Jelang Sidang Perdana Hari Ini, Sudikerta Bantah Segala Tuduhan
Sehari menjelang sidang perdana selaku terdakwa kasus dugaan peni-puan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, di Pengadilan Tipikor Denpasar, mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018) I Ketut Sudikerta mulai buka suara melalui rilis yang dibagikan kepada awak media, Rabu (11/9).
DENPASAR, NusaBali
Politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini dengan lantang membantah semua tuduhan penipuan, pemalsuan surat, hingga pencucian uang yang menjeratnya. Dalam rilis setebal 3 halaman itu, Ketut Sudikerta membeberkan bagaimana selama 5 bulan dirinya sebagai orang yang taat hukum, mengikuti seluruh proses dari kepolisian hingga menjadi terdakwa. Sudikerta mengatakan, saat ini raganya sedang dalam penahanan dan perlindungan dari aparat hukum. Namun, kesujatian jiwa dan raganya dalam lindungan Ida Sang Hyang Widi Wasa yang senantiasa mem-berikan kesehatan, ketabahan, dan kekuatan.
“Pada ruang tahanan yang sempit, mana air mata, kencing, dan kotoran menjadi satu yang justru jadi dasar satu kekuatan mencari kebenaran dan keadilan,” tulis Sudikerta di awal rilisnya.
Kemudian, mantan Wakil Bupati Badung (2005-2013) ini mulai menjelaskan kronologis awal di mana bukan dirinya yang menawarkan tanah kepada pelapor (korban) bos PT Maspion, Alim Markus. Tapi, seseorang berinisial HK dan WS yang menanyakan tanah seluas 3.300 meter persegi SHM 16249 pada tahun 2013 lalu. “Waktu itu ditanya apakah tanah ini dijual? Saya katakana dijual, yang penting cocok harganya,” papar Sudikerta yang sudah menjalani 5 bulan penahanan sejak ditangkap Polda Bali, 4 April 2019 lalu.
Selanjutnya, kata Sudikerta, orang berinisial HK menanyakan apakah tanah tersebut bisa digabung dengan tanah di sebelahnya seluas 38.650 meter persegi SHM 5048 yang merupakan milik Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung (tersangka dalam berkas terpisah)? “Lalu saya telepon Wayan Wakil dan menunjukkan tanahnya,” kenang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini.
Setelah deal, dalam jual beli ini pelapor Alim Markus melalui PT Marindo Investama sepakat merger dengan perusahaan milik istri Sudikerta, yakni PT Pecatu Bangun Gemilang. Dari merger ini, terbentuklah badan usaha baru PT Marindo Gemilang yang disahkan notaris Wimphry Suwigjo sesuai Akta No 38 tertanggal 14 Desember 2013.
Dalam akta tersebut disepakati nilai saham berupa modal setor PT Marindo Gemilang adalah Rp 272.675.000.000. Di mana pelapor Alim Markus melalui PT Marindo Investama memiliki 55 persen saham atau senilai Rp 149.971.250.000. Saat itu, PT Marindo Investama juga menyetorkan uang Rp 65 miliar untuk membeli saham dan masih ada kekeurangan setor sekitar Rp 85 miliar. Sementara PT Pecatu Bangun Gemilang menyerahkan aset tanah seluas 3.300 meter persegi SHM 16249 dan tanah seluas 38.650 meter persegi SHM 5048, serta mendapatkan saham 45 persen atau senilai Rp 122.703.750.000.
Setelah itu, kata Sudikerta, terjadilah pelepasan hak atas dua bidang tanah tersebut dan terbit sertifikat HGB 5074/Jimbaran seluas 38.650 meter persegi. Sebelum dilakukan pelepasan hak di notaris Neli Asih, dilakukan pengecekan sebanyak 3 kali dengan melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN)) atas dua bidang tanah tersebut dan tanah itu dinyatakan bersih.
