Seniman Batuan Pamerkan Karya Lintas Generasi
Seniman lukis dan topeng Batuan lintas generasi dari Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, pameran bersama di Bentara Budaya Bali (BBB), Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati.
GIANYAR, NusaBali
Pameran bertajuk ‘Ibu Rupa Batuan’ sebagai penghormatan terhadap ibu. Pameran dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Bali Dr I Wayan ‘Kun’ Adnyana, Minggu (8/9) malam. Kepala Disbud Adnyana mengaku bangga menjadi bagian perhelatan berkarisma ini. "Saya kecil di tengah etos kreatif yang dilakukan jauh lebih maju oleh seniman budayawan di Batuan. Batuan contoh profil desa Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Batuan adalah republik desa seni. Ekosistem tertata bagus. Infrastruktur ada tinggal membentuk energi bersama mewujudkan Batuan seperti era 80an," ungkapnya. Menurutnya, Batuan harus jadi contoh lebih maju dalam pemajuan kesenian. "Dana desa bisa diarahkan mengendorse, menjadi tradisi kearifan Batuan yang universal," ujarnya.
Kurator pameran, Wayan Jengki Sunarta, mengungkapkan pameran menampilkan 76 karya seniman. Terdiri dari 52 karya seni lukis dan 24 karya seni topeng buah cipta generasi pendahulu hingga terkini. Dari perbedaan generasi tersebut, tecermin bagaimana perkembangan serta pertumbuhan seni lukis dan topeng di Desa Batuan.
Terkait tema pameran, Wayan Jengki Sunarta menjelaskan, ‘Ibu Rupa Batuan’ merujuk pada konteks harfiah sekaligus juga filosofis. Ibu menjadi metafora atau simbolisasi terkait spirit penciptaan, olah batin, untuk menghasilkan suatu karya yang memesona dan membuka ruang renung bagi khalayak pecinta seni.
Sebagai wilayah budaya, Desa Batuan bisa disebut ibu yang melahirkan dan memelihara aneka ragam kesenian yang bisa dinikmati hingga kini. Selain seni lukis, di Batuan juga lahir seni pahat topeng, ukiran, dan dramatari Gambuh. Bahkan seni lukis tradisional gaya Batuan telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2018.
Peserta pameran ini tergabung dalam Perkumpulan Pelukis Baturulangun, Batuan. Adapun generasi tertua adalah Ida Bagus Made Widja (1912-1992), Ida Bagus Made Togog (1913-1989), Nyoman Ngendon (1920-1947), I Made Djata (1920-2001). Sementara generasi termuda adalah I Wayan Aris Sarmanta (1995).
Para seniman lain yang karya lukisannya turut dipamerkan diantaranya: Ketut Tomblos (1922-2009), Wayan Punduh (1923-2011), Wayan Regug (1927-), Dewa Kompyang Pasek (1928-2009), I Wayan Taweng (1929-2004), I Wayan Kabetan (1931-2006), Mangku Made Budi (1932-2017), Mangku Nyoman Barak (1935-2009), Made Tubuh (1942), I Ketut Manggi (1942), I Wayan Rajin (1945-2000), Ketut Reta (1949), I Wayan Bendi (1950), I Ketut Murtika (1952), Ida Bagus Asta (1954), Gusti Ngurah Muryasa (1958), I Wayan Warsika (1959), Ketut Suarnawa (1959), Dewa Putu Arsania (1960). I Made Nyana (1960), I Made Renanta (1962), I Wayan Malik (1963), Gusti Ayu Natih Arimini (1963), I Made Sujendra (1964), Dewa Ketut Tilem (1965), I Nyoman Toyo (1966), I Nyoman Marcono (1966), Nyoman Sudarsana (1966), I Ketut Sadia (1966), Pande Made Martin (1967), I Nyoman Kastawa (1970), I Ketut Balik Parwata (1971), Ida Bagus Putu Padma (1972), I Wayan Dana Wirawan (1974), I Nyoman Selamet (1974), Dewa Nyoman Martana (1976), I Wayan Diana (1977), I Nyoman Sudirga (1979), I Made Griyawan (1979), I Made Karyana (1981), Dewa Made Virayuga (1981), I Gede Widyantara (1984), I Wayan Eka Mahardika Suamba (1985), Nyoman Nurbawa, Gusti Ngurah Agung, Ida Bagus Ketut Karunia, Wayan Win, I Made Suteja.
Sementara itu, seni topeng diwakili oleh seniman I Made Regug (1939), I Made Sama, I Made Degus Armawan, I Made Rudi, I Nyoman Koto, I Nyoman Jaya, I Ketut Mujiarta, I Nyoman Selamet, I Made Muji, I Nyoman Ruka, I Wayan Murda, I Wayan Dawig, Made Warja, Dewa Made Sumerta, I Wayan Suwija, I Made Wirda, I Ketut Mendra, I Made Ardita, I Wayan Sudiarsa, I Nyoman Lanus, I Nyoman Budi, I Nyoman Maji, Ketut Wirtawan, Dewa Made Virayuga (1981).
