Tas Kresek dan Perempuan Penghibur
TIDAK semua kantong plastik itu disebut tas kresek. Tapi, semua tas kresek pasti kantong plastik.
Orang Bali senang menyebut kantong plastik sebagai tas kresek karena kalau plastik itu diraba-raba, dipegang, diremas, menimbulkan suara berisik keresek… keresek….
Saat ini tak ada benda yang lebih jelek nasibnya dibanding tas kresek. Kantong plastik ini menjadi bulan-bulanan tempat melontarkan ketidaksukaan sejak pemerintah daerah melarang penggunaan tas plastik, karena dianggap sumber pencemaran lingkungan, biang perusak kejayaan pariwisata, gara-gara banyak bule, kaum plesirwan dan plesirwati, yang memelototi Bali karena timbunan dan serakan kantong plastik. Bisa-bisa mereka memboikot pariwisata Bali kalau sampah plastik tidak diurus serius.
Banyak benda kebutuhan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Tak sedikit makanan yang dibungkus plastik. Tapi, hanya tas kresek, kantong plastik, yang dituding hanya sekali pakai itu yang dilarang, dibenci dan harus dihindari. Piring, gelas, sendok dari plastik masih beredar terang-terangan. Mie instan masih dibungkus plastik. Kerupuk, keripik, kacang, camilan, tetap berbungkus plastik. Sikat gigi, tempat sabun, gayung, dari plastik tidak dilarang. Casing gadget, keyboard komputer masih dari plastik. Aksesori mobil dan motor banyak yang terbuat dari plastik, dan harganya mahal.
Jika kantong plastik dituduh hanya sekali pakai, juga tak sepenuhnya benar. Banyak tas kresek yang dipakai berulang, apalagi yang didapat dari toko-toko swalayan dengan desain tas yang menarik, indah, dan full color. Menenteng tas kresek pemberian swalayan besar atau barang bermerek, malah jadi kebanggaan. Banyak ibu-ibu yang menaruh dengan rapi tas-tas kresek itu, dan memanfaatkannya ketika dibutuhkan. Kadang buat kenang-kenangan juga, buat dipamerkan.
Tapi, tas kresek terlanjur dituding tas plastik sekali pakai. Tas murahan, kantong gratisan, banyak sekali yang menggunakannya. Karena saking murah dan praktis, tas kresek sulit diberantas. Banyak makanan seperti bakso, capcai, sayur kuah, yang masih dikemas dengan kantong plastik. Para driver ojek online masih membutuhkan tas kresek, karena masakan-masakan berkuah itu mereka antar dengan tas kresek. Jika menggunakan boks plastik, kemahalan. Maka tas kresek menjadi barang yang dibenci, dibutuhkan, juga disayang.
Begitulah nasib tas kresek, dibutuhkan tapi disembunyikan. Dimanfaatkan berulang-ulang, namun dituding sekali pakai. Orang Bali bahkan menuduhnya sebagai barang yang sangat remeh dan nista, sehingga siapa saja yang perangainya buruk, sering digosipkan sebagai tas kresek, seperti dialami oleh Rupi, mahasiswi semester tiga.
Rupi mulai dekat dengan Sepadan, kakak kelasnya di kampus. Ketika mereka semakin pacaran, gosip pun berseliweran. Rekan-rekan Sepadan menasihati agar dia menjauhi Rupi.
“Tinggalkan saja, Dan. Buat apa dengan cewek begituan?” bujuk teman-temannya.
“Memangnya kenapa?”
“Kamu belum tahu ya, Rupi itu tas kresek. Sudah dijamah banyak lelaki. Perempuan murahan.”
Tak gampang Sepadan mempercayai omongan teman-temannya. Buktinya dia tetap lengket dengan Rupi. Rekan-rekannya pun sering nyindir. “Ah, Sepadan ini ke mana-mana nenteng tas kresek.”
“Biarin,” sergah Sepadan sengit. “Aku yang pakai kok, bukan kalian.”
Istilah tas kresek juga sering ditimpakan bagi wanita yang lincah, mudah bergaul, punya jaringan luas. Acap muncul omongan, “Ah, jangan-jangan dia itu tas kresek.” Orang-orang meragukan dia itu wanita baik-baik. Dia bahkan digosipkan sebagai perempuan yang gampangan, mudah dipakai oleh banyak lelaki.
Tampaknya laki-laki memang lebih suka mengadili dan menghakimi tinimbang perempuan. Lelaki juga lebih punya hak untuk memutuskan, sehingga yang dituding jelek sebagai tas kresek adalah kaum wanita, terutama perempuan yang jadi objek laki-laki. Belum pernah terpetik berita lelaki yang tas kresek, kendati perangainya sangat buruk. Kalau dia dikenal sebagai brondong, menjadi simpanan ibu-ibu yang bertabur uang, tak pernah dia digosipkan sebagai tas kresek.
Istilah perempuan sebagai tas kresek pun ramai di kalangan lelaki yang doyan melibatkan diri dalam dunia prostitusi. Laki-laki menilai para pekerja seks komersial, adalah contoh paling pas dan jitu disebut sebagai tas kresek. Bedanya, yang satu makhluk hidup, yang lain benda mati. Tapi, keduanya sama: barang yang dengan gampang sekali pakai dicampakkan.
Namun tak sepenuhnya juga, seperti tas kresek, pekerja seks itu sekali dipakai. Banyak kisah bisa diperoleh tentang laki-laki yang sudah berbini kepincut dengan cewek kafe. Ada yang menikah, beranak pinak, dan bahagia. Si lelaki bahkan bangga beristri mantan cewek nakal, pekerja seks, yang dikenalnya di kafe, yang jadi rebutan banyak lelaki sampai baku hantam disertai mabuk terhuyung-huyung. Kian seru perebutan itu, semakin bangga si lelaki memamerkan ceweknya, karena dia merasa sebagai pemenang. Tak beda jauh dengan orang-orang yang bangga menenteng kantong plastik dengan cetakan logo dan desain barang atau swalayan terkenal. Padahal yang dibanggakan itu kantong plastik, cuma cewek kafe.
Jadi sangat masuk akal jika ada yang berpendapat, kantong plastik atau tas kresek itu tidak beda dengan perempuan penghibur. Mereka dibenci, tapi dibutuhkan, dan harus pintar-pintar menyembunyikan. *
Aryantha Soethama
Pengarang
1
Komentar