IDI Jatim Tolak Jadi Eksekutor
Hukuman Kebiri Predator Anak
SURABAYA, NusaBali
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur menolak menjadi eksekutor untuk kebiri kimia terpidana predator anak, Muhammad Aris (20). Alasannya, hukuman tersebut dinilai melanggar kode etik.
"Sesuai dengan ketentuan dari IDI, maka Ikatan Dokter Indonesia tidak mungkin sebagai eksekutor dari hukuman itu oleh karena melanggar Etik Kedokteran Indonesia," kata Ketua IDI Jatim dr Poernomo Boedi di Surabaya, seperti dilansir detik Senin (26/8).
Selain itu, Poernomo mengatakan dokter yang tergabung dalam IDI tidak memiliki kompetensi untuk melakukan kebiri. Selama ini, Poernomo memaparkan, di Indonesia tidak pernah ada tindakan pengebirian kepada seseorang.
"Itu dari sisi etik dan dari sisi kompetensi. Sisi kompetensi itu dokter yang mana yang dianggap kompeten untuk mengebiri? Karena, satu, tidak ada pelajaran mengebiri, tidak ada kompetensi mengebiri," papar Poernomo.
"Kalau dipaksakan pemerintah kepada seseorang untuk mengebiri, dokter itu bisa menyatakan, satu, tidak boleh karena etik dan saya ndak kompeten. Karena memang tidak ada pelajaran saya untuk itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Poernomo menyebut, sebagai dokter, tugasnya adalah menyembuhkan pasien, bukan justru membuat orang lain kesakitan.
"Kalau terjadi apa-apa bagaimana? Misalnya zat kimia itu tidak tercapai tujuannya, hanya dapat efek sampingnya dan sebagainya. Jadi seorang melakukan pekerjaan profesinya harus melalui etik dan kompetensi," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang tukang las di Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia. Muh Aris, yang dikenal sebagai predator anak, harus menjalani hukuman itu karena memperkosa sembilan anak.
Muhammad Aris sendiri menolak hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan pengadilan kepada dirinya. Predator anak asal Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko ini lebih memilih mati daripada disuntik kebiri.
"Kalau suntiknya (kebiri kimia) saya tolak. Karena kata teman saya efeknya seumur hidup," kata Aris kepada wartawan di Lapas Klas II B Mojokerto, Jalan Taman Siswa, Senin (26/8).
Didampingi petugas Lapas Mojokerto, Aris menyesal telah memerkosa anak-anak. Dia ingin hukuman kebiri kimia yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto maupun Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya dibatalkan. Dia memilih hukuman penjaranya ditambah sampai 20 tahun.
"Saya pilih mati saja Mas daripada disuntik kebiri. Soalnya kebiri suntik efeknya seumur hidup," imbuhnya.
Namun vonis kebiri kimia terhadap Aris telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah). Itu setelah upaya banding yang dia ajukan tidak membuahkan hasil. *
"Sesuai dengan ketentuan dari IDI, maka Ikatan Dokter Indonesia tidak mungkin sebagai eksekutor dari hukuman itu oleh karena melanggar Etik Kedokteran Indonesia," kata Ketua IDI Jatim dr Poernomo Boedi di Surabaya, seperti dilansir detik Senin (26/8).
Selain itu, Poernomo mengatakan dokter yang tergabung dalam IDI tidak memiliki kompetensi untuk melakukan kebiri. Selama ini, Poernomo memaparkan, di Indonesia tidak pernah ada tindakan pengebirian kepada seseorang.
"Itu dari sisi etik dan dari sisi kompetensi. Sisi kompetensi itu dokter yang mana yang dianggap kompeten untuk mengebiri? Karena, satu, tidak ada pelajaran mengebiri, tidak ada kompetensi mengebiri," papar Poernomo.
"Kalau dipaksakan pemerintah kepada seseorang untuk mengebiri, dokter itu bisa menyatakan, satu, tidak boleh karena etik dan saya ndak kompeten. Karena memang tidak ada pelajaran saya untuk itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Poernomo menyebut, sebagai dokter, tugasnya adalah menyembuhkan pasien, bukan justru membuat orang lain kesakitan.
"Kalau terjadi apa-apa bagaimana? Misalnya zat kimia itu tidak tercapai tujuannya, hanya dapat efek sampingnya dan sebagainya. Jadi seorang melakukan pekerjaan profesinya harus melalui etik dan kompetensi," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang tukang las di Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia. Muh Aris, yang dikenal sebagai predator anak, harus menjalani hukuman itu karena memperkosa sembilan anak.
Muhammad Aris sendiri menolak hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan pengadilan kepada dirinya. Predator anak asal Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko ini lebih memilih mati daripada disuntik kebiri.
"Kalau suntiknya (kebiri kimia) saya tolak. Karena kata teman saya efeknya seumur hidup," kata Aris kepada wartawan di Lapas Klas II B Mojokerto, Jalan Taman Siswa, Senin (26/8).
Didampingi petugas Lapas Mojokerto, Aris menyesal telah memerkosa anak-anak. Dia ingin hukuman kebiri kimia yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto maupun Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya dibatalkan. Dia memilih hukuman penjaranya ditambah sampai 20 tahun.
"Saya pilih mati saja Mas daripada disuntik kebiri. Soalnya kebiri suntik efeknya seumur hidup," imbuhnya.
Namun vonis kebiri kimia terhadap Aris telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah). Itu setelah upaya banding yang dia ajukan tidak membuahkan hasil. *
1
Komentar