Desa Adat Kubutambahan Lepas Tanah 370,89 Ha
Penuhi Kebutuhan Lahan Bandara Internasional Bali Utara
Hari ini, Gubernur Koster sampaikan kesepakatan prajuru Desa Adat Kubutambahan kepada Menteri Perhubungan dalam rapat di Jakarta
DENPASAR, NusaBali
Desa Adat Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng telah membuat kesepakatan terkait pemanfaatan lahan adat untuk pembangu-nan Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan. Desa Adat Kubutambahan sepakat menyerahkan tanah duwe Pura Desa seluas 370,89 hektare. Sedangkan Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng nantinya akan menyelesaikan persoalan legalitas dari tanah duwe Pura Desa yang masih dikontrakkan ke pihak ketiga tersebut.
Kesepakatan melepas 370,89 hektare tanah adat untuk pembangunan Bandara Internasional Bali Utara ini disampaikan prajuru Desa Adat Kubutambahan dalam pertemuan dengan Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana di Rumah Jabatan Gubernur Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Minggu (8/9). Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra juga hadir.
Dalam pertemuan kemarin, Bendesa Adat Kubutambahan Jero Paske Ketut Warkadea hadir bersama prajuru dan 38 Krama Desa Linggih. Jero Pasek Warkadea menyampaiķan aspirasi dengan menyerahkan surat Kesepakatan Penyerahan Pemanfaatan Lahan Duwe Pura Desa Adat Kubutambahan seluas 370,89 hektare kepada Pemprov Bali dan instansi terkait, untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara.
Surat pernyataan dukung pembangunan Bandara Internasional Bali Utara tertanggal 6 September 2019 dengan melepas tahan duwe pura itu ditandantangani langsung Bendesa Adat Kubutambahan Jero Pasek Warkadea dan Penyarikan Desa Adat Kubutambahan, Jero Made Putu Kerta. Ini memperkuat surat pernyataan dukungan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan tertanggal 16 Februari 2019 lalu dari Prajuru Desa Adat Kubutambahan.
Jero Pasek Warkadea menjelaskan, penyampaian kesepakatan tersebut untuk mempercepat terealisasinya pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan, sehingga nantinya bisa memberikan dampak peningkatan ekonomi khususnya bagi krama setempat. Kendala yang dihadapi terkait keberadaan lahan duwe Pura Desa tersebut, kata Jero Pasek Warkadea, adalah tanah tersebut sudah disewakan kepada PT Pinang Propertindo dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
“Terkait aspek legalitas, kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan semua yang berwenang, agar dimediasi penyelesaian perjanjian sewa kontrak tersebut,” jelas Jero Pasek Warkadea.
“Apakah nantinya disepakati ganti rugi atau penyertaan modal, karena sudah memiliki hak atas HGB dan sebagainya, itu nantinya Pemprov Bali bersama PT Pinang Propertindo yang bermusyawarah. Semoga menemukan jalan keluar terbaik, demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kami,” lanjut Jero Pase Warkadea.
Sementara, Gubernur Wayan Koster menyambut baik dan mengapresiasi dukungan Desa Adat Kubutambahan yang melepas lahan duwe pura seluas 370,89 hektare tersebut. Dukungan ini diharapkan bisa mempercepat proses penetapan lokasi dibangunnya bandara internasional di Gumi Panji Sakti.
“Saya ucapkan terima kasih atas antusiasme krama Desa Adat Kubutambahan dengan menyampaikan kesepakatan ini. Semoga mempercepat penetapan lokasi (Penlok), sehingga bandara baru bisa segera dibangun. Keberadaan bandara tentunya bisa membawa dampak pemerataan pembangunan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat Bali Utara,” ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Menurut Koster, hal ini sebagai kabar yang menggembirakan pasca terjunnya Tim Teknis dan Evaluasi dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub untuk mengecek titik koordinat lokasi Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan dan Desa Bukti (Kecamatan Kubutambahan), 5 September 2019 lalu.
Selanjutnya, kesepakatan dari Desa Adat Kubutambahan yang melepas halan 370,89 hektare untuk pembangunan bandara tersebut akan disampaikan Gubernur Koster kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi di Jakarta, Senin (9/9) ini. Gubernur Koster bersama Bupati Buleleng Agus Suradnyana memang diundang Menhub Budi Karya untuk rapat membahas lebih lanjut terkait rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, di Jakarta hari ini.
Paparan senada juga disampaikan Bupati Agus Suradnyana. Menurut Agus Suradnyana, kesepakatan tersebut akan disampaikannya di hadapan Menhub Budi Karya hari ini. Kesepakatan tersebut tentunya bakal menjadi pertimbangan yang memperkuat izin Penlok bandara di Kubutambahan.
