Jumlah Krama Pangempon Turun Temurun Hanya 3 KK
Setiapkali piodalan, Ida Batara di Pura Dadia Bumbungan selalu nyejer selama 4 hari. Selama itu pula, tidak pernah ada kegiatan hiburan, sementara krama yang makemit juga hanya 3 orang
Keunikan Pura Dadia Bumbungan di Banjar Belong, Desa Pakraman Ulakan, Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Boleh jadi, inilah salah satu pura paling unik di Bali, bahkan di dunia. Bayangnya, Pura Dadia Bumbungan yang berlokasi di perbukitan Banjar Belong, Desa Pakraman Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem secara turun temurun hanya diempon 3 kepala keluarga (KK). Kenapa?
Faktor utama penyebab minimnya pangempon Pura Dadia Bumbungan, Desa Pakraman Ulakan ini adalah karena krama pangemponnya kesulitan mengembangkan keturunan. Menurut Kelian sekaligus Pamangku Pura Dadia Bumbungan, Jro Mangku Nengah Kukuh, berbagai upaya niskala telah dilakukan untuk membedah misteri sulitnya mengembangkan keturunan bagi krama pangempon ini. Termasuk di antaranya menggelar ritual ngewacakang (menanyakan secara niskala). “Tapi, entah kenapa, kami tidak pernah mendapat jawaban secara niskala terkait sulitnya krama pangempon mengembangkan keturunan. Karenanya, secara turun temurun krama pangempun Pura Dadia Bumbungan hanya kisaran 3 KK,” ungkap Jro Mangku Kukuh kepada NusaBali di Amlapura, Senin (27/6) lalu.
Saat ini, 3 KK krama pangempon Pura Dadia Bumbungan adalah keluarga I Kadek Suyasa, keluarga Jro Mangku Kukuh, dan keluarga I Putu Ngurah Suantara. Jro Mangku Kukuh sendiri dikaruniai 4 anak. Dari 4 anaknya itu, hanya seorang yang laki-laki alias kelak meneruskan sebagai krama pangempon Pura Dadia Bumbungan. Sedangkan Kadek Suyasa memiliki dua anak. Sebaliknya, Putu Suantara hanya dikaruniai seorang anak perempuan. “Secara keseluruhan, 3 KK krama pangempon pura berjumlah 15 jiwa, mulai orangtua hingga anak balita,” jelas Jro Mangku Kukuh.
Jro Mangku Kukuh mengisahkan, kakaknya sempat sampai tiga kali menikah. Namun, dalam dua pernikahan pertama, kakaknya itu tidak memiliki keturunan. Barulah setelah menikahi istri ketiga, yang bersangkutan dikaruniai keturunan.
“Kami selalu kesulitan mengembangkan keturunan. Ayah saya hanya memiliki keturunan seorang laki-laki yakni saya sendiri. Sedangkan kakek saya juga memiliki keturunan seorang anak lelaki. Begitu seterusnya, sehingga pangempon Pura Dadia Bumbungan bertahan hanya 3 KK,” katanya.
Terkait persoalan tersebut, menurut Jro Mangku Kukuh, sempat dilakukan ritual ngewacakang ke Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Namun, pihaknya tidak mendapat jawaban pasti soal sulitnya mendapatkan keturunan. Padahal, Pura Dadia Bumbungan tersebut memiliki tanah pelaba pura cukup luas dan sangat banyak memiliki penggarap.
Menurut Jro Mangku Kukuh, fenomena krama pangempon Pura Dadia Bumbungan yang mentok berjumlah kisaran 3 KK ini sudah berlangsung selama hampir setengah abad, sejak tahun 1967 silam. “Saat itulah (tahun 1967) terakhir kali kami menggelar Karya Mamungkah lan Nubung Daging,” papar Jro Mangku Kukuh.
Karya piodalan Pura Dadia Bumbungan dilaksanakan setahun sekali pada Purnamaning Kapat. Menurut Jro Mangku Kukuh, daloam setiapkali piodalan, mereka yang bertugas membuat banten keperluan upacara selalu dibagi tiga, sesuai jumlah krama pangempon. Jro Mangku Kukuh selaku pamangku dan sekaligus Kelian Pura Dadia Bumbungan, dapat tugas tambahan muput upacara, selain juga jadi tukang bersih pura.
Awalnya, kata Jro Mangku Kukuh, piodalan di Pura Dadia Bumbungan dilaksanakan dua kali dalam setahun, masing-masing pada Buda Wage Kelawu dan Purnamaning Kapat. Namun, mengingat krama pangemponnya hanya 3 KK, mereka kewalahan melaksanakan piodalan dua kali setahun. Akhirnya, mereka sepakat menggelar piodalan sekali saja dalam setahun.
