Polisi Bekuk Sindikat Illegal Loging
Kadus Sorga Mekar, Desa Lokapaksa, Terlibat –tipis
Tujuh orang pelaku sindikat illegal loging (penebangan kayu secara liar) digulung jajaran Polsek Seririt, Buleleng, Jumat (13/9) pukul 19.00 Wita.
SINGARAJA, NusaBali
Mereka kedapatan tengah mengangkut potongan kayu gelondongan yang bersumber dari hutan negera di Banjar Dinas Sorga Mekar, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng.
Ironisnya, Kelian Banjar Dinas setempat, Putu Karmita alias Leong,35, ikut terlibat dalam kasus yang menimbulkan kerugian negera tersebut. Keterlibatannya ikut menjual kayu di hutan negara karena dirinya mendapatkan izin pemanfaatan hutan negara.
Penangkapan sindikat illegal loging itu disebut Wakapolres Buleleng Kompol Loduwyk Tapilaha, didampingi Kapolsek Seririt Kompol I Made Uder dan Kasubag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya. Penangkapan berdasarkan informasi masyarakat. Polsek Seririt dan juga Polisi Hutan UPT KPH Bali Utara mencegat truk yang sedang mengangkut 27 potong kayu gelondongan jenis Sonokeling.
“Saat pencegatan itu kami temuka 27 potong kayu gelondongan yang diangkut menggunakan truk. Setelah kami cek di dalam hutan juga ada 15 pohon Sonokeling yang terpotong. Ada juga beberapa bekas potongan pohon yang sudah lapuk,” jelas Kompol Loduwyk di Mapolres Buleleng, Selasa (17/9), saat memberikan keterangan pers.
Waka Polres Loduwyk juga menjelaskan tujuh pelaku diamankan dengan peran berbeda. Ada yang berperan sebagai pembeli, penjual, pemasar, pemotong kayu hingga sopir truk. Bahkan Kelian Banjar Dinas Sorga Mekar, Desa Lokapaksa, Putu Karmita alias Leong, 35, disebut ikut menjual kayu di hutan negara lantaran dirinya mendapatkan izin pemanfaatan hutan negara.
Dari hasil pengembangan, polisi pun mengaku masih melakukan pendalaman. Karena ada indikasi illegal loging di hutan negara itu sering terjadi. Polisi masih mencari bukti dan pelaku lainnya yang berpotensi terjerat kasus yang sama. Sedangkan 15 pohon Sonokeling yang ditebang di hutan negara itu dibeli oleh Yenri Andi,37, warga Desa Sambi Gede, Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Yenri membeli kayu-kayu itu atas tawaran dan pemasaran Ida Bagus Komang Swardika,35, warga Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt Buleleng. Uang pembelian 15 batang kayu itu ditransfer langsung ke rekening tersangka, Ida Bagus Komang Swardika. Sedangkan Ida Bagus Komang Swardika sebelumnya mendapat kayu-kayu dari informasi Wayan Darmadi,52, dan Kadek Wijaya alias Dek Mut,43, warga Desa Lokapaksa yang sebagai pemasar kayu hutan.
Tersangka Yenri yang merasa cocok dengan kayu yang akan dibelinya lalu mengajak dua pekerja yakni Sudiono,48, asal Desa Ampel Gading, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, selaku sopir truk dan Mesenan,36, warga Desa Ngebruk, Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, selaku penebang pohon.
“Jadi mereka ini punya peran masing-masing, ada pengangkut, menguasai dan memiliki, elemen itu menjadi satu bagian,” imbuh Kapolsek Seriirt Kompol Uder.
Kadus Sorga Mekar Putu Karmita alias Leong mengaku hanya menjual empat pohon Sonokeling yang sudah lapuk dengan harga Rp 4 juta. Dirinya pun berdalih menjual kayu karena sudah lapuk dan akan menggantinya dengan pohon Nangka dan Wani untuk penyegaran. “Yang saya jual kayu itu karena sudah lama dan lapuk. Kayu itu di lahan garapan saya, atas izin pemanfaatan hutan negara. Jualnya sudah seminggu,” ucapnya. Sebagai Kelian Banjar, dia mengaku tak tahu menahu terkait kasus illegal loging di wilayahnya. “Saya jarang naik ke hutan, kecuali pas panen kopi,” jelas dia.
Pembelaan juga dilontarkan oleh Yenri, pembeli kayu hutan negara itu. Dia mengaku sebagai korban karena awalnya ditawari kayu oleh Ida Bagus Komang Swardika, disebut kayu milik banjar. “Saya beli kayu karena disebut kayu banjar. Saya orang jauh, orang Jawa. Makanya saya berani datangkan tenaga, kerjanya siang juga berani. Saya juga korban,” ucap dia.
Yenri mengaku membeli pohon Sonokeling yang rencananya akan dibawa ke Malang dengan harga Rp 49 juta per 15 pohon. Namun yang baru terpotong 7 pohon.
Polhut Pelaksana UPT KPH Bali Utara, Jono, membenarkan telah kehilangan 15 pohon di hutan negara dalam pengawasannya. Kasus illegal loging itu memang terjadi di zona hutan pemanfaatan oleh masyarakat. Dia menyebut, kelian banjar ikut bersalah karena memanfaatkan kayu hutan untuk dijual.