“Jika masyarakat sudah setuju dan sepakat, tentu ini memperkuat keputusan pusat. Sekarang tergantung hasil Feasibility Study (FS) soal layak dan tidaknya. Semua tergantung keputusan dari pusat. Tapi, saya dan Pak Gubernur akan terus berjuang mewujudkan bandara di Kubutambahan ini. Semoga bisa gol, kami mohon doa sameton Bali semua,” harap Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Sementara itu, Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Warkadea, yang dikonfirmasi kembali NusaBali, Minggu sore, menyatakan kesepakatan melepas lahan dua pura seluas 370,89 hektare ini demi kepentingan negara dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. “Kami atas nama masyarakat Desa Kubutambahan sepakat menyerahkan tanah duwe Pura Desa seluas 370,89 hektare untuk dimanfaatkan pembangunan bandara,” kata Jero Pasek Warkadea.
Dalam pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, luas lahan yang diperlukan mencapai total 400 hektare. Kebetulan, di lokasi pembangunan bandara ada tanah adat seluas 370,98 hektare, yang berada Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel. Selama ini, telah adat tersebut dikontrakkan kepada pihak ketiga yakni PT Pinang Propertindo selama 90 tahun.
Sewa kontrak terjadi sejak tahun 1991 dan telah perpanjangan hingga 3 kali hingga berakhir pada 2026, dengan status HGB. Nilai sewa kontrak sebesar Rp 300 per meter persegi. Konon, PT Pinang Propertindo bererencana membangun sarana prasarana pendukung pariwisata, seperti hotel dan lapangan golf. Namun, sejak dikontrak hingga saat ini tidak ada aktivitas di lahan adat tersebut.
Jero Pasek Warkadea menyebutkan, kesepakatan melepas lahan adat tersebut dibuat dalam rangka pembahasan izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara di Kemenhub. Nantinya, Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng akan menyelesaikan HGP atas lahan yang dipegang PT Pinang Propertindo. “Ini (kesepakatan, Red) dalam rangka izin Penlok bandara. Apakah Penlok diterbitkan atau tidak, itu kewenangan Kemenhub. Kalau Penlok sudah turun, baru akan diselesaikan persoalan lahan yang dikuasai pihak ketiga oleh Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng,” tandas Jero Pasek Warkadea.
Sedangkan Bpati Agus Suradnyana mengatakan proses penyelesaian sewa kontrak lahan dengan PT Pinang Propertindo akan melibatkan tim Appraisal, dalam menentukan nilai yang pantas. Namun, pembahasan itu akan ditindaklanjuti setelah izin Penlok bandara terbit. “Masalah penyelesaian legalitas tanah adat itu nantilah, ya mudah-mudahan setelah kesepakatan ini izin Penlok terbit,” katanya. *nat,k19
Kesepakatan melepas 370,89 hektare tanah adat untuk pembangunan Bandara Internasional Bali Utara ini disampaikan prajuru Desa Adat Kubutambahan dalam pertemuan dengan Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana di Rumah Jabatan Gubernur Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Minggu (8/9). Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra juga hadir.
Dalam pertemuan kemarin, Bendesa Adat Kubutambahan Jero Paske Ketut Warkadea hadir bersama prajuru dan 38 Krama Desa Linggih. Jero Pasek Warkadea menyampaiķan aspirasi dengan menyerahkan surat Kesepakatan Penyerahan Pemanfaatan Lahan Duwe Pura Desa Adat Kubutambahan seluas 370,89 hektare kepada Pemprov Bali dan instansi terkait, untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara.
Surat pernyataan dukung pembangunan Bandara Internasional Bali Utara tertanggal 6 September 2019 dengan melepas tahan duwe pura itu ditandantangani langsung Bendesa Adat Kubutambahan Jero Pasek Warkadea dan Penyarikan Desa Adat Kubutambahan, Jero Made Putu Kerta. Ini memperkuat surat pernyataan dukungan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan tertanggal 16 Februari 2019 lalu dari Prajuru Desa Adat Kubutambahan.
Jero Pasek Warkadea menjelaskan, penyampaian kesepakatan tersebut untuk mempercepat terealisasinya pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan, sehingga nantinya bisa memberikan dampak peningkatan ekonomi khususnya bagi krama setempat. Kendala yang dihadapi terkait keberadaan lahan duwe Pura Desa tersebut, kata Jero Pasek Warkadea, adalah tanah tersebut sudah disewakan kepada PT Pinang Propertindo dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
“Terkait aspek legalitas, kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan semua yang berwenang, agar dimediasi penyelesaian perjanjian sewa kontrak tersebut,” jelas Jero Pasek Warkadea.
