tetapi, kalau mentalnya suka main-main, saya tidak setuju,” kata mantan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Denpasar ini.
Sebelumnya, kader senior yang kini Korwil Denpasar DPD I Golkar Bali, AA Ngurah Agung, juga menolak politik kompromi dan jual beli ‘tiket’ dalam Pilkada 2020 serentak 6 daerah di Bali, hanya karena pragmatisme dan merasa kalah sebelum berperang. Ngurah Agung mengingatkan sudah saatnya Golkar berani tampilkan kader sendiri di Pilkada 2020.
Permintaan ini bukan hanya berlaku di Pilkada Denpasar 2020, tapi juga dalam Pilkada Karangasem 2020, Pilkada Badung 2020, Pilkada Bangli 2020, Pilkada Jembrana 2020, dan Pilkada Tabanan 2020. “Golkar harus berani usung kader sendiri dalam Pilkada 2020. Jangan belum apa-apa sudah keder dan merapat ke partai besar. Tunjukkan Golkar punya jago dan kader, usung yang benar-benar serius bertarung. Bukan tarung hanya sekdar-sekadar,” tandas politisi Golkar yang masih kerabat Rai Sunari dari Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja ini.
Secara khusus, Ngurah Agung menggarisbawahi tarung Pilkada Denpasar 2020 nanti, di mana Golkar harus berani usung kader sendiri dan berhadapan melawan PDIP. Tentu saja, Golkar harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mengusung paket Calon Walikota (Cawali)-Calon Wakil Walikota (Cawawali), guna menghadapi PDIP yang sudah pasti akan pasang I Gusti Ngurah Jaya Negara sebagai Cawali Denpasar.
Berdasarkan hasil Pileg 2019, hanya PDIP yang memenuhi syarat untuk mengusung paket calon secara mandiri ke Pilkada Denpasar 2020. Sebab, PDIP mendominasi 22 kursi dari total 45 kursi DPRD Denpasar 2019-2024 atau kuasai 48,89 persen suara parlemen. Sedangkan Golkar di posisi kedua dengan 8 kursi DPRD Denpasar atau kuasai 17,78 persen suara parlemen.
Untuk bisa mengusung paket calon, Golkar masih kekurangan 1 kursi guna memenuhi syarat minimal 20,00 persen suara parlemen. Golkar pun harus berkoalisi dengan parol lainnya. Ada 5 parpol parlemen yang bisa dijajaki oleh Golkar untuk diajak berkoalisi, guna mengusung paket calon ke Pilkada Denpasar 2020.
Mereka masing-masing Demokrat (punya 4 kursi DPRD Denpasar atau 8,89 persen suara parlemen), Gerindra (punya 4 kursi DPRD Denpasar atau 8,89 persen suara parlemen), NasDem (punya 3 kursi DPRD Denpasar atau 6,67 persen suara parlemen), Hanura (punya 2 kursi DPRD Denpasar atau 4,44 persen suara parlemen), dan PSI (punya 2 kursi DPRD Denpasar atau 4,44 persen suara parlemen).
Ngurah Agung kurang sreg jika Golkar merapat ke PDIP di Pilkada Denpasar 2019 dengan menyodorkan Ketua DPD II Golkar Denpasar, I Wayan Mariyana Wandira, menjadi tandem IGN Jaya Negara di posisi Cawawali, sebagamana diwacanakan selama ini. Golkar harus berani usung kader sendiri sebagai Cawali Denpasar, menghadapi Jaya Negara. *nat
Menurut Tjok Pemecutan, sudah terlalu sering Pilkada di Bali dipakai ajang main-main oleh oknum Golkar hanya untuk kepentingan pragmatisme. Dalam beberapa Pilkada di Bali sebelumnya, ada permainan politik oknum kader Golkar yang hanya orientasi ‘bermain’ untuk bikin sensasi. Bahkan, mereka cenderung menggali dana untuk kepentingan pribadi.
“Mereka menggiring opini publik, seolah-olah siap maju tarung ke Pilkada. Tetapi, ujung-ujungnya bernegosiasi dengan kubu lawan. Ini bukan ayam jago namanya, melainkan pelacur politik,” tandas Tjok Pemecutan kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (25/8).
Tjok Pemecutan menyebutkan, ada juga oknum kader Golkar yang tampil hanya sekadar-sekadar saja, tanpa memiliki modal kekuatan dan kemampuan yang mencukupi. Mereka hanya memenuhi drama politik di Pilkada saja.
“Sudahlah, kalau hanya main-main dan partai jadi kelinci percobaan, berhenti untuk berpura-pura, nggak usah maju tarung ke Pilkada 2020. Minggir saja-lah,” sindir sesepuh Golkar asal Puri Ageng Pemecutan, Denpasar Barat yang semasa walaka bernama Anak Agung Ngurah Manik Parasara ini.
Tjok Pemecutan mengaku kantongi nama-nama kader yang sering main-main saat Pilkada hingga menyebabkan Golkar terpuruk sejak Pilkada 2010 di Bali. “I don’t believe, saya nggak percaya mereka. Terlalu sering main-main. Sudah banyak contohnya, ini terjadi hampir di semua Pilkada Kabupaten/Kota. Pilgub Bali juga sama, selalu main-main,” sesal Tjok Pemecutan yang juga mantan Ketua DPRD Badung di era Orde Baru.
Sementara itu, Ketua Bappilu DPD II Golkar Denpasar, Anak Agung Ayu Rai Sunasri, mengatakan partainya memberikan kesempatan yang sama kepada kader untuk menjadi calon kepala daerah. “Saya sepakat dengan Tjok Pemecutan, harus serius tarung di Pilkada dan tidak jadi calon abal-abal,” ujar Rai Sunasri secara terpisah di Denpasar, Minggu kemarin.
