Abenkan 84 Sawa, Biaya Ditanggung Renteng Seluruh Krama Adat
Sisi Unik Pelaksanaan Ngaben Massal Kedua di Desa Adat Pinggan, Kecamatan Kintamani
Selain peturunan Rp 300.000 per KK, biaya ngaben massal di Desa Adat Pinggan juga berasal dari iuran dukacita Rp 20.000 tiap ada kematian yang dihimpun selama 5 tahun terakhir
BANGLI, NusaBali
Desa Adat Pinggan, Kecamatan Kintanani, Bangli untuk kali kedua sepanjang sejarah melaksanakan upacara pitra yadnya ngaben massal. Dalam ngaben massal kedua, yang puncaknya digelar pada Buda Paing Krulut, Rabu, 4 September 2019 besok, biaya upacara 84 sawa yang diabenkan ditanggung renteng seluruh krama adat.
Sesuai awig yang berlaku, upacara ngaben massal di Desa Adat Pinggan dilaksanakan 5 tahun sekali. Yang difasilitasi ikut dalam ngaben massal ini adalah seluruh krama Desa Adat Pinggan berjumlah sekitar 500 kepala keluarga (KK) dari 10 dadia.
Ngaben massal pertama dilaksanakan 1 Agustus 2014 silam, dengan mengupacarai sekitar 60 sawa (roh orang meninggal yang jenazahnya telah dikuburkan) disertai ngelungah (roh janin yang keguguran). Namanya juga pengalaman pertama, banyak yang dievaluasi dari pelaksanaan ngaben massal 5 tahun silam, termasuk soal pembiayaan.
Nah, nerdasarkan evaluasi tersebut, pelaksanaan ngaben massal kedua tahun 2019 ini diatur sedemikian rupa, sehingga krama pengarep (keluarga yang memiliki 84 sawa plus peserta ngelungah) dibebaskan dari biaya. Dengan begitu, mereka tidak merasa terbebani. Beban ditanggung bersama-sama seluruh krama adat.
Menurut Bebdesa Adat Pinggan, Jro Guru Made Seden, 52, seluruh biaya ngaben massal yang mencapai hampir Rp 1 miliar ditanggung renteng oleh krama adat. Rinciannya, seluruh krama adat berjumlah 500 KK (termasuk keluarga pemilik 84 sawa) kena peturunan masing-masing Rp 300.000. Bahkan, krama pengele (tetap melajang higga usia di atas 40 tahunan) pun kena peturunan sebesar Rp150.000 per orang.
Selain itu, kata Jro Guru Seden, seluruh krama adat berjumlah 500 KK juga kena iuran dukacita masing-mading Rp 20.000 setiap ada orang meninggal. Iuran dukacita ini dihimpun selama 5 tahun terakhir, pasca ngaben massal tahun 2014.
"Dengan pola pembiayaan seperti ini, setiap krama Desa Adat Pinggan ikut terlibat dalam pekasaanaan ngaben nassal. Mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas pelaksanaan upacara," jelas Jero Guru Seden kepada NusaBali di pusat lokasi persiapan uacara ngaben massal di Catus Pata Desa Pinggan, Senin (2/8) pagi.
Jro Guru Seden menyebutkan, sisi pembiayaan yang ditanggung renteng inilah yang membedakan dengan ngaben masasl perdana tahun 2014 silam. Kalau sebelumnya, krama pengarep (pemilik sawa) masih dibebani biaya lebih sekitar Rp 1 juta per KK dibanding krama adat. Sementara dalam ngaben massal tahun 2019 ini, nominal peturunan sama besar antara krama adat dan krama pengarep upacara.
Beban lebih bagi krama pengarep dalam ngaben massal kali ini hanya pepeson pis bolong (uang kepeng) dan kewajiban makemit tiap malam di lokasi persiapan upacara selama hampir tiga pekan.
Sedangkan unntuk persiapan ngaben massal, dilakukan krama adat secara gotong royong. "Inilah yang membedakan ngaben massal di Pinggan dengan desa adat lainnya di Bali. Mungkin model ini adalah yang pertama dan satu-satunya di Bali," sambung Manggala Upacara Ngaben Massal 2019, Jro Nengah Punia, 60.
Menurut Jro Nengah Punia, ngaben massal ini sangat meringan. Sebelum diberlakukannya ngaben massal, keluarga pemilik sawa harus keluar biaya hingga ratusan juta rupiah jika ngaben bah bangun (jenazah orang meninggal langsung diabenkan). Bahkan, dalam ngaben bersama yang dilaksanakan sebuah dadia dengan 30 sawa, misalnya, keluarga pengarep bisa habis masing-masing Rp 18 juta.
"Dulu banyak krama yang sampai jual tanah hanya untuk mengabenkan keluarganya yang neninggal," kenang Jro Nengah Punia. "Ya, kalau mereka masih punya tanah. Kalau tidak, bagaimana," lanjut tokoh yang juga menjabat Kelian Adat Banjar Pinggan, Desa Pinggan ini.
