Rakyat Masih Mengarah ke Figur Ketimbang Parpol
Trend Pileg 2019 Serupa di Pilkada Serentak 2020
Partai politik (parpol) masih tidak digubris oleh masyarakat dalam hajatan pemilu.
DENPASAR, NusaBali
Survei pasca Pileg/Pilpres 17 April 2019 yang dirilis Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masyarakat masih cenderung mencoblos nama calon legislatif (caleg) ketimbang nama partai politik. Informasi yang dihimpun NusaBali, Jumat (6/9), dari hasil survei dan evaluasi pasca Pileg/Pilpres 2019 oleh LIPI yang kini dikantongi KPU seluruh Indonesia tersebut, sebanyak 65 persen masyarakat pemilih mencoblos caleg dan 35 persen saja yang mencoblos partai politik.
Dalam survei yang menyasar 1.500 responden dengan pola menyasar kalangan tokoh masyarakat, akademisi, politisi, jurnalis, pengusaha, tokoh agama, budayawan mengambil sample di DKI Jakarta, Pontianak, Kalimantan Barat, Padang, Sumatra Barat, Surabaya (Jawa Timur), dan Makassar (Sulawesi Selatan), survei yang memiliki margin of error 2,53 persen tersebut dilakukan dengan tatap muka (face to face interview). Hasilnya rakyat cenderung mencoblos caleg (65 persen). Ada lima alasannya, yakni, pertama karena caleg sudah terbukti kinerjanya (20,5 persen); kedua, karena pemilih mendapatkan tawaran program langsung oleh caleg (17,5 persen); ketiga, karena hanya tahu nama caleg tersebut (15,4 persen); keempat, karena tidak ada alasan tertentu (9,9 persen); kelima, karena mengikuti pilihan keluarga (7,1 persen).
Sementara sebanyak 35 persen rakyat mencoblos partai politik, karena, pertama, menyukai partai tersebut (26,4 persen); kedua, karena partai tersebut mencalonkan capres-cawapres (16,9 persen); ketiga, karena tidak ada alasan tertentu (14,4 persen); keempat, karena menyukai program partai (11,7 persen); kelima, karena keluarga memilih partai (6,7 persen).
Selain melakukan evaluasi terhadap pilihan rakyat di Pileg dan Pilpres 2019, dalam survei dan evaluasi pasca Pileg 2019 LIPI, kecenderungan rakyat susah dalam menentukan pilihan, karena adanya 5 surat suara dan pemilu serentak (Pileg/Pilpres 2019). Sebanyak 74 persen responden setuju Pileg 2019 menyulitkan rakyat memilih. Sementara 24 persen menyatakan sebaliknya. Sedangkan menjawab tidak tahu sebesar 2 persen.
Tren masyarakat masih memilih figur ketimbang partai politik ini diperkirakan akan tetap terjadi di Pilkada 2020 mendatang. Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Dr Nyoman Subanda, mengatakan Pileg/Pilpres 2019 tidak akan berbeda dengan Pilkada 2020, di mana partai politik masih diabaikan. Sebab rakyat begitu apatisnya dengan partai politik.
“Saya juga punya hasil penelitian yang dilakukan teman-teman akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Sekarang ini rakyat masih apatis dengan parpol. Artinya, tingkat kepercayaan kepada partai politik turun,” ujar Subanda, Jumat (6/9).
Di pilkada nanti pilihan figur masih menjadi andalam bagi partai pengusung untuk bisa menang di Pilkada serentak 2020 mendatang. Karena figur yang mampu menyedot hati rakyat itulah yang akan dipilih. Figur yang memiliki investasi sosial yang bagus, visi misi bagus, program kerja yang diyakini bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat.
“Kalau di pileg mungkin caleg yang punya investasi sosial dan bansos cenderung dipilih rakyat. Di pilkada nanti pastilah figur yang punya nama nama baik, bermasyarakat atau investasi sosial,” tutur Subanda.
Sehingga ini menjadi sebuah evaluasi bagi partai politik yang sudah pernah mengusung figur calon di pilkada sebelumnya. “Kalau mau menang maka pintar-pintar memilih dan mengusung figur calon di Pilkada 2020,” kata Subanda. *nat
Dalam survei yang menyasar 1.500 responden dengan pola menyasar kalangan tokoh masyarakat, akademisi, politisi, jurnalis, pengusaha, tokoh agama, budayawan mengambil sample di DKI Jakarta, Pontianak, Kalimantan Barat, Padang, Sumatra Barat, Surabaya (Jawa Timur), dan Makassar (Sulawesi Selatan), survei yang memiliki margin of error 2,53 persen tersebut dilakukan dengan tatap muka (face to face interview). Hasilnya rakyat cenderung mencoblos caleg (65 persen). Ada lima alasannya, yakni, pertama karena caleg sudah terbukti kinerjanya (20,5 persen); kedua, karena pemilih mendapatkan tawaran program langsung oleh caleg (17,5 persen); ketiga, karena hanya tahu nama caleg tersebut (15,4 persen); keempat, karena tidak ada alasan tertentu (9,9 persen); kelima, karena mengikuti pilihan keluarga (7,1 persen).
Sementara sebanyak 35 persen rakyat mencoblos partai politik, karena, pertama, menyukai partai tersebut (26,4 persen); kedua, karena partai tersebut mencalonkan capres-cawapres (16,9 persen); ketiga, karena tidak ada alasan tertentu (14,4 persen); keempat, karena menyukai program partai (11,7 persen); kelima, karena keluarga memilih partai (6,7 persen).
Selain melakukan evaluasi terhadap pilihan rakyat di Pileg dan Pilpres 2019, dalam survei dan evaluasi pasca Pileg 2019 LIPI, kecenderungan rakyat susah dalam menentukan pilihan, karena adanya 5 surat suara dan pemilu serentak (Pileg/Pilpres 2019). Sebanyak 74 persen responden setuju Pileg 2019 menyulitkan rakyat memilih. Sementara 24 persen menyatakan sebaliknya. Sedangkan menjawab tidak tahu sebesar 2 persen.
Tren masyarakat masih memilih figur ketimbang partai politik ini diperkirakan akan tetap terjadi di Pilkada 2020 mendatang. Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Dr Nyoman Subanda, mengatakan Pileg/Pilpres 2019 tidak akan berbeda dengan Pilkada 2020, di mana partai politik masih diabaikan. Sebab rakyat begitu apatisnya dengan partai politik.
“Saya juga punya hasil penelitian yang dilakukan teman-teman akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Sekarang ini rakyat masih apatis dengan parpol. Artinya, tingkat kepercayaan kepada partai politik turun,” ujar Subanda, Jumat (6/9).
Di pilkada nanti pilihan figur masih menjadi andalam bagi partai pengusung untuk bisa menang di Pilkada serentak 2020 mendatang. Karena figur yang mampu menyedot hati rakyat itulah yang akan dipilih. Figur yang memiliki investasi sosial yang bagus, visi misi bagus, program kerja yang diyakini bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat.
“Kalau di pileg mungkin caleg yang punya investasi sosial dan bansos cenderung dipilih rakyat. Di pilkada nanti pastilah figur yang punya nama nama baik, bermasyarakat atau investasi sosial,” tutur Subanda.
Sehingga ini menjadi sebuah evaluasi bagi partai politik yang sudah pernah mengusung figur calon di pilkada sebelumnya. “Kalau mau menang maka pintar-pintar memilih dan mengusung figur calon di Pilkada 2020,” kata Subanda. *nat
1
Komentar