Menurut Rai Sunasri, DPD II Golkar Denpasar sudah rapat membahas Pilkada, 10 Aguatus 2019 lalu. Dalam rapat yang digelar di Kantor Sekretariat DPD I Golkar Bali, Jalan Surapati 9 Denpasar itu, ada beberapa kriteria dicetuskan bagi kader yang ingin maju tarug ke Pilkada 2020.
Salah satunya, kader Golkar yang hendak tarung ke Pilkada Denpasar 2020 minimal harus pernah menjadi anggota DPRD Denpasar atau DPRD Bali. “Ada kriteria, minimal pernah menjadi anggota DPRD Denpasar atau DPRD Propinsi,” ujar Rai Sunasri, mantan anggota Dewan yang sempat diusung Golkar sebagai Calon Wakil Walikota (Cawawali) Denpasar mendampingi I Made Arjaya dalam Pilkada Den-pasar 2015.
Rai Sunasri setuju dengan pernyataan Tjok Pemecutan agar bagi yang hanya main-main, sebaiknya minggir dari pencalonan ke Pilkada 2020. “Saya walaupun perempuan, kalau saya sudah bilang ya, pasti saya akan memenuhi komitmen. Walaupun diiming-imingi apa pun, saya tidak akan mundur,” beber Srikandi Golkar asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Menurut Rai Sunasri, dirinya tidak akan mengecewakan partai kalau sudah ditugaskan. Walaupun sempat gagal di Pilkada Denpasar 2015, Rai Sunasr siap maju lagi jika partai mencalonkannya ke Pilkada 2020. “Saya tidak akan kecewakan partai saya,” tandas Rai Sunasri yang sempat duduk di DPRD Denpasar 2004-2009.
Rai Sunasri mengaku tidak menyalahkan Tjok Pemecutan, yang krisis kepercayaan terhadap oknum kader yang tidak serius maju tarung dan hanya bermain di momen Pilkada. “Tergantung juga partai dan kader dalam mengukur situasi. Mungkin ada yang serius, tapi karena modal politik dan modal finansial tidak kuat, tak berani maju. Itu tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Tetapi, kalau mentalnya suka main-main, saya tidak setuju,” kata mantan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Denpasar ini.
Sebelumnya, kader senior yang kini Korwil Denpasar DPD I Golkar Bali, AA Ngurah Agung, juga menolak politik kompromi dan jual beli ‘tiket’ dalam Pilkada 2020 serentak 6 daerah di Bali, hanya karena pragmatisme dan merasa kalah sebelum berperang. Ngurah Agung mengingatkan sudah saatnya Golkar berani tampilkan kader sendiri di Pilkada 2020.
Permintaan ini bukan hanya berlaku di Pilkada Denpasar 2020, tapi juga dalam Pilkada Karangasem 2020, Pilkada Badung 2020, Pilkada Bangli 2020, Pilkada Jembrana 2020, dan Pilkada Tabanan 2020. “Golkar harus berani usung kader sendiri dalam Pilkada 2020. Jangan belum apa-apa sudah keder dan merapat ke partai besar. Tunjukkan Golkar punya jago dan kader, usung yang benar-benar serius bertarung. Bukan tarung hanya sekdar-sekadar,” tandas politisi Golkar yang masih kerabat Rai Sunari dari Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja ini.
Secara khusus, Ngurah Agung menggarisbawahi tarung Pilkada Denpasar 2020 nanti, di mana Golkar harus berani usung kader sendiri dan berhadapan melawan PDIP. Tentu saja, Golkar harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mengusung paket Calon Walikota (Cawali)-Calon Wakil Walikota (Cawawali), guna menghadapi PDIP yang sudah pasti akan pasang I Gusti Ngurah Jaya Negara sebagai Cawali Denpasar.
Berdasarkan hasil Pileg 2019, hanya PDIP yang memenuhi syarat untuk mengusung paket calon secara mandiri ke Pilkada Denpasar 2020. Sebab, PDIP mendominasi 22 kursi dari total 45 kursi DPRD Denpasar 2019-2024 atau kuasai 48,89 persen suara parlemen. Sedangkan Golkar di posisi kedua dengan 8 kursi DPRD Denpasar atau kuasai 17,78 persen suara parlemen.
Untuk bisa mengusung paket calon, Golkar masih kekurangan 1 kursi guna memenuhi syarat minimal 20,00 persen suara parlemen. Golkar pun harus berkoalisi dengan parol lainnya. Ada 5 parpol parlemen yang bisa dijajaki oleh Golkar untuk diajak berkoalisi, guna mengusung paket calon ke Pilkada Denpasar 2020.
Mereka masing-masing Demokrat (punya 4 kursi DPRD Denpasar atau 8,89 persen suara parlemen), Gerindra (punya 4 kursi DPRD Denpasar atau 8,89 persen suara parlemen), NasDem (punya 3 kursi DPRD Denpasar atau 6,67 persen suara parlemen), Hanura (punya 2 kursi DPRD Denpasar atau 4,44 persen suara parlemen), dan PSI (punya 2 kursi DPRD Denpasar atau 4,44 persen suara parlemen).
Ngurah Agung kurang sreg jika Golkar merapat ke PDIP di Pilkada Denpasar 2019 dengan menyodorkan Ketua DPD II Golkar Denpasar, I Wayan Mariyana Wandira, menjadi tandem IGN Jaya Negara di posisi Cawawali, sebagamana diwacanakan selama ini. Golkar harus berani usung kader sendiri sebagai Cawali Denpasar, menghadapi Jaya Negara. *nat
1
Komentar