Sementara itu, ngaben massal yang digelar Desa Adat Pinggan tahun 2019 ini melibatkan 84 sawa dan puluhan roh janin ngelungah. Termasuk dalam 84 sawa itu adalah I Gede Wiradnyana, teruna yang meninggal mendadak akibat serangan jantung saat ikut mengarak bade ketika ngaben massal perdana, 1 Agustus 2014 silam.
Sawa-sawa yang duabenkan dalam ngaben masaal kali ini berasal dari 10 dadia di Desa Adat Pinggan. Rinciannya, dari Dadia Gelgel sebanyak 21 sawa, Dadia Dalem Tarukan (19 sawa), Dadia Bendesa Mas (13 sawa), Dadia Benculuk (12 sawa), Dadia Tangkas (8 sawa), Dadia Pande (3 sawa), Dadia Kayu Selem (3 sawa), Dadia Sulang (2 sawa), Dadia Celagi (2 sawa), dan Dadia Kayuan (1 sawa).
Ngaben massal kali ini menggunakan sebuah Bade dan sebuah Padma, dengan petalungan Lembu dan Singa. Bade berisi bale beratap di ujung atasnya dengan tinggi menjulang 15 meter, digunanakan untuk sawa umum. Sedangkan Padma (tanpa bale beratap) dengan tinggi sekitar 10 meter, khusus digunakan untuk sawa yang semasa hudupnya sudah pernah diupacarai mawinten, termasuk prajuru adat.
Prosesi pengarsian Bade dan Padma dalam ngaben massal di Desa Adat Pinggan ini rencananya dilakukan Rabu siang besok pukul 22.00 Wita. Bade, Padma, dan sarana ngaben lainnya diarak menuju Setra Desa Adat Pinggan yang berjarak sekitar 2,5 kilometer arah selatan dari catus pata. Seluruh krama, termasuk yang berada di perantauan, pun sudah gotong royong memperbaiki jalan menuju setra, Selasa (24/8) lalu.
Sedangkan upacara ritual ngeplugin (membangunkan roh jenazah yang diabenkan) dan katur bakti giri pati telah dilaksanakan di Setra Desa Adat Pinggan pada Radite Wage Krulut, Minggu (1/9). Dilanjut sore harinya dengan ritual mersihin sawa di lokasi pusat persiapan upacara ngaben massal. Rangkaian upacara hari itu juga diikuti seluruh krama Desa Adat Pinggan.
Sementara, upacara ngaskara wayang telah dilaksanakan pada Soma Kliwon Krulut, Senin kemarin. Dilanjut dengan ritual nangkilang pitra pada Anggara Umanis Krulut, Selasa (3/9) ini, sehatri jelang puncak upacara ngaben massal. Sedangkan upacara nganyut nyegara gunung akan dilaksanakan pada Saniscara Kliwon Krulut, Sabtu (7/9) depan. Terakhir, upacara ngelinggihan dewa hyang di pura dadia masing-masing dilaksanakan pada Soma paing Merakih, Senin (10/9) mendatang. *nar
Sesuai awig yang berlaku, upacara ngaben massal di Desa Adat Pinggan dilaksanakan 5 tahun sekali. Yang difasilitasi ikut dalam ngaben massal ini adalah seluruh krama Desa Adat Pinggan berjumlah sekitar 500 kepala keluarga (KK) dari 10 dadia.
Ngaben massal pertama dilaksanakan 1 Agustus 2014 silam, dengan mengupacarai sekitar 60 sawa (roh orang meninggal yang jenazahnya telah dikuburkan) disertai ngelungah (roh janin yang keguguran). Namanya juga pengalaman pertama, banyak yang dievaluasi dari pelaksanaan ngaben massal 5 tahun silam, termasuk soal pembiayaan.
Nah, nerdasarkan evaluasi tersebut, pelaksanaan ngaben massal kedua tahun 2019 ini diatur sedemikian rupa, sehingga krama pengarep (keluarga yang memiliki 84 sawa plus peserta ngelungah) dibebaskan dari biaya. Dengan begitu, mereka tidak merasa terbebani. Beban ditanggung bersama-sama seluruh krama adat.
Menurut Bebdesa Adat Pinggan, Jro Guru Made Seden, 52, seluruh biaya ngaben massal yang mencapai hampir Rp 1 miliar ditanggung renteng oleh krama adat. Rinciannya, seluruh krama adat berjumlah 500 KK (termasuk keluarga pemilik 84 sawa) kena peturunan masing-masing Rp 300.000. Bahkan, krama pengele (tetap melajang higga usia di atas 40 tahunan) pun kena peturunan sebesar Rp150.000 per orang.
Selain itu, kata Jro Guru Seden, seluruh krama adat berjumlah 500 KK juga kena iuran dukacita masing-mading Rp 20.000 setiap ada orang meninggal. Iuran dukacita ini dihimpun selama 5 tahun terakhir, pasca ngaben massal tahun 2014.
"Dengan pola pembiayaan seperti ini, setiap krama Desa Adat Pinggan ikut terlibat dalam pekasaanaan ngaben nassal. Mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas pelaksanaan upacara," jelas Jero Guru Seden kepada NusaBali di pusat lokasi persiapan uacara ngaben massal di Catus Pata Desa Pinggan, Senin (2/8) pagi.
