Sinetron dengan Konten Negatif
KPID Bali 'Lapor’ ke KPI Pusat
KPID Bali membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM) bagaimana bisa memilih dan melindungi anak-anak agar orangtua bijak memilah dan memilih siaran.
DENPASAR, NusaBali
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali rekomendasikan sinetron dengan konten negatif ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
"Beberapa sinetron sudah direkomendasikan, kemarin kita merekomendasikan beberapa tayangan sinetron dari televisi nasional untuk ditindaklanjuti oleh KPI pusat, karena itu rata-rata adalah kekerasan, merokok, sinetron dewasa dan ditayangkan pada jam-jam dimana anak-anak bisa nonton. Nah itu yang sudah kami kirimkan," jelas Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali, I Made Sunarsa di Denpasar, Rabu (18/9).
Sunarta menyebutkan beberapa rekomendasi berupa sinetron yang diputar secara nasional yang diajukan agar ditindaklanjuti oleh KPI Pusat, terkait dengan konten masalah kekerasan, Napza yang ada konten merokoknya, dan tayangan yang tidak baik untuk disimak oleh anak-anak.
Ditegaskan, apabila didapati televisi lokal yang juga menayangkan tayangan itu akan diberikan teguran karena merupakan kewenangan daerah. Sedangkan apabila berkaitan dengan konten tayangan secara nasional, hanya sebatas merekomendasikan ke KPI Pusat. "Ada adegan ngerokok, ada adegan yang berdarah-darah, saling main pukul itu yang kita rekomendasikan. Cuma kalau kita membatasi jumlah tayang misalkan anak-anak, kita sudah bikinkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) terbaru itu bagaimana bisa memilih dan melindungi anak-anak agar orangtua bijak memilah dan memilih siaran," lanjutnya.
Made Sunarsa menambahkan beberapa channel televisi, selama dua minggu terakhir telah menayangkan ILM ini, yang berdurasi satu menit. ILM yang khusus diputar untuk anak-anak dengan judul Iklan, ‘pilah dan pilih konten siaran’.
Menurut dia, terkait dengan terpaparnya tayangan sinetron di kalangan anak-anak dapat berdampak ke perilaku anak. Salah satunya, penggunaan kata-kata yang tidak sopan dari anak kepada orang tua dan menunjukkan perilaku yang mengandung kekerasan.
"Saya kira di iklan itu sudah disampaikan bagaimana anak-anak suka kekerasan dan suka mengungkapkan kata-kata yang tidak layak diungkapakan oleh anak, menunjukkan anak yang tidak hormat dengan orangtua, terus dari iklan itu juga ada bagaimana sebaiknya sikap orangtua dan anak kepada orangtua," terang Made Sunarsa. 7 ant, isu
Soroti Tayangan TV Lokal yang Dapat Teguran
KPI Bali juga menyoroti keberadaan tayangan televisi lokal Bali yang mendapat teguran karena terindikasi melakukan pelanggaran dalam program siaran. "Tayangan lokal yang ditegur ada banyak tapi tidak diekspos. Jadi namanya Jumat keramat karena setiap hari Jumat kami melakukan pleno tentang adanya indikasi pelanggaran dari tayangan tv lokal di Bali," ungkapnya.
Dikatakan, bahwa sanksi yang diterima bagi siaran tv yang melanggar dapat berupa sanksi administratif berupa diterimanya surat teguran. Beberapa pelanggaran tayangan itu, seperti adanya tayangan tentang Napza, dengan memperlihatkan banyak orang merokok, dan berkaitan juga iklan testimoni obat-obatan. "Pelanggarannya itu yang kami tegur, seperti konten Napza yang banyak orang yang merokok, ada juga berkaitan dengan iklan, kayak iklan-iklan testimoni, obat-obatan. Nah ini juga, produksi yang di Bali tidak bagus edited nya jadi banyak ditegur," katanya.
Dipaparkan, untuk indikasi pelanggaran dari bulan Januari sampai Juni 2019, pada Januari diperoleh 15 indikasi pelanggaran, Februari ada 78 indikasi, Maret ada tujuh indikasi, April ada 16 indikasi, Mei ada 24 indikasi dan Juni ada 32 indikasi pelanggaran.