“Apakah nantinya disepakati ganti rugi atau penyertaan modal, karena sudah memiliki hak atas HGB dan sebagainya, itu nantinya Pemprov Bali bersama PT Pinang Propertindo yang bermusyawarah. Semoga menemukan jalan keluar terbaik, demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kami,” lanjut Jero Pase Warkadea.
Sementara, Gubernur Wayan Koster menyambut baik dan mengapresiasi dukungan Desa Adat Kubutambahan yang melepas lahan duwe pura seluas 370,89 hektare tersebut. Dukungan ini diharapkan bisa mempercepat proses penetapan lokasi dibangunnya bandara internasional di Gumi Panji Sakti.
“Saya ucapkan terima kasih atas antusiasme krama Desa Adat Kubutambahan dengan menyampaikan kesepakatan ini. Semoga mempercepat penetapan lokasi (Penlok), sehingga bandara baru bisa segera dibangun. Keberadaan bandara tentunya bisa membawa dampak pemerataan pembangunan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat Bali Utara,” ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Menurut Koster, hal ini sebagai kabar yang menggembirakan pasca terjunnya Tim Teknis dan Evaluasi dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub untuk mengecek titik koordinat lokasi Bandara Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan dan Desa Bukti (Kecamatan Kubutambahan), 5 September 2019 lalu.
Selanjutnya, kesepakatan dari Desa Adat Kubutambahan yang melepas halan 370,89 hektare untuk pembangunan bandara tersebut akan disampaikan Gubernur Koster kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi di Jakarta, Senin (9/9) ini. Gubernur Koster bersama Bupati Buleleng Agus Suradnyana memang diundang Menhub Budi Karya untuk rapat membahas lebih lanjut terkait rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, di Jakarta hari ini.
Paparan senada juga disampaikan Bupati Agus Suradnyana. Menurut Agus Suradnyana, kesepakatan tersebut akan disampaikannya di hadapan Menhub Budi Karya hari ini. Kesepakatan tersebut tentunya bakal menjadi pertimbangan yang memperkuat izin Penlok bandara di Kubutambahan.
“Jika masyarakat sudah setuju dan sepakat, tentu ini memperkuat keputusan pusat. Sekarang tergantung hasil Feasibility Study (FS) soal layak dan tidaknya. Semua tergantung keputusan dari pusat. Tapi, saya dan Pak Gubernur akan terus berjuang mewujudkan bandara di Kubutambahan ini. Semoga bisa gol, kami mohon doa sameton Bali semua,” harap Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Sementara itu, Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Warkadea, yang dikonfirmasi kembali NusaBali, Minggu sore, menyatakan kesepakatan melepas lahan dua pura seluas 370,89 hektare ini demi kepentingan negara dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. “Kami atas nama masyarakat Desa Kubutambahan sepakat menyerahkan tanah duwe Pura Desa seluas 370,89 hektare untuk dimanfaatkan pembangunan bandara,” kata Jero Pasek Warkadea.
Dalam pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, luas lahan yang diperlukan mencapai total 400 hektare. Kebetulan, di lokasi pembangunan bandara ada tanah adat seluas 370,98 hektare, yang berada Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel. Selama ini, telah adat tersebut dikontrakkan kepada pihak ketiga yakni PT Pinang Propertindo selama 90 tahun.
Sewa kontrak terjadi sejak tahun 1991 dan telah perpanjangan hingga 3 kali hingga berakhir pada 2026, dengan status HGB. Nilai sewa kontrak sebesar Rp 300 per meter persegi. Konon, PT Pinang Propertindo bererencana membangun sarana prasarana pendukung pariwisata, seperti hotel dan lapangan golf. Namun, sejak dikontrak hingga saat ini tidak ada aktivitas di lahan adat tersebut.
Jero Pasek Warkadea menyebutkan, kesepakatan melepas lahan adat tersebut dibuat dalam rangka pembahasan izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara di Kemenhub. Nantinya, Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng akan menyelesaikan HGP atas lahan yang dipegang PT Pinang Propertindo. “Ini (kesepakatan, Red) dalam rangka izin Penlok bandara. Apakah Penlok diterbitkan atau tidak, itu kewenangan Kemenhub. Kalau Penlok sudah turun, baru akan diselesaikan persoalan lahan yang dikuasai pihak ketiga oleh Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng,” tandas Jero Pasek Warkadea.
Sedangkan Bpati Agus Suradnyana mengatakan proses penyelesaian sewa kontrak lahan dengan PT Pinang Propertindo akan melibatkan tim Appraisal, dalam menentukan nilai yang pantas. Namun, pembahasan itu akan ditindaklanjuti setelah izin Penlok bandara terbit. “Masalah penyelesaian legalitas tanah adat itu nantilah, ya mudah-mudahan setelah kesepakatan ini izin Penlok terbit,” katanya. *nat,k19
Komentar