Istri dan Adik Sudikerta Disemprot Hakim
Plintat-plintut saat Bersaksi Kasus Penipuan Penjualan Tanah Rp 2,4 M
“Keterangan anda tidak masuk akal. Nanti Anda akan saya konfrontir dengan terdakwa. Peran saudara janggal. Masak, ada uang miliaran rupiah yang masuk tapi tidak tahu,”
DENPASAR, NusaBali
Belum kelar sidang dugaan penipuan Rp 150 miliar yang menjadikan mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta sebagai terdakwa, kini sang istri Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini yang terseret kasus dugaan penipuan penjualan tanah Rp 2,4 miliar. Bahkan saat bersaksi di PN Denpasar pada Selasa (1/10) untuk terdakwa Gunawan Priambodo, 41, istri Sudikerta disemprot hakim karena plintat-plintut saat menjawab.
Selain sang istri, adik Sudikerta yaitu I Wayan Suwandi juga dihadirkan sebagai saksi sidang kasus penipuan yang dilakukan terdakwa Gunawan Priambodo sebagai Presiden Direktur PT Bangsing Permai. Istri Sudikerta yang bersaksi lebih dulu sekitar pukul 15.00 Wita langsung dicerca majelis hakim terkait perannya dalam perkara ini.
Sumiantini mengaku dirinya sebagai wali dari Putu Ayu Winda Widiasari yang merupakan Presiden Komisaris PT Bangsing Permai. Putu Ayu Winda Widiasari ini merupakan anak pertama Sumiantini. “Waktu itu anak saya sebagai Presiden Komisaris masih berusia 15 tahun, kelas 2 SMA. Jadi saya yang menjadi walinya,” terang Sumiantini.
Saat ditanya terkait perusahaan yang didirikan, Sumiantini yang menggunakan baju endek hitam dengan corak coklat mulai plintat-plintut. Bahkan saat ditanya bergerak dalam bidang apa perusahaan ini, Sumiantini mengatakan tidak tahu. Termasuk saat ditanya peran dan tugasnya juga mengatakan tidak tahu. “Anda jangan main-main. Anda sudah disumpah,” ujar majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara.
Keterangan tidak tahu ini berlanjut saat hakim menanyakan terkait aliran dana dalam perusahaan ini. Padahal dari keterangan terdakwa ada uang Rp 2,4 miliar yang masuk ke rekening Sumiantini. “Sata tidak pernah mengecek,” jawabnya singkat. “Anda ini seperti kebanyakan uang sampai tidak mengecek rekening. Nggak apa-apa, anda kan orang kaya raya. Ada uang Rp 2,4 miliar tidak tahu. Berarti kekayaan anda triliunan,” lant hakim.
Hakim anggota, I Gde Ginarsa yang penasaran ikut menimpali hakim ketua. Ginarsa menanyakan alasan saksi menggunakan nama anaknya sebagai Presiden Komisaris padahal anaknya masih dibawah umur dan belum bisa dimintai pertanggung jawaban secara hukum. “Waktu itu saya program bayi tabung,” jawab Sumiantini.
Anehnya, saat ditanya apakah ada ijin dari suami, Sumiantini mengatakan jika pencantuman anaknya sebagai Presiden Komisaris PT Bangsing Permai tanpa sepengetahuan suaminya. “Apa karena waktu itu Pak Sudikerta menjabat?,” kejar hakim Ginarsa. Sumiantini menggelengkan kepala.
Sekitar 30 menit pemeriksaan berjalan, hakim ketua langsung menghentikan sidang pemeriksaan saksi Sumiantini. “Keterangan anda tidak masuk akal. Nanti Anda akan saya konfrontir dengan terdakwa. Peran saudara janggal. Masak, ada uang miliaran rupiah yang masuk tapi tidak tahu,” ujar hakim ketua dengan nada sinis.
Selanjutnya sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi I Wayan Suani yang merupakan adik Sudikerta. Diawal sidang, Suwandi langsung mendapat peringatan hakim supaya berkata jujur dalam sidang. “Hakim bisa dibohongi, tapi Tuhan tidak,” ujar Watsara.
Meski sudah disumpah, keterangan Suwandi di awal sidang langsung membuat hakim geram. Pasalnya, Suwandi juga mengaku tidak tahu soal PT Bangsing Permai padahal dirinya merupakan direktur dan pemegang saham. Hakim lalu menanyakan pekerjaan Suwandi. “Saya usaha property punya apartemen 40 kamar,” jelasnya.
Hakim lalu menyentil Suwandi yang memiliki penghasilan besar dari usahanya tersebut. “Penghasilan anda bisa ratusan juta sebulannya, kalah hakim apalagi wartawan,” sentil hakim Budi Watsara.
Pemeriksaan saksi-saksi masih akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda konfrontir antara saksi-saksi dengan terdakwa.
Kasus ini berawal Juli 2016 saat terdakwa yang merupakan Presiden Direktur PT Bangsing Permai menawarkan ranah kavling siap bangun kepada korban Kurnia Sutantyo. Tanah tersebut diketahui berada di Bangsing, Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Saat itu terdakwa menawarkan tanah tersebut senilai Rp 6, 1 miliar.
