25 Tahun NusaBali, 4 Kali Ganti Nama, 6 Kali Berganti Pemred
HARI ini, Kamis, 3 Oktober 2019, Harian Umum NusaBali genap berusia 25 tahun.
DENPASAR, NusaBali
Selama 25 tahun perjalanannya, NusaBali sudah 4 kali berganti nama (kop) dan 6 kali berganti Pemimpin Redaksi (Pemred). Namun, suratkabar ini tetap dengan performa sebagai media lokal berdimensi nasional.
Tanggal 3 Oktober 1994 dianggap sebagai titik awal eksistensi Harian Umum NusaBali, karena saat itulah penerbitan edisi perdana di bawah manajemen baru (ketika itu bernaung di bawah bendera Bakrie Group). Sebetulnya, ada sejarah panjang sebelum kehadiran manajemen baru. Awalnya, koran ini bernama Harian Angkatan Bersenjata sejak pertama muncul tahun 1967, di bawah manajemen Kodam IX/Udayana.
Kemudian, suratkabar ini berganti nama menjadi Harian Umum Nusa Tenggara, yang tetap berada di bawah manajemen Kodam IX/Udayana. Namun, Nusa Tenggara sempat beberapa kali tidak terbit, karena suatu hal. Terakhir, Nusa Tenggara vakum selama 2 tahun sejak 1992, sebelum kemudian datang Bakri Group mengambil-alih harian ini dengan terbit perdana pada 3 Oktober 1994.
Saat terbit perdana di bawah manajemen baru, 3 Oktober 1994, surat kabar ini tetap memakai nama Harian Umum Nusa Tenggara. Namun, kopnya berubah bentuk tulisan di mana kata Nusa berdiri tegak di atas (berwarna biru), sementara tulisan Nusa Tenggara ukuran kecil di bagian bawah (berwarna merah). Masyarakat lebih mengenal koran ini sebagai Harian Nusra.
Launching edisi perdana kala itu dilakukan di Hotel Kartika Plaza, Kuta, dengan dipandu MZ kondang Ary Sudarsono. Perlu dicatat, edisi perdana Nusra saat ini dicetak di Surabaya, lalu diterbangkan ke Bali dengan sewa helikopter khusus. Koran baru tiba di lokasi launching ketika tamu undangan sudah menunggu lebih dari 1 jam. Muncul kemudian anekdot Nusra sebagai koran ‘termahal’ di dunia. Saat itu, Nusra di bawah Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Zaili Asril terbit 20 halaman, dengan full color 2 halaman yakni cover depan dan belakang.
Setelah setahun lebih sandang nama Nusra, suratkabar ini kemudian ganti kop awal tahun 1996. Namanya tetap Nusa Tenggara, namun bentuk dan warna tulisannya berubah. Tulisan Nusa dalam ukuran besar berada di atas, namun posisinya miring. Sedangkan tulisan Tenggara kecil, di bawah. Tulisan Nusa Tenggara tidak lagi berwarna, namun dicetak hitam. Jumlah halaman koran pun berkurang dari semula 20 menjadi 16. Sejak itulah, NusaBali terbit 16 halaman sampai sekarang.
Berselang 5 tahun kemudian, sekitar awal 2001, suratkabar ini kembali ganti kop. Namanya berubah dari Nusa Tenggara menjadi Harian Umum Nusa. Kata Nusa tetap dicetak tebal, warna hitam. Tidak ada lagi tulisan Tenggara di bawahnya.
Setelah berjalan 6 tahun, Harian Umum Nusa berubah menjadi NusaBali pada 1 Oktober 2005. Perubahan nama ini atas masukan sejumlah tokoh, termasuk pengusaha Putu Jaya Susila. Salah satu pertimbangannya, agar koran ini lebih membumi mengingat isi dan basis utama pembacanya adalah lokal Bali. Jadi, selama 14 tahun sudah media cetak yang oleh masyarakat dilabeli sebagai koran ‘politik’ ini eksis dengan nama Harian Umum NusaBali.
Sementara itu, selama 25 tahun kiprahnya sejak 3 Oktober 1994, NusaBali sudah berganti 6 Pemimpin Redaksi (Pemred). Orang pertama yang jadi Pemred NusaBali adalah Zaili Asril, periode Oktober 1994 sampai pertengahan tahun 1995. Pasca Zaili Asril, datang Made Jiwa Atmaja menjadi Pemred NusaBali. Namun, Jiwa Atmaja tidak sampai setahun memimpin NusaBali.
