Modal Sosial Budaya Bali Amat Kaya
BILA diandaikan seorang pengusaha, Bali memiliki modal amat kaya. Menurut teori ekonomi, pengusaha yang ingin berhasil harus mengakumulasi modal alam, sosial budaya, fisik, maupun sumber daya insani.
Penulis : Prof Drs Dewa Komang Tantra MSc, PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Bali memiliki modal sosial budaya amat adiluhung dari keempat modal tersebut. Keunikan dan keberagaman sosial budaya Bali merupakan modal sosial pembangunan amat vital. Keharmonisan dan kohesi sosial di pakraman amat terjaga. Keduanya berkontribusi pada lancarnya proses pembangunan. Krama Bali memiliki banyak modal sosial, seperti Tri Hita Karana. Filosofi ini membelajarkan krama Hindu dan krama tamiu lainnya untuk menjaga keharmonisan hubungan secara vertikal dan horizontal. Keharmonisan ganda menciptakan pakraman inklusif. Artinya, semua krama tuwed maupun krama tamiu akan paras paros sabayantaka, salulung sarpanaya.
Dari kaca mata ekonomi, modal sosial seperti kearifan lokal dapat memajukan pariwisata. Kearifan lokal dapat memperkaya pariwisata ‘meeting, incentive, conference, exhibition’. Wisatawan domestik maupun manca negara bisa membelajarkan dan mengembangkan diri dengan kearifan lokal tersebut. Kegiatan pariwisata tidak semata-mata liburan dan hiburan, tetapi suatu pembelajaran tentang nilai, norma, etika maupun moral adiluhung. Di lain sisi, modal sosial berupa kohesivitas dan inklusivitas berdampak positif terhadap aktivitas pembangunan secara umum. Ketika rasa persaudaraan terbentuk, maka rasa saling menghargai dan menghormati akan mengikuti. Dan ketika afeksi demikian terwujud, maka toleransi, kenyamanan, dan keselarasan terjamin, tidak tergadaikan oleh ideologi apapun.
Sebaliknya, ketika modal sosial demikian tidak terjaga, maka konflik sosial dan instabilitas sosial politik tercipta dengan sendirinya. Dengan demikian, krama Bali tidak akan leluasa dan nyaman beraktivitas dan berkreasi. Bila kearifan lokal tergerus oleh profanisasi dan komodifikasi budaya, maka keruntuhan investasi sosial budaya sudah mendekati ambangnya. Perlu diketahui bahwa ‘Social Progress Index (2018)’ menunjukkan inklusivitas Indonesia termasuk Bali ada di peringkat 99 dari 146 negara.
Banyak cara yang telah dilaksanakan oleh krama Hindu Bali untuk melestarikannya. ‘Acara Hindu’ berupa upacara keagamaan secara rutin dan bertanggung jawab dilaksanakan di ranah paling kecil sampai amat luas, dari ukuran ‘nistaning nista’ sampai dengan ‘utamaning utama’, dengan dasar ‘tattwa’ dan ‘susila’ yang benar dan tepat. Menjaga dan melestarikan modal sosial merupakan tugas dan kewajiban ‘krama tuwed’ maupun ‘krama tamiu’, semua orang tidak terkecuali.
Bali memiliki modal manusia yang kreatif dan inovatif, khususnya seniman, budayawan, dan agamawan. Menurut Joseph Schumpeter, kewirausahawan sumber daya insani merupakan modal penting. Berdasarkan atas Global Innovation Index 2018, inovasi manusia Indonesia berada pada peringkat 85 dari 126 negara. Tetapi, inovasi seniman, budayawan maupun agamawan Bali mungkin jauh di atas 85 (walau belum ada pengukuran pasti?). Pertumbuhan ekonomi banyak disumbang oleh kualitas sumber daya insani. Oleh karena itu, pemerintah bersama-sama dengan krama Bali harus dapat menghargai kreativitas dan inovasi seniman, budayawan maupun agamawan yang telah bergelut menciptakan dan mengembangkan kebudayaan Bali. Insan pariwisata budaya seharusnya memikirkan sistem terbaik untuk mengapresiaasi, menghormati, dan memberikan imbalan positif kepada mereka semua. Semoga. 7
Komentar