Terdakwa juga meyakinkan korban bahwa tanah tersebut tidak bermasalah. Sertifikat tanah tersebut juga dikatakan masih tahap balik nama dan pemecahan di BPN Badung. Korban yang tertarik lalu membayar bertahap dengan awal Rp 2,4 miliar. Setelah pembayaran itulah diketahui tahan tersebut bukan milik PT Bangsing Permai melainkan milik Arifin Susilo Adiasa yang tidak pernah diperjual belikan. Pihak BPN juga mengaku tidak ada balik nama ataupun pemecahan sertifikat tersebut. Korban yang merugi Rp 2,4 miliar melaporkan penipuan ini ke polisi. *rez
Selain sang istri, adik Sudikerta yaitu I Wayan Suwandi juga dihadirkan sebagai saksi sidang kasus penipuan yang dilakukan terdakwa Gunawan Priambodo sebagai Presiden Direktur PT Bangsing Permai. Istri Sudikerta yang bersaksi lebih dulu sekitar pukul 15.00 Wita langsung dicerca majelis hakim terkait perannya dalam perkara ini.
Sumiantini mengaku dirinya sebagai wali dari Putu Ayu Winda Widiasari yang merupakan Presiden Komisaris PT Bangsing Permai. Putu Ayu Winda Widiasari ini merupakan anak pertama Sumiantini. “Waktu itu anak saya sebagai Presiden Komisaris masih berusia 15 tahun, kelas 2 SMA. Jadi saya yang menjadi walinya,” terang Sumiantini.
Saat ditanya terkait perusahaan yang didirikan, Sumiantini yang menggunakan baju endek hitam dengan corak coklat mulai plintat-plintut. Bahkan saat ditanya bergerak dalam bidang apa perusahaan ini, Sumiantini mengatakan tidak tahu. Termasuk saat ditanya peran dan tugasnya juga mengatakan tidak tahu. “Anda jangan main-main. Anda sudah disumpah,” ujar majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara.
Keterangan tidak tahu ini berlanjut saat hakim menanyakan terkait aliran dana dalam perusahaan ini. Padahal dari keterangan terdakwa ada uang Rp 2,4 miliar yang masuk ke rekening Sumiantini. “Sata tidak pernah mengecek,” jawabnya singkat. “Anda ini seperti kebanyakan uang sampai tidak mengecek rekening. Nggak apa-apa, anda kan orang kaya raya. Ada uang Rp 2,4 miliar tidak tahu. Berarti kekayaan anda triliunan,” lant hakim.
Hakim anggota, I Gde Ginarsa yang penasaran ikut menimpali hakim ketua. Ginarsa menanyakan alasan saksi menggunakan nama anaknya sebagai Presiden Komisaris padahal anaknya masih dibawah umur dan belum bisa dimintai pertanggung jawaban secara hukum. “Waktu itu saya program bayi tabung,” jawab Sumiantini.
Anehnya, saat ditanya apakah ada ijin dari suami, Sumiantini mengatakan jika pencantuman anaknya sebagai Presiden Komisaris PT Bangsing Permai tanpa sepengetahuan suaminya. “Apa karena waktu itu Pak Sudikerta menjabat?,” kejar hakim Ginarsa. Sumiantini menggelengkan kepala.
Sekitar 30 menit pemeriksaan berjalan, hakim ketua langsung menghentikan sidang pemeriksaan saksi Sumiantini. “Keterangan anda tidak masuk akal. Nanti Anda akan saya konfrontir dengan terdakwa. Peran saudara janggal. Masak, ada uang miliaran rupiah yang masuk tapi tidak tahu,” ujar hakim ketua dengan nada sinis.
Selanjutnya sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi I Wayan Suani yang merupakan adik Sudikerta. Diawal sidang, Suwandi langsung mendapat peringatan hakim supaya berkata jujur dalam sidang. “Hakim bisa dibohongi, tapi Tuhan tidak,” ujar Watsara.
Meski sudah disumpah, keterangan Suwandi di awal sidang langsung membuat hakim geram. Pasalnya, Suwandi juga mengaku tidak tahu soal PT Bangsing Permai padahal dirinya merupakan direktur dan pemegang saham. Hakim lalu menanyakan pekerjaan Suwandi. “Saya usaha property punya apartemen 40 kamar,” jelasnya.
Hakim lalu menyentil Suwandi yang memiliki penghasilan besar dari usahanya tersebut. “Penghasilan anda bisa ratusan juta sebulannya, kalah hakim apalagi wartawan,” sentil hakim Budi Watsara.
Pemeriksaan saksi-saksi masih akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda konfrontir antara saksi-saksi dengan terdakwa.
Kasus ini berawal Juli 2016 saat terdakwa yang merupakan Presiden Direktur PT Bangsing Permai menawarkan ranah kavling siap bangun kepada korban Kurnia Sutantyo. Tanah tersebut diketahui berada di Bangsing, Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Saat itu terdakwa menawarkan tanah tersebut senilai Rp 6, 1 miliar.
Terdakwa juga meyakinkan korban bahwa tanah tersebut tidak bermasalah. Sertifikat tanah tersebut juga dikatakan masih tahap balik nama dan pemecahan di BPN Badung. Korban yang tertarik lalu membayar bertahap dengan awal Rp 2,4 miliar. Setelah pembayaran itulah diketahui tahan tersebut bukan milik PT Bangsing Permai melainkan milik Arifin Susilo Adiasa yang tidak pernah diperjual belikan. Pihak BPN juga mengaku tidak ada balik nama ataupun pemecahan sertifikat tersebut. Korban yang merugi Rp 2,4 miliar melaporkan penipuan ini ke polisi. *rez
Komentar