Awal tahun 1996, datang Suwiditono menjadi Pemred sekaligus Pemimpun Umum (PU) NusaBali. Suwiditono hanya sekitar 1,5 tahun memimpin NusaBali, sebelum kemudian digantikan Bambang Hariawan pertengahan 1997. Bambang Hariawan cukup lama memimpin NusaBali sebagai Pemred sekaligus PU, hingga pertengahan tahun 2010. Bambang Hariawan yang sudah selama 13 tahun memimpin NusaBali, pergi ke Surabaya untuk mendandani Harian Umum Surabaya Post.
Pasca Bambang Hariawan, jabatan Pemred NusaBali dpegang Herman Basuki. Tapi, Herman Basuki menjabat hanya selama 3 bulan, sebelum kemudian digantikan I Ketut Naria sebagai Pemred NusaBali pada September 2010. Jabatan Pemred NusaBali dipegang Ketut Naria sampai sekarang. Dialah satu-satunya Pemred yang sekaligus menangani langsung halaman satu (cover depan) NusaBali. Bersamaan dengan naiknya Ketut Naria sebagai Pemred, jabatan PU NusaBali dipegang I Gede Muliarsana sampai sekarang.
Selama 25 tahun perjalanan NusaBali sejak 3 Oktober 1994, suratkabar ini konsisten menjadi media cetak lokal berdimensi nasional. Basis pembaca terbesar tetap berada di Bali, dengan isi berita 80 persen muatan lokal. Tapi, brand image NusaBali beberapa kali mengalami perubahan. Pada awal kemunculannya, NusaBali adalah harian umum dengan titik berat masalah sosial, olahraga, pendidikan.
Sejak 1996, NusaBali mulai banyak jualan politik dan olahraga. Momentumnya adalah terbelahnya PDI yang kala itu menjadi dua kubu, yakni kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Sedangkan untuk olahraga, selain keberadaan Gelora Dewata di Bali, juga memanfaatkan momentau Piala Eropa 1996. Sampai sekarang, NusaBali masih dilabeli pembaca sebagai koran politik. Terlebih, dengan model pemberitaan yang menampilkan power game, bukan sekadar berita permukaan. *
Tanggal 3 Oktober 1994 dianggap sebagai titik awal eksistensi Harian Umum NusaBali, karena saat itulah penerbitan edisi perdana di bawah manajemen baru (ketika itu bernaung di bawah bendera Bakrie Group). Sebetulnya, ada sejarah panjang sebelum kehadiran manajemen baru. Awalnya, koran ini bernama Harian Angkatan Bersenjata sejak pertama muncul tahun 1967, di bawah manajemen Kodam IX/Udayana.
Kemudian, suratkabar ini berganti nama menjadi Harian Umum Nusa Tenggara, yang tetap berada di bawah manajemen Kodam IX/Udayana. Namun, Nusa Tenggara sempat beberapa kali tidak terbit, karena suatu hal. Terakhir, Nusa Tenggara vakum selama 2 tahun sejak 1992, sebelum kemudian datang Bakri Group mengambil-alih harian ini dengan terbit perdana pada 3 Oktober 1994.
Saat terbit perdana di bawah manajemen baru, 3 Oktober 1994, surat kabar ini tetap memakai nama Harian Umum Nusa Tenggara. Namun, kopnya berubah bentuk tulisan di mana kata Nusa berdiri tegak di atas (berwarna biru), sementara tulisan Nusa Tenggara ukuran kecil di bagian bawah (berwarna merah). Masyarakat lebih mengenal koran ini sebagai Harian Nusra.
Launching edisi perdana kala itu dilakukan di Hotel Kartika Plaza, Kuta, dengan dipandu MZ kondang Ary Sudarsono. Perlu dicatat, edisi perdana Nusra saat ini dicetak di Surabaya, lalu diterbangkan ke Bali dengan sewa helikopter khusus. Koran baru tiba di lokasi launching ketika tamu undangan sudah menunggu lebih dari 1 jam. Muncul kemudian anekdot Nusra sebagai koran ‘termahal’ di dunia. Saat itu, Nusra di bawah Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Zaili Asril terbit 20 halaman, dengan full color 2 halaman yakni cover depan dan belakang.
