Bendesa Duga Foto Editan, Kejadian Diperkirakan Lebih dari 2 Tahun Lalu
Foto Wisatawan Naik di Pelataran Pura Taman Beji Candikuning yang Viral di Medsos
Bendesa Adat Candikuning I Gusti Ngurah Agung Artanegara berharap krama tidak terprovokasi. Ada tiga poin yang jadi acuan sehingga foto yang beredar tersebut dinilai editan.
TABANAN, NusaBali
Sebuah foto wisatawan naik ke pelataran (tempat menaruh banten) di areal Pura Taman Beji masuk wilayah Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan, viral di media sosial (medsos). Dalam foto yang beredar tersebut, ada dua wisatawan perempuan diduga wisatawan domestik, sedang duduk bersila menghadap utara lengkap dengan ransel yang juga diletakkan di pelataran tempat untuk menaruh banten tersebut.
Foto dua wisatawan domestik yang naik di pelataran itu viral setelah dibagikan di media sosial. Ada tiga foto dengan objek yang sama sudah viral dan menjadi perbincangan netizen. Sesuai foto, satu wisatawan berbaju merah kenakan topi cokelat dan satunya lagi memakai baju putih lengkap kaca mata di atas rambutnya.
Terkait hal tersebut Bendesa Adat Candikuning I Gusti Ngurah Agung Artanegara ketika dikonfirmasi, mengatakan sesuai foto yang viral itu, lokasinya di areal Pura Taman Beji yang masuk teritorial Desa Adat Candikuning. Namun kapan peristiwa itu terjadi, tidak diketahui secara pasti. “Saya tahu dari facebook sejak dua hari. Namun kapan jelasnya kejadian itu, tidak bisa saya ketahui,” ungkapnya, Sabtu (21/9).
Kata Gusti Artanegara, setelah dipelajari sekilas, foto yang sudah beredar itu diduga editan. Ada tiga poin yang menjadi acuan sehingga foto yang beredar tersebut dinilai editan. Pertama, posisi duduk antara punggung dengan kepala tidak sesuai, terlihat leher agak memanjang. Kedua, posisi duduknya seolah-olah foto tersebut diletakkan sehingga terkesan menutupi pelataran. Dan ketiga, perbandingan antara foto pertama dan kedua berbeda. Dimana foto pertama berisi tempat sesari warna hijau, dan foto kedua tidak berisi sesari warna hijau.
“Jadi ini harus benar-benar dipelajari, siapa tahu ada oknum yang ingin buat perpecahan atau rusuh,” ujar Gusti Artanegara. Bahkan jika benar foto tersebut asli alias bukan editan, artinya kejadiannya sudah lama, diperkirakan lebih dari dua tahun. Sebab posisi bataran padma yang ada di sebelah timurnya palinggih, penuh air sehingga agak tenggelam. Sedangkan posisi sekarang airnya surut dan kering.
“Saya sudah menjabat bendesa sekitar 1,5 tahun. Sejak saya mulai menjabat, air di bataran padma itu sudah surut. Dan jika itu benar (seperti gambar dalam foto), berarti terjadi sebelum saya jadi bendesa,” ungkapnya.
Oleh karena itu dirinya selaku bendesa meminta krama Hindu tidak terpancing dan terprovokasi oleh hal tersebut. Sebab selama ini pengawasan sudah dilakukan pihak Desa Adat Candikuning, termasuk dari pihak manajemen Objek Wisata Ulun Danu Beratan, dan tidak mungkin dibiarkan ada hal seperti itu terjadi.
Meski areal Pura Beji tersebut terbuka, belum dilengkapi panyengker permanen lantaran terkait anggaran, di sekitaran Pura Beji sudah dilengkapi pembatas menggunakan tali dan sudah berisi tulisan dilarang masuk. “Saya minta masyarakat Bali tidak mudah terprovokasi dengan hal ini. Pengawasan sudah kami lakukan semaksimal mungkin. Tidak kami biarkan begitu saja. Jadi jangan menyalahkan siapa-siapa,” tutur Gusti Artanegara.
Diakui terkait foto yang beredar, masyarakat Desa Candikuning sudah mengetahui dan menggelar paruman (rapat), dan sudah menyebarkan kepada tokoh masyarakat agar tidak mudah terpancing. Bahkan masyarakat Desa Candikuning menyadari bahwa ada hal-hal yang bisa membuat perpecahan dengan viralnya foto tersebut.
“Intinya kami akan mencari kebenarannya, baru akan menentukan langkah-langkah selanjutnya. Jika sekarang macaru dan membuat upacara, bagaimana kalau itu (foto) tidak benar? Sebelum-sebelumnya kami juga sudah rutin melaksanakan upacara pacaruan dan guru piduka. Sekarang kami akan mencari kebenarannya dulu. Jadi kami mohon masyarakat jangan terprovokasi akan hal tersebut,” tandas Gusti Artanegara.
Dia menambahkan Pura Beji ini digunakan untuk krama Bali ketika nyegara gunung, ngebejiang, dan sebagainya. Dan Desa Adat Candikuning tidak melarang siapa pun yang akan sembahyang di Pura Beji. “Penjagaan atau orang yang stand by di sana memang belum ada, tetapi sudah ada pembatas menggunakan tali. Kami juga belum bisa membangun tembok permanen karena belum ada anggaran untuk itu,” katanya.
Sementara Ketua PHDI Tabanan sekaligus Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Tabanan I Wayan Tontra, mengatakan jika hal tersebut benar sangat disayangkan. Untuk itu dia mengimbau pengawasan khusus harus dilakukan. “Di satu sisi kita perlu wisatawan. Namun agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, harus adanya pengawasan khusus,” ucapnya.
