Jegog Resmi Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Sertifikat Diserahkan Saat Pawai Budaya HUT Kota Negara
Kabar gembira bagi Kabupaten Jembrana dengan kesenian khasnya, Jegog.
NEGARA, NusaBali
Saat pembukaan pawai budaya sebagai puncak perayaan HUT ke-124 Kota Negara tahun 2019, Minggu (1/9), Gubernur Bali, Wayan Koster, secara resmi menyerahkan sertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terkait penetapan kesenian jegog sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Ditetapkannya jegog sebagai warisan budaya sekaligus sebagai kado HUT ke-124 Kota Negara.
Kadis Pariwisata dan Kebudayaan (Parbud) Jembrana, Nengah Alit, mengatakan, terkait sertifikat kesenian jegog sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diserahkan saat pawai budaya, sekaligus menjadi hak paten terhadap kesenian jegog.
Untuk mendapat sertifikat WBTB bernomor 65696/MPK.E/KB/2018 ini Pemkab Jembrana awalnya membuat pengajuan, dan ada proses kajian serta penilaian dari tim Kemendikbud. "Kita ajukan tahun 2018. Untuk menentukan berhak dan tidaknya, ada tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujarnya.
Ditetapkannya kesenian jegog sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, ini juga menyusul tradisi makepung yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Nantinya, sejumlah kesenian, tradisi ataupun hal-hal lain yang merupakan asli Jembrana, juga akan diajukan untuk mendapat pengakuan.
"Rencananya nanti kami ajukan kuliner khas Jembrana, seperti bendu dan kuliner lainnya. Kita patut berbangga dengan adanya sertifikat ini. Karena ini juga menjadi hak paten," ujarnya. Jegog, menurut Alit, perlu dipatenkan karena sudah berkembang di sejumlah daerah. Bahkan, jegog juga sudah berkembang di luar negeri. Jika tidak dipatenkan maka khawatir akan diklaim sepihak oleh pihak lain.
Butuh perjuangan panjang untuk mendapatkan sertifikat WBTB dari Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI. Sederet persyaratan dan bukti harus disiapkan selama verifikasi. Sebab, verifikasi tidak hanya berupa administrasi atau berupa dokumen saja, tapi juga dilakukan verifikasi langsung di lapangan.
Sementara pawai budaya sebagai puncak perayaan HUT ke-124 Kota Negara tahun 2019, Minggu kemarin melibatkan sekitar 3.000 seniman dari lokal Jembrana hingga perwakilan seniman dari luar Bali dengan berbagai karya dan atraksi yang ditampilkan di panggung kehormatan, di simpang empat Jalan Sudirman, Negara.
Turut hadir menyaksikan sekaligus membuka pawai budaya ini Gubernur Bali, Wayan Koster, Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata, I Gede Pitana, Bupati Jembrana, I Putu Artha, serta Wabup Jembrana, I Made Kembang Hartawan, ditandai dengan pemukulan kendang mebarung. Sebagai penyambutan, ditampilkan tari cempaka putih yang merupakan tari penyambutan khas Jembrana.
Setelah pembukaan, ditampilkan fragmentari Purwa Nirartha yang menggambarkan kisah awal perjalanan Dang Hyang Nirarta dalam menyebarkan agama Hindu di Bali. Fragmentari tari yang menjadi pembuka atraksi dalam pawai budaya sebagai puncak perayaan HUT Kota Negara ini merupakan kolaborasi dari tiga sanggar seni, yakni Sanggar Seni Sana Sini, Sanggar Sangita Merdangga, serta Sanggar Seni Gayatri. Selanjutnya, disambung kirab lambang daerah Kabupaten Jembrana, barisan Jegeg Bagus Jembrana 2019, dan berbagai barisan lainnya.
Menariknya, juga ditampilkan barisan menggunakan pakaian Bhineka Tunggal Ika dari 34 provinsi yang menjadi simbol keragaman serta kekayaan budaya Nusantara. Bupati Artha dalam sambutannya, mengatakan, Kota Negara sebagai ibukota Kabupaten Jembrana, memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang dengan dinamika kehidupan masyarakatnya yang semakin berkembang secara berkesinambungan. Di usia yang ke-124 tahun 2019 ini, Kota Negara terus berbenah diri untuk menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pusat Pemerintahan maupun sebagai pusat perkembangan ekonomi, politik dan sosial budaya.