Setelah setahun lebih sandang nama Nusra, suratkabar ini kemudian ganti kop awal tahun 1996. Namanya tetap Nusa Tenggara, namun bentuk dan warna tulisannya berubah. Tulisan Nusa dalam ukuran besar berada di atas, namun posisinya miring. Sedangkan tulisan Tenggara kecil, di bawah. Tulisan Nusa Tenggara tidak lagi berwarna, namun dicetak hitam. Jumlah halaman koran pun berkurang dari semula 20 menjadi 16. Sejak itulah, NusaBali terbit 16 halaman sampai sekarang.
Berselang 5 tahun kemudian, sekitar awal 2001, suratkabar ini kembali ganti kop. Namanya berubah dari Nusa Tenggara menjadi Harian Umum Nusa. Kata Nusa tetap dicetak tebal, warna hitam. Tidak ada lagi tulisan Tenggara di bawahnya.
Setelah berjalan 6 tahun, Harian Umum Nusa berubah menjadi NusaBali pada 1 Oktober 2005. Perubahan nama ini atas masukan sejumlah tokoh, termasuk pengusaha Putu Jaya Susila. Salah satu pertimbangannya, agar koran ini lebih membumi mengingat isi dan basis utama pembacanya adalah lokal Bali. Jadi, selama 14 tahun sudah media cetak yang oleh masyarakat dilabeli sebagai koran ‘politik’ ini eksis dengan nama Harian Umum NusaBali.
Sementara itu, selama 25 tahun kiprahnya sejak 3 Oktober 1994, NusaBali sudah berganti 6 Pemimpin Redaksi (Pemred). Orang pertama yang jadi Pemred NusaBali adalah Zaili Asril, periode Oktober 1994 sampai pertengahan tahun 1995. Pasca Zaili Asril, datang Made Jiwa Atmaja menjadi Pemred NusaBali. Namun, Jiwa Atmaja tidak sampai setahun memimpin NusaBali.
Awal tahun 1996, datang Suwiditono menjadi Pemred sekaligus Pemimpun Umum (PU) NusaBali. Suwiditono hanya sekitar 1,5 tahun memimpin NusaBali, sebelum kemudian digantikan Bambang Hariawan pertengahan 1997. Bambang Hariawan cukup lama memimpin NusaBali sebagai Pemred sekaligus PU, hingga pertengahan tahun 2010. Bambang Hariawan yang sudah selama 13 tahun memimpin NusaBali, pergi ke Surabaya untuk mendandani Harian Umum Surabaya Post.
Pasca Bambang Hariawan, jabatan Pemred NusaBali dpegang Herman Basuki. Tapi, Herman Basuki menjabat hanya selama 3 bulan, sebelum kemudian digantikan I Ketut Naria sebagai Pemred NusaBali pada September 2010. Jabatan Pemred NusaBali dipegang Ketut Naria sampai sekarang. Dialah satu-satunya Pemred yang sekaligus menangani langsung halaman satu (cover depan) NusaBali. Bersamaan dengan naiknya Ketut Naria sebagai Pemred, jabatan PU NusaBali dipegang I Gede Muliarsana sampai sekarang.
Selama 25 tahun perjalanan NusaBali sejak 3 Oktober 1994, suratkabar ini konsisten menjadi media cetak lokal berdimensi nasional. Basis pembaca terbesar tetap berada di Bali, dengan isi berita 80 persen muatan lokal. Tapi, brand image NusaBali beberapa kali mengalami perubahan. Pada awal kemunculannya, NusaBali adalah harian umum dengan titik berat masalah sosial, olahraga, pendidikan.
Sejak 1996, NusaBali mulai banyak jualan politik dan olahraga. Momentumnya adalah terbelahnya PDI yang kala itu menjadi dua kubu, yakni kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Sedangkan untuk olahraga, selain keberadaan Gelora Dewata di Bali, juga memanfaatkan momentau Piala Eropa 1996. Sampai sekarang, NusaBali masih dilabeli pembaca sebagai koran politik. Terlebih, dengan model pemberitaan yang menampilkan power game, bukan sekadar berita permukaan. *
Komentar