Selain itu untuk persentase pelanggaran di bulan Januari 40 persen mengandung unsur kekerasan, 53 persen mengandung unsur pornografi dan 7 persen ada unsur Sara. Berlanjut pada bulan Februari 48 persen tayangan mengandung kekerasan, 18 persen ada konten berkaitan dengan Napza, 16 persen Sara dan 15 persen mengandung pornografi. Bulan Maret, 29 persen tayangan dengan kekerasan, 28 ada unsur sara, 14 persen ada mengandung konten Napza, dan 29 persen tentang pornografi. Sebaliknya pada bulan April, persentase tertinggi indikasi pelanggaran terjadi pada tayangan Iklan sebanyak 81 persen, diikuti dengan tayangan mengandung Napza ada 15 persen.
Pada bulan Mei, sekitar 46 persen pada tayangan Iklan, 21 persen tayangan Napza, 17 persen tayangan kekerasan, 12 persen mengandung tayangan Sara, dan empat persen mengandung pornografi. Terakhir pada bulan Juni, 25 persen berasal dari tayangan Iklan, 28 persen tayangan kekerasan, 38 persen pelanggaran tayangan mengandung Napza, enam persen pornografi dan tiga persen mengandung sara.
"Kenapa anak-anak suka tayangan sinetron, karena menu, jadi saya sudah selalu koordinasi dengan antropologi, sosiologi, akademisi, karena kita tidak melihat rating, kalau Nielsen pakai rating bahwa yang baik siarannya adalah ketika yang banyak nonton, Nah itu yang mau ubah di KPI, bahwa yang bagus itu yang kualitasnya memang bagus, masalahnya menu tayangan di tv ya itu - itu aja,"jelas Made Sunarsa.
Untuk itu pihaknya menjalin kerjasama dengan akademisi untuk mendiskusikan terkait dengan tayangan di televisi agar dapat disajikan dengan indeks kualitas, bukan dengan menu tayangan dengan metode yang 'laris' untuk ditonton. "Karena kartun cuma ada di beberapa tv aja, ada beberapa tv lain nggak ngasi, jadi kan susah makanya kita mencoba kualitas yang bagus untuk anak - anak adalah seperti ini," ucapnya. 8ant, isu
"Beberapa sinetron sudah direkomendasikan, kemarin kita merekomendasikan beberapa tayangan sinetron dari televisi nasional untuk ditindaklanjuti oleh KPI pusat, karena itu rata-rata adalah kekerasan, merokok, sinetron dewasa dan ditayangkan pada jam-jam dimana anak-anak bisa nonton. Nah itu yang sudah kami kirimkan," jelas Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali, I Made Sunarsa di Denpasar, Rabu (18/9).
Sunarta menyebutkan beberapa rekomendasi berupa sinetron yang diputar secara nasional yang diajukan agar ditindaklanjuti oleh KPI Pusat, terkait dengan konten masalah kekerasan, Napza yang ada konten merokoknya, dan tayangan yang tidak baik untuk disimak oleh anak-anak.
Ditegaskan, apabila didapati televisi lokal yang juga menayangkan tayangan itu akan diberikan teguran karena merupakan kewenangan daerah. Sedangkan apabila berkaitan dengan konten tayangan secara nasional, hanya sebatas merekomendasikan ke KPI Pusat. "Ada adegan ngerokok, ada adegan yang berdarah-darah, saling main pukul itu yang kita rekomendasikan. Cuma kalau kita membatasi jumlah tayang misalkan anak-anak, kita sudah bikinkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) terbaru itu bagaimana bisa memilih dan melindungi anak-anak agar orangtua bijak memilah dan memilih siaran," lanjutnya.
Made Sunarsa menambahkan beberapa channel televisi, selama dua minggu terakhir telah menayangkan ILM ini, yang berdurasi satu menit. ILM yang khusus diputar untuk anak-anak dengan judul Iklan, ‘pilah dan pilih konten siaran’.
Menurut dia, terkait dengan terpaparnya tayangan sinetron di kalangan anak-anak dapat berdampak ke perilaku anak. Salah satunya, penggunaan kata-kata yang tidak sopan dari anak kepada orang tua dan menunjukkan perilaku yang mengandung kekerasan.
