MUTIARA WEDA: Bhagavad-gita, Masalah Siapa?
Semua Upanisad merupakan sapi. Putra gembala adalah pemerah (Krishna). Arjuna adalah anak sapi, kecerdasan murni penikmat. Dan, nektar Ilahi Gita adalah susunya.
Sarvopanisado gāvo dogdhā gopālanandanah,
pārtho vatsah sudhirbhoktā dugdham gitāmrtam mahat.
(Gita dhyanam, 4).
TEKS di atas yang dikaitkan dengan Madhusudana Saraswati merupakan salah satu dari sembilan bait doa awal sebelum belajar atau mendalami Bhagavad-gita. Pengandaian yang ada di dalamnya sungguh sangat indah dan memberikan penjelasan yang dapat mempermudah pemahaman atas hubungan antara ajaran Upanisad dan Bhagavad-gita. Membaca teks di atas seolah mampu menyedot perhatian kita untuk lupa sejenak riuhnya kota Jakarta dan dinamikanya Papua. Betapa tidak, lautan luas tanpa tepi ajaran Hindu ini bisa dipetakan secara sederhana. Peta tersebut bisa dijadikan rujukan untuk memasuki lautan tersebut tanpa harus berputar-putar di dalamnya. Ada alur yang secara tegas digariskan sehingga ketika melaluinya seluruh penumpang bisa selamat dan sampai pada tujuan.
Teks Upanisad ada banyak dan terkadang tampak berbeda pandangan antara satu dengan yang lainnya. Namun, semua itu diibaratkan sapi. Jenis-jenis Upanisad yang berbeda-beda tersebut diibaratkan bagian tubuh dari sapi yang berbeda-beda. Semua Upanisad tersebut diibaratkan seekor sapi dan mampu menghasilkan susu. Sapi biasanya makan tanaman dan rumput. Tidak ada mesin yang mampu mengolah rumput dan tumbuhan menjadi susu kecuali sapi (tentu termasuk kambing, dan yang sejenisnya yang menghasilkan susu). Jadi sapi adalah mesin Ilahi yang luar biasa, mampu mengekstrak makanan kasar menjadi minuman yang sangat halus dan bermanfaat untuk kesehatan. Agar susu itu bisa dinikmati, maka diperlukan pemerah yang mahir. Dia yang mampu memerah sari-sari Upanisad adalah dia yang expert. Krishna adalah pemerah susu itu. Sementara itu, Arjuna adalah penikmat susu dari hasil perahan itu.
Jadi, para Muni Agung Upanisad mampu menggali atau menerjemahkan filsafat yang sangat halus dari kehidupan dunia yang sangat kasar ini. Orang biasa sangat susah. Untuk itu, para Muni memerlukan Upanisad untuk kepentingan dirinya. Pengembala sapi adalah ahli pemerah yang mampu mengambil susu itu dari sapi. Jadi, Krishna menurunkan filsafat Gita dari Upanisad itu untuk kebutuhan kaum intelektual dan seeker. Sapi akan menghasilkan susu lebih mudah dan bebas ketika melahirkan anaknya. Arjuna diibaratkan anak sapi itu. Tetapi sayangnya, anak sapi (Arjuna) tidak memperoleh benefit sebanyak orang yang meminum susu tersebut. Bisa dikatakan bahwa para intelektual dan seeker lebih mudah memperoleh benefit dari susu itu dibandingkan Arjuna dulu.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa, jika kita ingin mendapatkan susu, kita harus memiliki sapi yang mampu mentransformasi rumput dan tumbuhan menjadi susu. Setelah itu diperlukan expert untuk memerahnya. Tetapi, saat ini kita bisa mendapatkan susu secara mudah tanpa harus memelihara sapi. Bahkan meskipun tidak mengenal sapi, kita tetap bisa memperoleh susu secara berlimpah. Itulah keuntungan kita hidup setelah zaman Krishna. Susu telah ada banyak dalam berbagai kemasan. Ada banyak kemasan, apakah terbuat dari kertas atau metal. Juga model kemasannya bervariasi dengan ukuran yang beragam pula. Kita yang hidup di perkotaan mungkin mengenal sapi hanya dari kotak susu itu saja, dan kita bisa menerkanya bahwa susu itu berasal dari sapi. Ini menandakan betapa mudahnya kita saat ini.
Bhagavad-gita ada banyak jenisnya, telah diolah sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan. Ada susu untuk balita, susu untuk anak-anak, susu untuk manula, dan yang lainnya. Demikian juga ada beragam komentar Bhagavad-gita yang menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Ada komentar dengan penekanan pada ajaran Bhakti, ada dengan penekanan pada karma, dan ada pula dengan jnana marga. Dimana pun posisi kita, Bhagavad-gita itu telah tersedia. Tetapi, mungkin karena demikian mudahnya memperoleh susu, kita tidak melihat itu sebagai sesuatu yang istimewa. Bahkan kita banyak yang alergi terhadap susu sapi. Susu sapi melimpah, tetapi kita tidak suka meminumnya. Ini tidak lagi masalahnya Arjuna, tetapi masalah kita di era milenial ini. Mungkinkah akan lahir sejenis Krishna lagi agar dapat menikmati susu itu seperti Arjuna dulu? *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
(Gita dhyanam, 4).