Setiapkali piodalan, Ida Batara di Pura Dadia Bumbungan selalu nyejer selama 4 hari. Selama itu pula, tidak pernah ada kegiatan hiburan, sementara krama yang makemit (bermalam di pura) juga hanya 3 orang. “Tapi, dalam hal menuntaskan rangkaian upacara, kami yang berjumlah 3 KK tetap sibuk,” papar Jro Mangku Kukuh. 7 k16
AMLAPURA, NusaBali
Boleh jadi, inilah salah satu pura paling unik di Bali, bahkan di dunia. Bayangnya, Pura Dadia Bumbungan yang berlokasi di perbukitan Banjar Belong, Desa Pakraman Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem secara turun temurun hanya diempon 3 kepala keluarga (KK). Kenapa?
Faktor utama penyebab minimnya pangempon Pura Dadia Bumbungan, Desa Pakraman Ulakan ini adalah karena krama pangemponnya kesulitan mengembangkan keturunan. Menurut Kelian sekaligus Pamangku Pura Dadia Bumbungan, Jro Mangku Nengah Kukuh, berbagai upaya niskala telah dilakukan untuk membedah misteri sulitnya mengembangkan keturunan bagi krama pangempon ini. Termasuk di antaranya menggelar ritual ngewacakang (menanyakan secara niskala). “Tapi, entah kenapa, kami tidak pernah mendapat jawaban secara niskala terkait sulitnya krama pangempon mengembangkan keturunan. Karenanya, secara turun temurun krama pangempun Pura Dadia Bumbungan hanya kisaran 3 KK,” ungkap Jro Mangku Kukuh kepada NusaBali di Amlapura, Senin (27/6) lalu.
Saat ini, 3 KK krama pangempon Pura Dadia Bumbungan adalah keluarga I Kadek Suyasa, keluarga Jro Mangku Kukuh, dan keluarga I Putu Ngurah Suantara. Jro Mangku Kukuh sendiri dikaruniai 4 anak. Dari 4 anaknya itu, hanya seorang yang laki-laki alias kelak meneruskan sebagai krama pangempon Pura Dadia Bumbungan. Sedangkan Kadek Suyasa memiliki dua anak. Sebaliknya, Putu Suantara hanya dikaruniai seorang anak perempuan. “Secara keseluruhan, 3 KK krama pangempon pura berjumlah 15 jiwa, mulai orangtua hingga anak balita,” jelas Jro Mangku Kukuh.
Jro Mangku Kukuh mengisahkan, kakaknya sempat sampai tiga kali menikah. Namun, dalam dua pernikahan pertama, kakaknya itu tidak memiliki keturunan. Barulah setelah menikahi istri ketiga, yang bersangkutan dikaruniai keturunan.
“Kami selalu kesulitan mengembangkan keturunan. Ayah saya hanya memiliki keturunan seorang laki-laki yakni saya sendiri. Sedangkan kakek saya juga memiliki keturunan seorang anak lelaki. Begitu seterusnya, sehingga pangempon Pura Dadia Bumbungan bertahan hanya 3 KK,” katanya.
Terkait persoalan tersebut, menurut Jro Mangku Kukuh, sempat dilakukan ritual ngewacakang ke Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Namun, pihaknya tidak mendapat jawaban pasti soal sulitnya mendapatkan keturunan. Padahal, Pura Dadia Bumbungan tersebut memiliki tanah pelaba pura cukup luas dan sangat banyak memiliki penggarap.
Menurut Jro Mangku Kukuh, fenomena krama pangempon Pura Dadia Bumbungan yang mentok berjumlah kisaran 3 KK ini sudah berlangsung selama hampir setengah abad, sejak tahun 1967 silam. “Saat itulah (tahun 1967) terakhir kali kami menggelar Karya Mamungkah lan Nubung Daging,” papar Jro Mangku Kukuh.
Karya piodalan Pura Dadia Bumbungan dilaksanakan setahun sekali pada Purnamaning Kapat. Menurut Jro Mangku Kukuh, daloam setiapkali piodalan, mereka yang bertugas membuat banten keperluan upacara selalu dibagi tiga, sesuai jumlah krama pangempon. Jro Mangku Kukuh selaku pamangku dan sekaligus Kelian Pura Dadia Bumbungan, dapat tugas tambahan muput upacara, selain juga jadi tukang bersih pura.
Awalnya, kata Jro Mangku Kukuh, piodalan di Pura Dadia Bumbungan dilaksanakan dua kali dalam setahun, masing-masing pada Buda Wage Kelawu dan Purnamaning Kapat. Namun, mengingat krama pangemponnya hanya 3 KK, mereka kewalahan melaksanakan piodalan dua kali setahun. Akhirnya, mereka sepakat menggelar piodalan sekali saja dalam setahun.
Setiapkali piodalan, Ida Batara di Pura Dadia Bumbungan selalu nyejer selama 4 hari. Selama itu pula, tidak pernah ada kegiatan hiburan, sementara krama yang makemit (bermalam di pura) juga hanya 3 orang. “Tapi, dalam hal menuntaskan rangkaian upacara, kami yang berjumlah 3 KK tetap sibuk,” papar Jro Mangku Kukuh. 7 k16
1
Komentar