Pekerja Sosial Asing Harus Bisa Berbahasa Indonesia
Rancangan undang-undang Pekerja Sosial resmi disahkan oleh DPR RI menjadi undang-undang (UU).
JAKARTA, NusaBali
Menurut anggota Komisi VIII yang antara lain membidangi masalah sosial, I Gusti Agung Putri Astrid Kartika atau biasa disapa Gung Astrid, salah satu yang diatur dalam UU tersebut adalah mengenai pekerja sosial asing.
"Pekerja sosial asing yang praktik atau bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Selain itu, mereka harus punya sertifikat kompetensi dan izin," ujar Gung Astrid kepada NusaBali usai Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Selasa (3/9).
Izin bisa mereka peroleh dari Kementerian Tenaga Kerja serta pemda di tempat mereka melakukan praktik kerja sosial.
Gung Astrid mengatakan, Pekerja sosial asing diatur dalam UU, karena pekerja sosial merupakan pekerjaan lintas negara.
Dengan diaturnya pekerja sosial asing, dapat mengurangi jumlah orang asing yang tidak terdaftar. Plus membuka peluang bagi pekerja sosial di Indonesia untuk berkiprah di negeri sendiri. Disamping itu, dapat melindungi masyarakat setempat.
"Adanya UU ini pula, membuat masyarakat terlindungi dan punya kekuatan. Sebab, dapat melatih mereka agar tidak sekadar menerima bantuan dan membuka diri. Melainkan bisa menanyakan, apakah pekerja sosial asing tersebut memiliki kompetensi atau tidak," tegas Gung Astrid.
Secara keseluruhan, kata Gung Astrid, UU Pekerja Sosial melindungi pekerja sosial di tanah air serta memberi perlindungan kepada masyarakat dalam mendapat bantuan dari para pekerja sosial yang berkompeten. Oleh karena itu, dia sangat bersyukur UU Pekerja Sosial telah disahkan.
"Bersyukur UU ini disahkan. Sebab, UU ini disusun ditengah-tengah kealotan dalam sidang. UU ini merupakan tahap awal untuk melindungi pekerja sosial dan memastikan kualitas mereka, lantaran kami membuat standar kompetensi mereka," papar politisi dari PDI Perjuangan ini.
Pekerja sosial setidaknya adalah lulusan sarjana kesejahteraan sosial. Mereka juga dapat meningkatkan kompetensinya dengan menempuh pendidikan ke program pasca sarjana. Dengan begitu, pekerja sosial memiliki pengetahuan dalam menangani masalah-masalah sosial. *k22
"Pekerja sosial asing yang praktik atau bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Selain itu, mereka harus punya sertifikat kompetensi dan izin," ujar Gung Astrid kepada NusaBali usai Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Selasa (3/9).
Izin bisa mereka peroleh dari Kementerian Tenaga Kerja serta pemda di tempat mereka melakukan praktik kerja sosial.
Gung Astrid mengatakan, Pekerja sosial asing diatur dalam UU, karena pekerja sosial merupakan pekerjaan lintas negara.
Dengan diaturnya pekerja sosial asing, dapat mengurangi jumlah orang asing yang tidak terdaftar. Plus membuka peluang bagi pekerja sosial di Indonesia untuk berkiprah di negeri sendiri. Disamping itu, dapat melindungi masyarakat setempat.
"Adanya UU ini pula, membuat masyarakat terlindungi dan punya kekuatan. Sebab, dapat melatih mereka agar tidak sekadar menerima bantuan dan membuka diri. Melainkan bisa menanyakan, apakah pekerja sosial asing tersebut memiliki kompetensi atau tidak," tegas Gung Astrid.
Secara keseluruhan, kata Gung Astrid, UU Pekerja Sosial melindungi pekerja sosial di tanah air serta memberi perlindungan kepada masyarakat dalam mendapat bantuan dari para pekerja sosial yang berkompeten. Oleh karena itu, dia sangat bersyukur UU Pekerja Sosial telah disahkan.
"Bersyukur UU ini disahkan. Sebab, UU ini disusun ditengah-tengah kealotan dalam sidang. UU ini merupakan tahap awal untuk melindungi pekerja sosial dan memastikan kualitas mereka, lantaran kami membuat standar kompetensi mereka," papar politisi dari PDI Perjuangan ini.
Pekerja sosial setidaknya adalah lulusan sarjana kesejahteraan sosial. Mereka juga dapat meningkatkan kompetensinya dengan menempuh pendidikan ke program pasca sarjana. Dengan begitu, pekerja sosial memiliki pengetahuan dalam menangani masalah-masalah sosial. *k22
Komentar