"Saya kira di iklan itu sudah disampaikan bagaimana anak-anak suka kekerasan dan suka mengungkapkan kata-kata yang tidak layak diungkapakan oleh anak, menunjukkan anak yang tidak hormat dengan orangtua, terus dari iklan itu juga ada bagaimana sebaiknya sikap orangtua dan anak kepada orangtua," terang Made Sunarsa. 7 ant, isu
Soroti Tayangan TV Lokal yang Dapat Teguran
KPI Bali juga menyoroti keberadaan tayangan televisi lokal Bali yang mendapat teguran karena terindikasi melakukan pelanggaran dalam program siaran. "Tayangan lokal yang ditegur ada banyak tapi tidak diekspos. Jadi namanya Jumat keramat karena setiap hari Jumat kami melakukan pleno tentang adanya indikasi pelanggaran dari tayangan tv lokal di Bali," ungkapnya.
Dikatakan, bahwa sanksi yang diterima bagi siaran tv yang melanggar dapat berupa sanksi administratif berupa diterimanya surat teguran. Beberapa pelanggaran tayangan itu, seperti adanya tayangan tentang Napza, dengan memperlihatkan banyak orang merokok, dan berkaitan juga iklan testimoni obat-obatan. "Pelanggarannya itu yang kami tegur, seperti konten Napza yang banyak orang yang merokok, ada juga berkaitan dengan iklan, kayak iklan-iklan testimoni, obat-obatan. Nah ini juga, produksi yang di Bali tidak bagus edited nya jadi banyak ditegur," katanya.
Dipaparkan, untuk indikasi pelanggaran dari bulan Januari sampai Juni 2019, pada Januari diperoleh 15 indikasi pelanggaran, Februari ada 78 indikasi, Maret ada tujuh indikasi, April ada 16 indikasi, Mei ada 24 indikasi dan Juni ada 32 indikasi pelanggaran.
Selain itu untuk persentase pelanggaran di bulan Januari 40 persen mengandung unsur kekerasan, 53 persen mengandung unsur pornografi dan 7 persen ada unsur Sara. Berlanjut pada bulan Februari 48 persen tayangan mengandung kekerasan, 18 persen ada konten berkaitan dengan Napza, 16 persen Sara dan 15 persen mengandung pornografi. Bulan Maret, 29 persen tayangan dengan kekerasan, 28 ada unsur sara, 14 persen ada mengandung konten Napza, dan 29 persen tentang pornografi. Sebaliknya pada bulan April, persentase tertinggi indikasi pelanggaran terjadi pada tayangan Iklan sebanyak 81 persen, diikuti dengan tayangan mengandung Napza ada 15 persen.
Pada bulan Mei, sekitar 46 persen pada tayangan Iklan, 21 persen tayangan Napza, 17 persen tayangan kekerasan, 12 persen mengandung tayangan Sara, dan empat persen mengandung pornografi. Terakhir pada bulan Juni, 25 persen berasal dari tayangan Iklan, 28 persen tayangan kekerasan, 38 persen pelanggaran tayangan mengandung Napza, enam persen pornografi dan tiga persen mengandung sara.
"Kenapa anak-anak suka tayangan sinetron, karena menu, jadi saya sudah selalu koordinasi dengan antropologi, sosiologi, akademisi, karena kita tidak melihat rating, kalau Nielsen pakai rating bahwa yang baik siarannya adalah ketika yang banyak nonton, Nah itu yang mau ubah di KPI, bahwa yang bagus itu yang kualitasnya memang bagus, masalahnya menu tayangan di tv ya itu - itu aja,"jelas Made Sunarsa.
Untuk itu pihaknya menjalin kerjasama dengan akademisi untuk mendiskusikan terkait dengan tayangan di televisi agar dapat disajikan dengan indeks kualitas, bukan dengan menu tayangan dengan metode yang 'laris' untuk ditonton. "Karena kartun cuma ada di beberapa tv aja, ada beberapa tv lain nggak ngasi, jadi kan susah makanya kita mencoba kualitas yang bagus untuk anak - anak adalah seperti ini," ucapnya. 8ant, isu
Komentar