Desa Dukuh, Penghasil ‘Buah Tangan’ Tidak Pakai Mahal
Gula merah batangan, gula semut, madu, hingga kacang mete, menjadi produk kebanggaan Desa Dukuh.
DENPASAR, NusaBali.com
Kubu, sebuah Kecamatan di Kabupaten Karangasem, yang sedang bersemangat mengembangkan agrowisata, kini salah satu desanya juga bersemangat menghasilkan produk-produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ya, Desa Dukuh menjadi desa yang memiliki karya yang bisa diandalkan sebagai ‘buah tangan’ khas Bali.
Produk-produk asal Desa Dukuh ini bermacam-macam, mulai dari madu asli, kacang mete khas Desa Dukuh, gula merah batangan dari pohon lontar yang terkenal, gula semut,hingga arak atau tuak khas Desa Dukuh yang juga terbuat dari pohon yang dalam istilah Bali disebut dengan ‘ental’ ini. Tak lupa, ada juga kerajinan hasil anyaman serat Gebang yang memang melimpah di Desa Dukuh.
Harga yang ditawarkan pun terbilang murah, cukup untuk membuat siapapun tergiur untuk merogoh kocek, membeli buah tangan ini. Untuk satu toples madu asli berukuran kurang lebih 250 ml, contohnya, pembeli hanya perlu membayar sejumlah Rp 150.000. Dan yang paling mengejutkan, untuk sebatang gula merah silinder sepanjang 25cm, pembeli hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 20.000 saja!
Produk dari Desa Dukuh ini ditampilkan saat peluncuran Youth Conservative Initiative (YCI) Bali pada Selasa (27/8/2019) di Desa Wisata Kertalangu Denpasar. Peluncuran YCI Bali memang tidak sebatas membahas rencana dan komitmen konservasi yang ke depannya dapat dilakukan, namun juga mengimbau milenial untuk mulai menghargai karya-karya lokal. Maka dari itu, Conservation International (CI) Indonesia menghadirkan beberapa pameran kerajinan.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian acara CI Indonesia yang telah berlangsung sehari sebelumnya, Senin (26/8/2019), yaitu Penyerahan SK Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada Desa Dukuh. Pada acara tersebut, YCI Indonesia melihat potensi industri rumahan Desa Dukuh sehingga produk-produk hasil industri rumahan ini ditampilkan pada acara Peluncuran YCI
Sementara itu terkait harga murah dari produk-produk asal Desa Dukuh ini bukannya tanpa alasan. Adi Mahardika, salah satu anggota YCI Bali yang menginisiasi pameran ini mengatakan, bahwa faktor branding menjadi kendala utama yang mempengaruhi harga murah ini.
“Gula ental Desa Dukuh memang sudah terkenal, tapi cara pemasarannya sendiri masih dengan diperjual-belikan dengan cara biasa, bahkan ada yang dijual ke tengkulak dengan harga murah untuk kemudian dijual lagi, jadi masyarakat belum punya kesempatan untuk branding sendiri dibandingkan dengan gula aren asal daerah lain,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, YCI Bali berharap agar dapat memperkenalkan produk-produk lokal khususnya produk-produk asal Desa Dukuh ini. “Untuk distribusi pemasaran secara luas mungkin belum bisa kami lakukan. Jadi kami fokusnya untuk promosi dulu di ajang-ajang seperti ini dan program-program YCI Bali sendiri ke depannya, agar kerajinan-kerajinan asal Karangasem semakin dikenal. Sehingga nanti produk-produk ini akan bisa didistribusikan secara luas,” papar Vina, seorang anggota YCI Bali lainnya. *yl
Komentar