Selanjutnya, SHGB 5074/Jimbaran dijaminkan oleh pelapor Alim Markus di Bank Panin sebesar Rp 90 miliar. Lalu, Rp 85 miliar disetorkan sebagai kekurangan sebelumnya. “Jadi, uang Rp 85 miliar tersebut bukanlah milik pelapor Alim Markus, melainkan uang milik PT Pecatu Bangun Gemilang. Oleh karena itu, saya tidak ada melakukan penggelapan atau penipuan uang milik Alim Markus,” tandas Sudikerta.
Terkait tuduhan pemalsuan sertifikat SHM 5048 seluas 38.650 meter persegi, Sudikerta mengatakan sama sekali tidak mengetahuinya. “Saya tidak pernah memalsukan surat dan menyuruh orang untuk memalsukan ataupun menggunakan surat palsu tersebut,” kilahnya.
Selain itu, dugaan pemalsuan sertifikat SHM 5048 dengan luas 38.650 meter persegi juga sudah pernah dilaporkan dan diperiksa Polda Bali. Hasilnya, kata Sudikerta, tidak ditemukan pemalsuan dan kasusnya sudah dihentikan melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang dikeluarkan Polda Bali. SP3 tersebut juga sempat dipraperadilankan dan ditolak hakim PN Denpasar.
“Karena tidak ada penggelapan, penipuan, dan pemalsuan surat, maka uang saya terima bukanlah hasil tindak kejahatan. Tidak ada tindak pidana pencucian uang,” tegas Sudikerta.
Terdakwa Ketut Sudikerta sendiri akan disidangkan perdana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (12/9) ini. Sudikerta dijerat pasal berlapir yakni Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KHUP tentang Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu, dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sudikerta sudah 5 bulan ditahan sejak ditangkap di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kutra, Badung saat hendak terbang ke Jakarta, 4 April 2019. Awalnya, caleg DPR RI dari Golkar Dapil Bali dalam Pileg 2019 ini ditahan di Rutan Polda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar. Namun, sejak kasusnya dilimpahkan penyidik Polda Bali ke kejaksaan, 31 Juli 2019, Sudikerta dipinadahkan penahanannya ke LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. *rez
Politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini dengan lantang membantah semua tuduhan penipuan, pemalsuan surat, hingga pencucian uang yang menjeratnya. Dalam rilis setebal 3 halaman itu, Ketut Sudikerta membeberkan bagaimana selama 5 bulan dirinya sebagai orang yang taat hukum, mengikuti seluruh proses dari kepolisian hingga menjadi terdakwa. Sudikerta mengatakan, saat ini raganya sedang dalam penahanan dan perlindungan dari aparat hukum. Namun, kesujatian jiwa dan raganya dalam lindungan Ida Sang Hyang Widi Wasa yang senantiasa mem-berikan kesehatan, ketabahan, dan kekuatan.
“Pada ruang tahanan yang sempit, mana air mata, kencing, dan kotoran menjadi satu yang justru jadi dasar satu kekuatan mencari kebenaran dan keadilan,” tulis Sudikerta di awal rilisnya.
Kemudian, mantan Wakil Bupati Badung (2005-2013) ini mulai menjelaskan kronologis awal di mana bukan dirinya yang menawarkan tanah kepada pelapor (korban) bos PT Maspion, Alim Markus. Tapi, seseorang berinisial HK dan WS yang menanyakan tanah seluas 3.300 meter persegi SHM 16249 pada tahun 2013 lalu. “Waktu itu ditanya apakah tanah ini dijual? Saya katakana dijual, yang penting cocok harganya,” papar Sudikerta yang sudah menjalani 5 bulan penahanan sejak ditangkap Polda Bali, 4 April 2019 lalu.
Selanjutnya, kata Sudikerta, orang berinisial HK menanyakan apakah tanah tersebut bisa digabung dengan tanah di sebelahnya seluas 38.650 meter persegi SHM 5048 yang merupakan milik Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung (tersangka dalam berkas terpisah)? “Lalu saya telepon Wayan Wakil dan menunjukkan tanahnya,” kenang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini.