“Hal ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan dan kerja keras selama ini serta dukungan partisipasi dari segenap masyarakat dilandasi semangat perjuangan, persatuan dan kesatuan serta rasa kebersamaan di tengah-tengah kebhinekaan. Kondisi ini menjadikan suasana kehidupan kota dan masyarakat Kabupaten Jembrana semakin nyaman, rukun dan damai,” ujarnya.
Sementara dalam sambutannya, Gubernur Bali, Wayan Koster, mengatakan pembangunan budaya mesti dilakukan dengan komitmen serius mengingat budaya adalah modal utama masyarakat Bali. Gubernur Koster mengingatkan agar kebudayaan Bali dirawat dengan sebaik mungkin, mengingat Bali tidak memiliki sumber daya alam berupa tambang seperti gas, batu bara, minyak dan emas. “Kalau kita lalai dalam membangun budaya di Bali, suatu saat menurun habis, maka Bali sama saja dengan daerah lainnya,” kata Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini.
Gubernur Koster mengatakan daerah Bali mampu menjadi magnet yang mengundang wisatawan mancanegara untuk berkunjung, bukan disebabkan semata oleh keindahan alamnya. Namun alam yang dijiwai akan sumber nilai-nilai adat istiadat, tradisi, seni budaya dan kearifan lokal.
“Jadi oleh karena itu, penyelenggara pemerintahan di Bali bersama-sama masyarakat harus punya arah komitmen dan kebijakan tegas untuk memperkuat pembangunan kebudayaan di Bali. Karena itu visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali diisi penuh dengan kebudayaan,” ujar mantan anggota DPR RI dua periode ini.
Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini menambahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menegaskan bahwa kebudayaan itu merupakan investasi bukan harga atau biaya. Gubernur Koster mengatakan parade budaya Kota Negara memberi spirit untuk menggerakkan motivasi dan kesadaran masyarakat kabupaten ujung barat Bali ini dalam memajukan kebudayaan. Khususnya yang menjadi khas masyarakat Jembrana, seperti Jegog, Makepung serta yang lainnya. “Tentu saja harus selaras dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” sebutnya. *ode
Kadis Pariwisata dan Kebudayaan (Parbud) Jembrana, Nengah Alit, mengatakan, terkait sertifikat kesenian jegog sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diserahkan saat pawai budaya, sekaligus menjadi hak paten terhadap kesenian jegog.
Untuk mendapat sertifikat WBTB bernomor 65696/MPK.E/KB/2018 ini Pemkab Jembrana awalnya membuat pengajuan, dan ada proses kajian serta penilaian dari tim Kemendikbud. "Kita ajukan tahun 2018. Untuk menentukan berhak dan tidaknya, ada tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujarnya.
Ditetapkannya kesenian jegog sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, ini juga menyusul tradisi makepung yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Nantinya, sejumlah kesenian, tradisi ataupun hal-hal lain yang merupakan asli Jembrana, juga akan diajukan untuk mendapat pengakuan.
"Rencananya nanti kami ajukan kuliner khas Jembrana, seperti bendu dan kuliner lainnya. Kita patut berbangga dengan adanya sertifikat ini. Karena ini juga menjadi hak paten," ujarnya. Jegog, menurut Alit, perlu dipatenkan karena sudah berkembang di sejumlah daerah. Bahkan, jegog juga sudah berkembang di luar negeri. Jika tidak dipatenkan maka khawatir akan diklaim sepihak oleh pihak lain.
Butuh perjuangan panjang untuk mendapatkan sertifikat WBTB dari Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI. Sederet persyaratan dan bukti harus disiapkan selama verifikasi. Sebab, verifikasi tidak hanya berupa administrasi atau berupa dokumen saja, tapi juga dilakukan verifikasi langsung di lapangan.