Jro Guru Seden menyebutkan, sisi pembiayaan yang ditanggung renteng inilah yang membedakan dengan ngaben masasl perdana tahun 2014 silam. Kalau sebelumnya, krama pengarep (pemilik sawa) masih dibebani biaya lebih sekitar Rp 1 juta per KK dibanding krama adat. Sementara dalam ngaben massal tahun 2019 ini, nominal peturunan sama besar antara krama adat dan krama pengarep upacara.
Beban lebih bagi krama pengarep dalam ngaben massal kali ini hanya pepeson pis bolong (uang kepeng) dan kewajiban makemit tiap malam di lokasi persiapan upacara selama hampir tiga pekan.
Sedangkan unntuk persiapan ngaben massal, dilakukan krama adat secara gotong royong. "Inilah yang membedakan ngaben massal di Pinggan dengan desa adat lainnya di Bali. Mungkin model ini adalah yang pertama dan satu-satunya di Bali," sambung Manggala Upacara Ngaben Massal 2019, Jro Nengah Punia, 60.
Menurut Jro Nengah Punia, ngaben massal ini sangat meringan. Sebelum diberlakukannya ngaben massal, keluarga pemilik sawa harus keluar biaya hingga ratusan juta rupiah jika ngaben bah bangun (jenazah orang meninggal langsung diabenkan). Bahkan, dalam ngaben bersama yang dilaksanakan sebuah dadia dengan 30 sawa, misalnya, keluarga pengarep bisa habis masing-masing Rp 18 juta.
"Dulu banyak krama yang sampai jual tanah hanya untuk mengabenkan keluarganya yang neninggal," kenang Jro Nengah Punia. "Ya, kalau mereka masih punya tanah. Kalau tidak, bagaimana," lanjut tokoh yang juga menjabat Kelian Adat Banjar Pinggan, Desa Pinggan ini.
Sementara itu, ngaben massal yang digelar Desa Adat Pinggan tahun 2019 ini melibatkan 84 sawa dan puluhan roh janin ngelungah. Termasuk dalam 84 sawa itu adalah I Gede Wiradnyana, teruna yang meninggal mendadak akibat serangan jantung saat ikut mengarak bade ketika ngaben massal perdana, 1 Agustus 2014 silam.
Sawa-sawa yang duabenkan dalam ngaben masaal kali ini berasal dari 10 dadia di Desa Adat Pinggan. Rinciannya, dari Dadia Gelgel sebanyak 21 sawa, Dadia Dalem Tarukan (19 sawa), Dadia Bendesa Mas (13 sawa), Dadia Benculuk (12 sawa), Dadia Tangkas (8 sawa), Dadia Pande (3 sawa), Dadia Kayu Selem (3 sawa), Dadia Sulang (2 sawa), Dadia Celagi (2 sawa), dan Dadia Kayuan (1 sawa).
Ngaben massal kali ini menggunakan sebuah Bade dan sebuah Padma, dengan petalungan Lembu dan Singa. Bade berisi bale beratap di ujung atasnya dengan tinggi menjulang 15 meter, digunanakan untuk sawa umum. Sedangkan Padma (tanpa bale beratap) dengan tinggi sekitar 10 meter, khusus digunakan untuk sawa yang semasa hudupnya sudah pernah diupacarai mawinten, termasuk prajuru adat.
Prosesi pengarsian Bade dan Padma dalam ngaben massal di Desa Adat Pinggan ini rencananya dilakukan Rabu siang besok pukul 22.00 Wita. Bade, Padma, dan sarana ngaben lainnya diarak menuju Setra Desa Adat Pinggan yang berjarak sekitar 2,5 kilometer arah selatan dari catus pata. Seluruh krama, termasuk yang berada di perantauan, pun sudah gotong royong memperbaiki jalan menuju setra, Selasa (24/8) lalu.
Sedangkan upacara ritual ngeplugin (membangunkan roh jenazah yang diabenkan) dan katur bakti giri pati telah dilaksanakan di Setra Desa Adat Pinggan pada Radite Wage Krulut, Minggu (1/9). Dilanjut sore harinya dengan ritual mersihin sawa di lokasi pusat persiapan upacara ngaben massal. Rangkaian upacara hari itu juga diikuti seluruh krama Desa Adat Pinggan.
Sementara, upacara ngaskara wayang telah dilaksanakan pada Soma Kliwon Krulut, Senin kemarin. Dilanjut dengan ritual nangkilang pitra pada Anggara Umanis Krulut, Selasa (3/9) ini, sehatri jelang puncak upacara ngaben massal. Sedangkan upacara nganyut nyegara gunung akan dilaksanakan pada Saniscara Kliwon Krulut, Sabtu (7/9) depan. Terakhir, upacara ngelinggihan dewa hyang di pura dadia masing-masing dilaksanakan pada Soma paing Merakih, Senin (10/9) mendatang. *nar
Komentar