Setelah deal, dalam jual beli ini pelapor Alim Markus melalui PT Marindo Investama sepakat merger dengan perusahaan milik istri Sudikerta, yakni PT Pecatu Bangun Gemilang. Dari merger ini, terbentuklah badan usaha baru PT Marindo Gemilang yang disahkan notaris Wimphry Suwigjo sesuai Akta No 38 tertanggal 14 Desember 2013.
Dalam akta tersebut disepakati nilai saham berupa modal setor PT Marindo Gemilang adalah Rp 272.675.000.000. Di mana pelapor Alim Markus melalui PT Marindo Investama memiliki 55 persen saham atau senilai Rp 149.971.250.000. Saat itu, PT Marindo Investama juga menyetorkan uang Rp 65 miliar untuk membeli saham dan masih ada kekeurangan setor sekitar Rp 85 miliar. Sementara PT Pecatu Bangun Gemilang menyerahkan aset tanah seluas 3.300 meter persegi SHM 16249 dan tanah seluas 38.650 meter persegi SHM 5048, serta mendapatkan saham 45 persen atau senilai Rp 122.703.750.000.
Setelah itu, kata Sudikerta, terjadilah pelepasan hak atas dua bidang tanah tersebut dan terbit sertifikat HGB 5074/Jimbaran seluas 38.650 meter persegi. Sebelum dilakukan pelepasan hak di notaris Neli Asih, dilakukan pengecekan sebanyak 3 kali dengan melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN)) atas dua bidang tanah tersebut dan tanah itu dinyatakan bersih.
Selanjutnya, SHGB 5074/Jimbaran dijaminkan oleh pelapor Alim Markus di Bank Panin sebesar Rp 90 miliar. Lalu, Rp 85 miliar disetorkan sebagai kekurangan sebelumnya. “Jadi, uang Rp 85 miliar tersebut bukanlah milik pelapor Alim Markus, melainkan uang milik PT Pecatu Bangun Gemilang. Oleh karena itu, saya tidak ada melakukan penggelapan atau penipuan uang milik Alim Markus,” tandas Sudikerta.
Terkait tuduhan pemalsuan sertifikat SHM 5048 seluas 38.650 meter persegi, Sudikerta mengatakan sama sekali tidak mengetahuinya. “Saya tidak pernah memalsukan surat dan menyuruh orang untuk memalsukan ataupun menggunakan surat palsu tersebut,” kilahnya.
Selain itu, dugaan pemalsuan sertifikat SHM 5048 dengan luas 38.650 meter persegi juga sudah pernah dilaporkan dan diperiksa Polda Bali. Hasilnya, kata Sudikerta, tidak ditemukan pemalsuan dan kasusnya sudah dihentikan melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang dikeluarkan Polda Bali. SP3 tersebut juga sempat dipraperadilankan dan ditolak hakim PN Denpasar.
“Karena tidak ada penggelapan, penipuan, dan pemalsuan surat, maka uang saya terima bukanlah hasil tindak kejahatan. Tidak ada tindak pidana pencucian uang,” tegas Sudikerta.
Terdakwa Ketut Sudikerta sendiri akan disidangkan perdana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (12/9) ini. Sudikerta dijerat pasal berlapir yakni Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KHUP tentang Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu, dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sudikerta sudah 5 bulan ditahan sejak ditangkap di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kutra, Badung saat hendak terbang ke Jakarta, 4 April 2019. Awalnya, caleg DPR RI dari Golkar Dapil Bali dalam Pileg 2019 ini ditahan di Rutan Polda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar. Namun, sejak kasusnya dilimpahkan penyidik Polda Bali ke kejaksaan, 31 Juli 2019, Sudikerta dipinadahkan penahanannya ke LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. *rez
Komentar