Untuk memastikan apakah foto yang viral tersebut benar terjadi atau bukan, Tontra mengaku akan melakukan koordinasi dengan pihak Desa Adat Candikuning agar kasus dapat diselesaikan dengan baik. Dan tidak terjadi kasus serupa.
“Intinya pengawasan khusus seluruh pihak harus dijalankan,” tandas Tontra yang juga menjabat Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Tabanan. *des
Foto dua wisatawan domestik yang naik di pelataran itu viral setelah dibagikan di media sosial. Ada tiga foto dengan objek yang sama sudah viral dan menjadi perbincangan netizen. Sesuai foto, satu wisatawan berbaju merah kenakan topi cokelat dan satunya lagi memakai baju putih lengkap kaca mata di atas rambutnya.
Terkait hal tersebut Bendesa Adat Candikuning I Gusti Ngurah Agung Artanegara ketika dikonfirmasi, mengatakan sesuai foto yang viral itu, lokasinya di areal Pura Taman Beji yang masuk teritorial Desa Adat Candikuning. Namun kapan peristiwa itu terjadi, tidak diketahui secara pasti. “Saya tahu dari facebook sejak dua hari. Namun kapan jelasnya kejadian itu, tidak bisa saya ketahui,” ungkapnya, Sabtu (21/9).
Kata Gusti Artanegara, setelah dipelajari sekilas, foto yang sudah beredar itu diduga editan. Ada tiga poin yang menjadi acuan sehingga foto yang beredar tersebut dinilai editan. Pertama, posisi duduk antara punggung dengan kepala tidak sesuai, terlihat leher agak memanjang. Kedua, posisi duduknya seolah-olah foto tersebut diletakkan sehingga terkesan menutupi pelataran. Dan ketiga, perbandingan antara foto pertama dan kedua berbeda. Dimana foto pertama berisi tempat sesari warna hijau, dan foto kedua tidak berisi sesari warna hijau.
“Jadi ini harus benar-benar dipelajari, siapa tahu ada oknum yang ingin buat perpecahan atau rusuh,” ujar Gusti Artanegara. Bahkan jika benar foto tersebut asli alias bukan editan, artinya kejadiannya sudah lama, diperkirakan lebih dari dua tahun. Sebab posisi bataran padma yang ada di sebelah timurnya palinggih, penuh air sehingga agak tenggelam. Sedangkan posisi sekarang airnya surut dan kering.
“Saya sudah menjabat bendesa sekitar 1,5 tahun. Sejak saya mulai menjabat, air di bataran padma itu sudah surut. Dan jika itu benar (seperti gambar dalam foto), berarti terjadi sebelum saya jadi bendesa,” ungkapnya.
Oleh karena itu dirinya selaku bendesa meminta krama Hindu tidak terpancing dan terprovokasi oleh hal tersebut. Sebab selama ini pengawasan sudah dilakukan pihak Desa Adat Candikuning, termasuk dari pihak manajemen Objek Wisata Ulun Danu Beratan, dan tidak mungkin dibiarkan ada hal seperti itu terjadi.
Meski areal Pura Beji tersebut terbuka, belum dilengkapi panyengker permanen lantaran terkait anggaran, di sekitaran Pura Beji sudah dilengkapi pembatas menggunakan tali dan sudah berisi tulisan dilarang masuk. “Saya minta masyarakat Bali tidak mudah terprovokasi dengan hal ini. Pengawasan sudah kami lakukan semaksimal mungkin. Tidak kami biarkan begitu saja. Jadi jangan menyalahkan siapa-siapa,” tutur Gusti Artanegara.
Diakui terkait foto yang beredar, masyarakat Desa Candikuning sudah mengetahui dan menggelar paruman (rapat), dan sudah menyebarkan kepada tokoh masyarakat agar tidak mudah terpancing. Bahkan masyarakat Desa Candikuning menyadari bahwa ada hal-hal yang bisa membuat perpecahan dengan viralnya foto tersebut.
“Intinya kami akan mencari kebenarannya, baru akan menentukan langkah-langkah selanjutnya. Jika sekarang macaru dan membuat upacara, bagaimana kalau itu (foto) tidak benar? Sebelum-sebelumnya kami juga sudah rutin melaksanakan upacara pacaruan dan guru piduka. Sekarang kami akan mencari kebenarannya dulu. Jadi kami mohon masyarakat jangan terprovokasi akan hal tersebut,” tandas Gusti Artanegara.
Dia menambahkan Pura Beji ini digunakan untuk krama Bali ketika nyegara gunung, ngebejiang, dan sebagainya. Dan Desa Adat Candikuning tidak melarang siapa pun yang akan sembahyang di Pura Beji. “Penjagaan atau orang yang stand by di sana memang belum ada, tetapi sudah ada pembatas menggunakan tali. Kami juga belum bisa membangun tembok permanen karena belum ada anggaran untuk itu,” katanya.
Sementara Ketua PHDI Tabanan sekaligus Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Tabanan I Wayan Tontra, mengatakan jika hal tersebut benar sangat disayangkan. Untuk itu dia mengimbau pengawasan khusus harus dilakukan. “Di satu sisi kita perlu wisatawan. Namun agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, harus adanya pengawasan khusus,” ucapnya.
Untuk memastikan apakah foto yang viral tersebut benar terjadi atau bukan, Tontra mengaku akan melakukan koordinasi dengan pihak Desa Adat Candikuning agar kasus dapat diselesaikan dengan baik. Dan tidak terjadi kasus serupa.
“Intinya pengawasan khusus seluruh pihak harus dijalankan,” tandas Tontra yang juga menjabat Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Tabanan. *des
Komentar