Diserbu Tekstil Impor, Pengusaha Minta Perlindungan Pemerintah
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengajukan perlindungan perdagangan (safeguard) dari banjirnya serbuan produk impor.
JAKARTA, NusaBali
Dokumen pengajuan safeguard sudah disampaikan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya akan mendorong agar safeguard segera rampung. Hal tersebut untuk menghalau impor tekstil dari luar negeri yang kini mulai membanjiri pasar dalam negeri.
"Safeguard kami akan dorong karena itu harmonisasi, karena sekarang impor dari tekstil itu tinggi sekali dan itu impornya di tengah, jadi antara hulu kemudian di tengah kemudian ke hilir," ujarnya di Kantor Kementerian bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (10/9).
Safeguard juga diperlukan di tengah perang dagang yang memanas antara Amerika Serikat dan China. Di mana, akibat ketidakjelasan arah perang dagang ini, produk China banyak yang menyasar pasar lain terutama Indonesia.
Airlangga juga mengatakan, kondisi saat ini ekspor tekstil mengalami peningkatan ke sejumlah negara. Namun, ada persoalan di tengah produksi terkait komponen tekstil yang didatangkan dari negara lain. Adapun tiga industri yang paling menderita adalah industri kain, benang dan printing.
Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat sembilan pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019. Hal itu kemudian merembet pada sektor tenaga kerja. Ribuan pekerja menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah pabrik tidak beroperasi.
"Makin banyak kita impor untuk tujuan pasar domestik dalam kondisi yang sekarang, pasti berdampak kepada lapangan kerja," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, soal PHK dalam industri tekstil di Kadin, Jakarta, Senin.
Menurutnya saat ini, industri tekstil didominasi industri berorientasi domestik daripada ekspor. Situasi ini muncul karena kualitas barang domestik dianggap kurang memenuhi syarat sehingga sulit melakukan ekspor. Sehingga pasar domestik menjadi pilihan. Di sisi lain, ada industri hilir yang mengandalkan bahan baku impor seperti kain untuk tujuan ekspor.
Namun, Ade enggan membeberkan nama perusahaan tersebut. Kondisi ini terjadi di sektor hulu dan menengah dalam kurun waktu 2018-2019. Perusahaan yang tutup di sektor pertenunan dan perajutan atau di hulu.*ant
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya akan mendorong agar safeguard segera rampung. Hal tersebut untuk menghalau impor tekstil dari luar negeri yang kini mulai membanjiri pasar dalam negeri.
"Safeguard kami akan dorong karena itu harmonisasi, karena sekarang impor dari tekstil itu tinggi sekali dan itu impornya di tengah, jadi antara hulu kemudian di tengah kemudian ke hilir," ujarnya di Kantor Kementerian bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (10/9).
Safeguard juga diperlukan di tengah perang dagang yang memanas antara Amerika Serikat dan China. Di mana, akibat ketidakjelasan arah perang dagang ini, produk China banyak yang menyasar pasar lain terutama Indonesia.
Airlangga juga mengatakan, kondisi saat ini ekspor tekstil mengalami peningkatan ke sejumlah negara. Namun, ada persoalan di tengah produksi terkait komponen tekstil yang didatangkan dari negara lain. Adapun tiga industri yang paling menderita adalah industri kain, benang dan printing.
Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat sembilan pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019. Hal itu kemudian merembet pada sektor tenaga kerja. Ribuan pekerja menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah pabrik tidak beroperasi.
"Makin banyak kita impor untuk tujuan pasar domestik dalam kondisi yang sekarang, pasti berdampak kepada lapangan kerja," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, soal PHK dalam industri tekstil di Kadin, Jakarta, Senin.
Menurutnya saat ini, industri tekstil didominasi industri berorientasi domestik daripada ekspor. Situasi ini muncul karena kualitas barang domestik dianggap kurang memenuhi syarat sehingga sulit melakukan ekspor. Sehingga pasar domestik menjadi pilihan. Di sisi lain, ada industri hilir yang mengandalkan bahan baku impor seperti kain untuk tujuan ekspor.
Namun, Ade enggan membeberkan nama perusahaan tersebut. Kondisi ini terjadi di sektor hulu dan menengah dalam kurun waktu 2018-2019. Perusahaan yang tutup di sektor pertenunan dan perajutan atau di hulu.*ant
1
Komentar