Malaysia Perlu Pisang 300 Ton Per Minggu
Kepala Badan Karantina Pertanian (BKP) Kementerian Pertanian Ali Jamil melepas ekspor perdana komoditas pisang kepok asal Kalimantan Barat ke Malaysia.
PONTIANAK, NusaBali
Jumlah ekspor pisang yang dilepas tersebut sebanyak 10 ton dengan nilai ekonomi Rp85 juta dengan tujuan negara tetangga, Malaysia.
Pimpinan CV Royal Mehar, Enggi Nazilla, selaku eksportir pisang menyebutkan peluang ekspor pisang sangat terbuka lebar dan satu di antaranya dari Malaysia sebanyak 300 ton setiap minggunya. “Permintaan pisang Kalimantan Barat dari negara luar seperti Malaysia sangat tinggi. Dari 300 ton setiap minggunya saat ini kami baru mampu memenuhi 50 ton pada tahap pertama,” ujarnya, Jumat (30/8).
Ia menyebutkan bahwa pasar pisang sangat terbuka luas apalagi dengan kemudahan layanan dari Karantina Pertanian Pontianak, tidak ada lagi kendala teknis. “Buah pisang yang diekspor terjaga kesehatan dan keamanannya, sehingga memiliki daya saing. Ke depan kami berharap dapat menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan pasar,” jelas dia.
Sementara itu Kepala BKP RI, Ali Jamil mengapresiasi terus bermunculan eksportir baru di Kalimantan Barat. Hal itu menurutnya sejalan dengan perintah Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk melahirkan eksportir baru. “Apalagi yang eksportir kali ini anak muda. Ini eksportir milenial. Kami sangat apresiasi dan terus mendorong lahir lagi eksportir baru dan dari anak muda,” kata dia.
Jamil menyampaikan potensi produksi buah pisang di Kalbar cukup tinggi. Tahun lalu Kalbar berkontribusi memproduksi buah pisang sebesar 0.64 persen dari prosentase produksi nasional atau sebesar 44.462 ton. “Selama tahun 2018 tersebut Kalbar telah mengirimkan buah pisang sebanyak 1.594 ton ke daerah lain di Indonesia, namun buah pisang tersebut belum mampu untuk di ekspor ke luar negeri,” tambah Jamil.
Pihaknya terus mendorong langkah ekspor dengan semangat berani ekspor. Namun menurutnya produk ekspor bukan hanya lagi bahan baku saja, namun harus produk turunan, minimal setengah jadi. “Yang diekspor kami minta bukan lagi bahan baku namun sudah produk turunan, sehingga mendapat nilai tambah. Kemudian itu juga berdampak pada peningkatan penerimaan petani di Kalimantan Barat,” jelas dia.
Ia juga mendorong eksportir bisa membuat industri di Kalimantan Barat, agar produk yang dibawa ke luar tidak lagi bahan baku. “Kami minta tolong juga agar industri ada di sini. Itu juga bentuk memberdayakan petani agar apa yang ia jual nilanya tinggi. Produk diolah tentu lebih tinggi nantinya,” kata Ali Jamil. *ant
Pimpinan CV Royal Mehar, Enggi Nazilla, selaku eksportir pisang menyebutkan peluang ekspor pisang sangat terbuka lebar dan satu di antaranya dari Malaysia sebanyak 300 ton setiap minggunya. “Permintaan pisang Kalimantan Barat dari negara luar seperti Malaysia sangat tinggi. Dari 300 ton setiap minggunya saat ini kami baru mampu memenuhi 50 ton pada tahap pertama,” ujarnya, Jumat (30/8).
Ia menyebutkan bahwa pasar pisang sangat terbuka luas apalagi dengan kemudahan layanan dari Karantina Pertanian Pontianak, tidak ada lagi kendala teknis. “Buah pisang yang diekspor terjaga kesehatan dan keamanannya, sehingga memiliki daya saing. Ke depan kami berharap dapat menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan pasar,” jelas dia.
Sementara itu Kepala BKP RI, Ali Jamil mengapresiasi terus bermunculan eksportir baru di Kalimantan Barat. Hal itu menurutnya sejalan dengan perintah Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk melahirkan eksportir baru. “Apalagi yang eksportir kali ini anak muda. Ini eksportir milenial. Kami sangat apresiasi dan terus mendorong lahir lagi eksportir baru dan dari anak muda,” kata dia.
Jamil menyampaikan potensi produksi buah pisang di Kalbar cukup tinggi. Tahun lalu Kalbar berkontribusi memproduksi buah pisang sebesar 0.64 persen dari prosentase produksi nasional atau sebesar 44.462 ton. “Selama tahun 2018 tersebut Kalbar telah mengirimkan buah pisang sebanyak 1.594 ton ke daerah lain di Indonesia, namun buah pisang tersebut belum mampu untuk di ekspor ke luar negeri,” tambah Jamil.
Pihaknya terus mendorong langkah ekspor dengan semangat berani ekspor. Namun menurutnya produk ekspor bukan hanya lagi bahan baku saja, namun harus produk turunan, minimal setengah jadi. “Yang diekspor kami minta bukan lagi bahan baku namun sudah produk turunan, sehingga mendapat nilai tambah. Kemudian itu juga berdampak pada peningkatan penerimaan petani di Kalimantan Barat,” jelas dia.
Ia juga mendorong eksportir bisa membuat industri di Kalimantan Barat, agar produk yang dibawa ke luar tidak lagi bahan baku. “Kami minta tolong juga agar industri ada di sini. Itu juga bentuk memberdayakan petani agar apa yang ia jual nilanya tinggi. Produk diolah tentu lebih tinggi nantinya,” kata Ali Jamil. *ant
Komentar