Komnas HAM Berharap Eutanasia Dilegalkan
Rancangan Undang-Undang KUHP tetap mempidanakan eutanasia, yakni tindakan membunuh dengan sengaja terhadap orang yang sakit berat atas pemintaan si sakit itu sendiri.
JAKARTA, NusaBali
Namun RUU KUHP mengurangi hukuman eutanasia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap lebih jauh agar Indonesia melegalkan eutanasia.
"Komnas HAM berharap dalam kondisi tertentu, ada prosedur yang legitimate, eutanasia diperbolehkan," kata komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Selasa (3/9) seperti dilansir detik.
Komnas HAM mendasarkan harapannya pada perkembangan hukum dunia internasional. Menurutnya, banyak negara yang telah mulai melegalisasi eutanasia. Indonesia perlu menuju arah perkembangan yang sama.
"Perkembangan hukum mengarah pada legalisasi eutanasia, dengan alasan kesehatan yang ketat dan merupakan pilihan sukarela atas itu. Pelaksanaannya pun diatur sedemikian rupa untuk memastikan kondisi, pilihan sukarela, dan prosedur yang akan digunakan," tutur Choirul.
Dalam RUU KUHP, ancaman pidana untuk pidana eutanasia menjadi lebih ringan. yakni maksimal 9 tahun penjara. Dalam KUHP saat ini, ancaman maksimalnya 12 tahun penjara.
"Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun," demikian bunyi Pasal 469 RUU KUHP sebagaimana dikutip detik, Selasa (3/9).
"Diskursus HAM arahnya ke sana (legalisasi eutanasia). Ini sebenarnya menjadi kesempatan Indonesia untuk ke arah sana," kata Choirul.
Sekadar diketahui beberapa negara telah menghapus euthanasia dari daftar kejahatannya. Salah satunya di Belgia. Seperti kasus seorang anak Belgia berusia 9 tahun penderita tumor otak menjadi pasien termuda yang mengakhiri hidupnya melalui program euthanasia pada 2018. Adapun di Belanda, hanya memperbolehkan pasien yang berumur di atas 12 tahun yang boleh mengajukan permohonan suntik mati.
Pada November 2017, Victoria menjadi wilayah pertama Australia yang melegalkan kematian dengan bantuan bagi para pasien yang menderita sakit parah. Mulai pertengahan 2019, pasien berhak meminta obat demi mengakhiri hidup.
Di Indonesia, warga Bogor, Panca Satrya mengajukan permohonan euthanasia atas istrinya, Agian Isna pada 2004 ke pengadilan tapi ditolak. Agian mengalami kerusakan saraf permanen di otak.
Pada 2017, Berlin Silalahi yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh untuk diizinkan euthanasia. Ia mengalami lumpuh dan menderita sakit kronis. Permohonan tersebut ditolak. *
"Komnas HAM berharap dalam kondisi tertentu, ada prosedur yang legitimate, eutanasia diperbolehkan," kata komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Selasa (3/9) seperti dilansir detik.
Komnas HAM mendasarkan harapannya pada perkembangan hukum dunia internasional. Menurutnya, banyak negara yang telah mulai melegalisasi eutanasia. Indonesia perlu menuju arah perkembangan yang sama.
"Perkembangan hukum mengarah pada legalisasi eutanasia, dengan alasan kesehatan yang ketat dan merupakan pilihan sukarela atas itu. Pelaksanaannya pun diatur sedemikian rupa untuk memastikan kondisi, pilihan sukarela, dan prosedur yang akan digunakan," tutur Choirul.
Dalam RUU KUHP, ancaman pidana untuk pidana eutanasia menjadi lebih ringan. yakni maksimal 9 tahun penjara. Dalam KUHP saat ini, ancaman maksimalnya 12 tahun penjara.
"Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun," demikian bunyi Pasal 469 RUU KUHP sebagaimana dikutip detik, Selasa (3/9).
"Diskursus HAM arahnya ke sana (legalisasi eutanasia). Ini sebenarnya menjadi kesempatan Indonesia untuk ke arah sana," kata Choirul.
Sekadar diketahui beberapa negara telah menghapus euthanasia dari daftar kejahatannya. Salah satunya di Belgia. Seperti kasus seorang anak Belgia berusia 9 tahun penderita tumor otak menjadi pasien termuda yang mengakhiri hidupnya melalui program euthanasia pada 2018. Adapun di Belanda, hanya memperbolehkan pasien yang berumur di atas 12 tahun yang boleh mengajukan permohonan suntik mati.
Pada November 2017, Victoria menjadi wilayah pertama Australia yang melegalkan kematian dengan bantuan bagi para pasien yang menderita sakit parah. Mulai pertengahan 2019, pasien berhak meminta obat demi mengakhiri hidup.
Di Indonesia, warga Bogor, Panca Satrya mengajukan permohonan euthanasia atas istrinya, Agian Isna pada 2004 ke pengadilan tapi ditolak. Agian mengalami kerusakan saraf permanen di otak.
Pada 2017, Berlin Silalahi yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh untuk diizinkan euthanasia. Ia mengalami lumpuh dan menderita sakit kronis. Permohonan tersebut ditolak. *
1
Komentar