Pameran ini membuktikan bahwa seni tradisi di Batuan masih tetap tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni tersebut diwariskan secara masif dari generasi ke generasi. Ketua Baturulangun Batuan Ketut Sadia mengatakan seni lukis yang ditampilkan terdiri dari karya seniman lawas hingga karya generasi teranyar. ‘’Kami juga hadirkan karya anak-anak binaan. Kerjasama dengan sekolah di Desa Batuan," jelasnya. *nvi
Kurator pameran, Wayan Jengki Sunarta, mengungkapkan pameran menampilkan 76 karya seniman. Terdiri dari 52 karya seni lukis dan 24 karya seni topeng buah cipta generasi pendahulu hingga terkini. Dari perbedaan generasi tersebut, tecermin bagaimana perkembangan serta pertumbuhan seni lukis dan topeng di Desa Batuan.
Terkait tema pameran, Wayan Jengki Sunarta menjelaskan, ‘Ibu Rupa Batuan’ merujuk pada konteks harfiah sekaligus juga filosofis. Ibu menjadi metafora atau simbolisasi terkait spirit penciptaan, olah batin, untuk menghasilkan suatu karya yang memesona dan membuka ruang renung bagi khalayak pecinta seni.
Sebagai wilayah budaya, Desa Batuan bisa disebut ibu yang melahirkan dan memelihara aneka ragam kesenian yang bisa dinikmati hingga kini. Selain seni lukis, di Batuan juga lahir seni pahat topeng, ukiran, dan dramatari Gambuh. Bahkan seni lukis tradisional gaya Batuan telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2018.
Peserta pameran ini tergabung dalam Perkumpulan Pelukis Baturulangun, Batuan. Adapun generasi tertua adalah Ida Bagus Made Widja (1912-1992), Ida Bagus Made Togog (1913-1989), Nyoman Ngendon (1920-1947), I Made Djata (1920-2001). Sementara generasi termuda adalah I Wayan Aris Sarmanta (1995).
Para seniman lain yang karya lukisannya turut dipamerkan diantaranya: Ketut Tomblos (1922-2009), Wayan Punduh (1923-2011), Wayan Regug (1927-), Dewa Kompyang Pasek (1928-2009), I Wayan Taweng (1929-2004), I Wayan Kabetan (1931-2006), Mangku Made Budi (1932-2017), Mangku Nyoman Barak (1935-2009), Made Tubuh (1942), I Ketut Manggi (1942), I Wayan Rajin (1945-2000), Ketut Reta (1949), I Wayan Bendi (1950), I Ketut Murtika (1952), Ida Bagus Asta (1954), Gusti Ngurah Muryasa (1958), I Wayan Warsika (1959), Ketut Suarnawa (1959), Dewa Putu Arsania (1960). I Made Nyana (1960), I Made Renanta (1962), I Wayan Malik (1963), Gusti Ayu Natih Arimini (1963), I Made Sujendra (1964), Dewa Ketut Tilem (1965), I Nyoman Toyo (1966), I Nyoman Marcono (1966), Nyoman Sudarsana (1966), I Ketut Sadia (1966), Pande Made Martin (1967), I Nyoman Kastawa (1970), I Ketut Balik Parwata (1971), Ida Bagus Putu Padma (1972), I Wayan Dana Wirawan (1974), I Nyoman Selamet (1974), Dewa Nyoman Martana (1976), I Wayan Diana (1977), I Nyoman Sudirga (1979), I Made Griyawan (1979), I Made Karyana (1981), Dewa Made Virayuga (1981), I Gede Widyantara (1984), I Wayan Eka Mahardika Suamba (1985), Nyoman Nurbawa, Gusti Ngurah Agung, Ida Bagus Ketut Karunia, Wayan Win, I Made Suteja.
Sementara itu, seni topeng diwakili oleh seniman I Made Regug (1939), I Made Sama, I Made Degus Armawan, I Made Rudi, I Nyoman Koto, I Nyoman Jaya, I Ketut Mujiarta, I Nyoman Selamet, I Made Muji, I Nyoman Ruka, I Wayan Murda, I Wayan Dawig, Made Warja, Dewa Made Sumerta, I Wayan Suwija, I Made Wirda, I Ketut Mendra, I Made Ardita, I Wayan Sudiarsa, I Nyoman Lanus, I Nyoman Budi, I Nyoman Maji, Ketut Wirtawan, Dewa Made Virayuga (1981).
Pameran ini membuktikan bahwa seni tradisi di Batuan masih tetap tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni tersebut diwariskan secara masif dari generasi ke generasi. Ketua Baturulangun Batuan Ketut Sadia mengatakan seni lukis yang ditampilkan terdiri dari karya seniman lawas hingga karya generasi teranyar. ‘’Kami juga hadirkan karya anak-anak binaan. Kerjasama dengan sekolah di Desa Batuan," jelasnya. *nvi
Komentar