TEKS di atas yang dikaitkan dengan Madhusudana Saraswati merupakan salah satu dari sembilan bait doa awal sebelum belajar atau mendalami Bhagavad-gita. Pengandaian yang ada di dalamnya sungguh sangat indah dan memberikan penjelasan yang dapat mempermudah pemahaman atas hubungan antara ajaran Upanisad dan Bhagavad-gita. Membaca teks di atas seolah mampu menyedot perhatian kita untuk lupa sejenak riuhnya kota Jakarta dan dinamikanya Papua. Betapa tidak, lautan luas tanpa tepi ajaran Hindu ini bisa dipetakan secara sederhana. Peta tersebut bisa dijadikan rujukan untuk memasuki lautan tersebut tanpa harus berputar-putar di dalamnya. Ada alur yang secara tegas digariskan sehingga ketika melaluinya seluruh penumpang bisa selamat dan sampai pada tujuan.
Teks Upanisad ada banyak dan terkadang tampak berbeda pandangan antara satu dengan yang lainnya. Namun, semua itu diibaratkan sapi. Jenis-jenis Upanisad yang berbeda-beda tersebut diibaratkan bagian tubuh dari sapi yang berbeda-beda. Semua Upanisad tersebut diibaratkan seekor sapi dan mampu menghasilkan susu. Sapi biasanya makan tanaman dan rumput. Tidak ada mesin yang mampu mengolah rumput dan tumbuhan menjadi susu kecuali sapi (tentu termasuk kambing, dan yang sejenisnya yang menghasilkan susu). Jadi sapi adalah mesin Ilahi yang luar biasa, mampu mengekstrak makanan kasar menjadi minuman yang sangat halus dan bermanfaat untuk kesehatan. Agar susu itu bisa dinikmati, maka diperlukan pemerah yang mahir. Dia yang mampu memerah sari-sari Upanisad adalah dia yang expert. Krishna adalah pemerah susu itu. Sementara itu, Arjuna adalah penikmat susu dari hasil perahan itu.
Jadi, para Muni Agung Upanisad mampu menggali atau menerjemahkan filsafat yang sangat halus dari kehidupan dunia yang sangat kasar ini. Orang biasa sangat susah. Untuk itu, para Muni memerlukan Upanisad untuk kepentingan dirinya. Pengembala sapi adalah ahli pemerah yang mampu mengambil susu itu dari sapi. Jadi, Krishna menurunkan filsafat Gita dari Upanisad itu untuk kebutuhan kaum intelektual dan seeker. Sapi akan menghasilkan susu lebih mudah dan bebas ketika melahirkan anaknya. Arjuna diibaratkan anak sapi itu. Tetapi sayangnya, anak sapi (Arjuna) tidak memperoleh benefit sebanyak orang yang meminum susu tersebut. Bisa dikatakan bahwa para intelektual dan seeker lebih mudah memperoleh benefit dari susu itu dibandingkan Arjuna dulu.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa, jika kita ingin mendapatkan susu, kita harus memiliki sapi yang mampu mentransformasi rumput dan tumbuhan menjadi susu. Setelah itu diperlukan expert untuk memerahnya. Tetapi, saat ini kita bisa mendapatkan susu secara mudah tanpa harus memelihara sapi. Bahkan meskipun tidak mengenal sapi, kita tetap bisa memperoleh susu secara berlimpah. Itulah keuntungan kita hidup setelah zaman Krishna. Susu telah ada banyak dalam berbagai kemasan. Ada banyak kemasan, apakah terbuat dari kertas atau metal. Juga model kemasannya bervariasi dengan ukuran yang beragam pula. Kita yang hidup di perkotaan mungkin mengenal sapi hanya dari kotak susu itu saja, dan kita bisa menerkanya bahwa susu itu berasal dari sapi. Ini menandakan betapa mudahnya kita saat ini.
Bhagavad-gita ada banyak jenisnya, telah diolah sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan. Ada susu untuk balita, susu untuk anak-anak, susu untuk manula, dan yang lainnya. Demikian juga ada beragam komentar Bhagavad-gita yang menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Ada komentar dengan penekanan pada ajaran Bhakti, ada dengan penekanan pada karma, dan ada pula dengan jnana marga. Dimana pun posisi kita, Bhagavad-gita itu telah tersedia. Tetapi, mungkin karena demikian mudahnya memperoleh susu, kita tidak melihat itu sebagai sesuatu yang istimewa. Bahkan kita banyak yang alergi terhadap susu sapi. Susu sapi melimpah, tetapi kita tidak suka meminumnya. Ini tidak lagi masalahnya Arjuna, tetapi masalah kita di era milenial ini. Mungkinkah akan lahir sejenis Krishna lagi agar dapat menikmati susu itu seperti Arjuna dulu? *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
1
Komentar