Sementara pawai budaya sebagai puncak perayaan HUT ke-124 Kota Negara tahun 2019, Minggu kemarin melibatkan sekitar 3.000 seniman dari lokal Jembrana hingga perwakilan seniman dari luar Bali dengan berbagai karya dan atraksi yang ditampilkan di panggung kehormatan, di simpang empat Jalan Sudirman, Negara.
Turut hadir menyaksikan sekaligus membuka pawai budaya ini Gubernur Bali, Wayan Koster, Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata, I Gede Pitana, Bupati Jembrana, I Putu Artha, serta Wabup Jembrana, I Made Kembang Hartawan, ditandai dengan pemukulan kendang mebarung. Sebagai penyambutan, ditampilkan tari cempaka putih yang merupakan tari penyambutan khas Jembrana.
Setelah pembukaan, ditampilkan fragmentari Purwa Nirartha yang menggambarkan kisah awal perjalanan Dang Hyang Nirarta dalam menyebarkan agama Hindu di Bali. Fragmentari tari yang menjadi pembuka atraksi dalam pawai budaya sebagai puncak perayaan HUT Kota Negara ini merupakan kolaborasi dari tiga sanggar seni, yakni Sanggar Seni Sana Sini, Sanggar Sangita Merdangga, serta Sanggar Seni Gayatri. Selanjutnya, disambung kirab lambang daerah Kabupaten Jembrana, barisan Jegeg Bagus Jembrana 2019, dan berbagai barisan lainnya.
Menariknya, juga ditampilkan barisan menggunakan pakaian Bhineka Tunggal Ika dari 34 provinsi yang menjadi simbol keragaman serta kekayaan budaya Nusantara. Bupati Artha dalam sambutannya, mengatakan, Kota Negara sebagai ibukota Kabupaten Jembrana, memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang dengan dinamika kehidupan masyarakatnya yang semakin berkembang secara berkesinambungan. Di usia yang ke-124 tahun 2019 ini, Kota Negara terus berbenah diri untuk menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pusat Pemerintahan maupun sebagai pusat perkembangan ekonomi, politik dan sosial budaya.
“Hal ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan dan kerja keras selama ini serta dukungan partisipasi dari segenap masyarakat dilandasi semangat perjuangan, persatuan dan kesatuan serta rasa kebersamaan di tengah-tengah kebhinekaan. Kondisi ini menjadikan suasana kehidupan kota dan masyarakat Kabupaten Jembrana semakin nyaman, rukun dan damai,” ujarnya.
Sementara dalam sambutannya, Gubernur Bali, Wayan Koster, mengatakan pembangunan budaya mesti dilakukan dengan komitmen serius mengingat budaya adalah modal utama masyarakat Bali. Gubernur Koster mengingatkan agar kebudayaan Bali dirawat dengan sebaik mungkin, mengingat Bali tidak memiliki sumber daya alam berupa tambang seperti gas, batu bara, minyak dan emas. “Kalau kita lalai dalam membangun budaya di Bali, suatu saat menurun habis, maka Bali sama saja dengan daerah lainnya,” kata Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini.
Gubernur Koster mengatakan daerah Bali mampu menjadi magnet yang mengundang wisatawan mancanegara untuk berkunjung, bukan disebabkan semata oleh keindahan alamnya. Namun alam yang dijiwai akan sumber nilai-nilai adat istiadat, tradisi, seni budaya dan kearifan lokal.
“Jadi oleh karena itu, penyelenggara pemerintahan di Bali bersama-sama masyarakat harus punya arah komitmen dan kebijakan tegas untuk memperkuat pembangunan kebudayaan di Bali. Karena itu visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali diisi penuh dengan kebudayaan,” ujar mantan anggota DPR RI dua periode ini.
Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini menambahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menegaskan bahwa kebudayaan itu merupakan investasi bukan harga atau biaya. Gubernur Koster mengatakan parade budaya Kota Negara memberi spirit untuk menggerakkan motivasi dan kesadaran masyarakat kabupaten ujung barat Bali ini dalam memajukan kebudayaan. Khususnya yang menjadi khas masyarakat Jembrana, seperti Jegog, Makepung serta yang lainnya. “Tentu saja harus selaras dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” sebutnya. *ode
1
Komentar