Atas perbuatannya, tujuh pelaku kini dipasangkan pasal 83 ayat (1) yo pasal 12 huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan dengan pidana maksimal lima tahun dan denda pidana minimal Rp 500.000 dan maksimal Rp 2,5 miliar. *k23
Ironisnya, Kelian Banjar Dinas setempat, Putu Karmita alias Leong,35, ikut terlibat dalam kasus yang menimbulkan kerugian negera tersebut. Keterlibatannya ikut menjual kayu di hutan negara karena dirinya mendapatkan izin pemanfaatan hutan negara.
Penangkapan sindikat illegal loging itu disebut Wakapolres Buleleng Kompol Loduwyk Tapilaha, didampingi Kapolsek Seririt Kompol I Made Uder dan Kasubag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya. Penangkapan berdasarkan informasi masyarakat. Polsek Seririt dan juga Polisi Hutan UPT KPH Bali Utara mencegat truk yang sedang mengangkut 27 potong kayu gelondongan jenis Sonokeling.
“Saat pencegatan itu kami temuka 27 potong kayu gelondongan yang diangkut menggunakan truk. Setelah kami cek di dalam hutan juga ada 15 pohon Sonokeling yang terpotong. Ada juga beberapa bekas potongan pohon yang sudah lapuk,” jelas Kompol Loduwyk di Mapolres Buleleng, Selasa (17/9), saat memberikan keterangan pers.
Waka Polres Loduwyk juga menjelaskan tujuh pelaku diamankan dengan peran berbeda. Ada yang berperan sebagai pembeli, penjual, pemasar, pemotong kayu hingga sopir truk. Bahkan Kelian Banjar Dinas Sorga Mekar, Desa Lokapaksa, Putu Karmita alias Leong, 35, disebut ikut menjual kayu di hutan negara lantaran dirinya mendapatkan izin pemanfaatan hutan negara.
Dari hasil pengembangan, polisi pun mengaku masih melakukan pendalaman. Karena ada indikasi illegal loging di hutan negara itu sering terjadi. Polisi masih mencari bukti dan pelaku lainnya yang berpotensi terjerat kasus yang sama. Sedangkan 15 pohon Sonokeling yang ditebang di hutan negara itu dibeli oleh Yenri Andi,37, warga Desa Sambi Gede, Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Yenri membeli kayu-kayu itu atas tawaran dan pemasaran Ida Bagus Komang Swardika,35, warga Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt Buleleng. Uang pembelian 15 batang kayu itu ditransfer langsung ke rekening tersangka, Ida Bagus Komang Swardika. Sedangkan Ida Bagus Komang Swardika sebelumnya mendapat kayu-kayu dari informasi Wayan Darmadi,52, dan Kadek Wijaya alias Dek Mut,43, warga Desa Lokapaksa yang sebagai pemasar kayu hutan.
Tersangka Yenri yang merasa cocok dengan kayu yang akan dibelinya lalu mengajak dua pekerja yakni Sudiono,48, asal Desa Ampel Gading, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, selaku sopir truk dan Mesenan,36, warga Desa Ngebruk, Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, selaku penebang pohon.
“Jadi mereka ini punya peran masing-masing, ada pengangkut, menguasai dan memiliki, elemen itu menjadi satu bagian,” imbuh Kapolsek Seriirt Kompol Uder.
Kadus Sorga Mekar Putu Karmita alias Leong mengaku hanya menjual empat pohon Sonokeling yang sudah lapuk dengan harga Rp 4 juta. Dirinya pun berdalih menjual kayu karena sudah lapuk dan akan menggantinya dengan pohon Nangka dan Wani untuk penyegaran. “Yang saya jual kayu itu karena sudah lama dan lapuk. Kayu itu di lahan garapan saya, atas izin pemanfaatan hutan negara. Jualnya sudah seminggu,” ucapnya. Sebagai Kelian Banjar, dia mengaku tak tahu menahu terkait kasus illegal loging di wilayahnya. “Saya jarang naik ke hutan, kecuali pas panen kopi,” jelas dia.
Pembelaan juga dilontarkan oleh Yenri, pembeli kayu hutan negara itu. Dia mengaku sebagai korban karena awalnya ditawari kayu oleh Ida Bagus Komang Swardika, disebut kayu milik banjar. “Saya beli kayu karena disebut kayu banjar. Saya orang jauh, orang Jawa. Makanya saya berani datangkan tenaga, kerjanya siang juga berani. Saya juga korban,” ucap dia.
Yenri mengaku membeli pohon Sonokeling yang rencananya akan dibawa ke Malang dengan harga Rp 49 juta per 15 pohon. Namun yang baru terpotong 7 pohon.
Polhut Pelaksana UPT KPH Bali Utara, Jono, membenarkan telah kehilangan 15 pohon di hutan negara dalam pengawasannya. Kasus illegal loging itu memang terjadi di zona hutan pemanfaatan oleh masyarakat. Dia menyebut, kelian banjar ikut bersalah karena memanfaatkan kayu hutan untuk dijual.
Atas perbuatannya, tujuh pelaku kini dipasangkan pasal 83 ayat (1) yo pasal 12 huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan dengan pidana maksimal lima tahun dan denda pidana minimal Rp 500.000 dan maksimal Rp 2,5 miliar. *k23
Komentar