Desa Pakraman Silungan, Gelar Pasupati Tapakan
Desa Pakraman Silungan, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar, menggelar Karya Pemelaspas dan Pasupati dua Tapakan Sasuhunan, yakni Ratu Mas Ayu dan Ratu Mas Manik Geni, di Pura Alas Arum, desa pakaraman setempat.
GIANYAR, NusaBali
Upacara bertepatan pada Rahina Tumpek Landep, Sabtu (9/7), untuk menghidupkan dan memberikan kekuatan secara niskala terhadap tapakan tersebut. Nangiang (membuat) Tapakan Sasuhunan yang berwujud Rangda ini, bermula karena peristiwa unik. Yakni dua pohon pule di areal Pura Alas Arum masing-masing mengeluarkan api dan air.
Prosesi Karya Melaspas Sasuhunan dipuput Pedanda dari Griya Selat Duda, Karangasem. Ritual Melaspas sendiri diawali dengan menghaturkan sarana upakara di Utama Mandala (jeroan) Pura Alas Arum, hingga Pamelaspas. Dilanjutkan dengan persembahyangan bersama dari krama Desa Pakraman Silungan sebanyak 320 kepala keluarga (KK), dan Desa Pakraman Gelogor, Desa Londtunduh dengan 140 KK.
Prosesi dilanjutkan dengan ritual masiraman di Pura Beji setempat pukul 20.00 Wita. Sekitar pukul 22.00 Wita, dilanjutkan Ngiringang Tapakan Sasuhunan ke Setra Desa Pakraman Silungan, berjarak sekitar 300 meter ke arah timur. Untuk Pasupati, salah satu sarana upakaranya menyembelih dua ekor kucit (anak babi). Prosesi ini ditandai kerauhuan krama. Prosesi berlangsung hingga pukul 24.00 Wita. Selanjutkan Tapakan Sasuhunan diiring ke Pura Dalem, untuk memohon panugrahan atau kekuatan, lanjut distanakan di jeroan Pura Alas Arum.
Bendesa Pakraman Silungan Drs I Wayan Budiartha mengatakan, Karya Pamelaspas dan Pasupati ini untuk memberikan jiwa secara niskala terhadap Tapakan. Diharapkan, setelah prosesi nangiang sasuhunan ini selesai, bisa memberikan kerahayuan bagi jagat, terutamanya di areal desa setempat. Budiartha menuturkan nangiang sasuhunan ini, memang atas kehendak Ida Sasuhunan sendiri, melalui tanda-tanda alam. Diantaranya pohon pule yang tumbuh di areal jaba Pura Beji, Desa Pakraman Silungan mengeluarkan air sejak 9 tahun lalu. Sedangkan pohon Pule di sampingnya, tepatnya tumbuh di jeroan Pura Beji pernah mengeluarkan api. “Saya mendengarnya langsung dari penuturan para panglingsir,” ujarnya.
Proses nangiang tapakan sasuhunan ini, diawali dengan ritual ngepel taru pada Soma Kajeng Kliwon, Wuku Landep 7 Desember 2015. Untuk ngepel taru hanya dengan memotong bagian tengah pada Pule tersebut, masing-masing ukuran 50 cm x 50 cm. Kemudian proses berikutnya membuat tapel pada 14 Januari 2016, digarap oleh seniman ukir I Wayan Regig, asal Banjar Jeleka, Desa Batuan, Gianyar. 7 w
Upacara bertepatan pada Rahina Tumpek Landep, Sabtu (9/7), untuk menghidupkan dan memberikan kekuatan secara niskala terhadap tapakan tersebut. Nangiang (membuat) Tapakan Sasuhunan yang berwujud Rangda ini, bermula karena peristiwa unik. Yakni dua pohon pule di areal Pura Alas Arum masing-masing mengeluarkan api dan air.
Prosesi Karya Melaspas Sasuhunan dipuput Pedanda dari Griya Selat Duda, Karangasem. Ritual Melaspas sendiri diawali dengan menghaturkan sarana upakara di Utama Mandala (jeroan) Pura Alas Arum, hingga Pamelaspas. Dilanjutkan dengan persembahyangan bersama dari krama Desa Pakraman Silungan sebanyak 320 kepala keluarga (KK), dan Desa Pakraman Gelogor, Desa Londtunduh dengan 140 KK.
Prosesi dilanjutkan dengan ritual masiraman di Pura Beji setempat pukul 20.00 Wita. Sekitar pukul 22.00 Wita, dilanjutkan Ngiringang Tapakan Sasuhunan ke Setra Desa Pakraman Silungan, berjarak sekitar 300 meter ke arah timur. Untuk Pasupati, salah satu sarana upakaranya menyembelih dua ekor kucit (anak babi). Prosesi ini ditandai kerauhuan krama. Prosesi berlangsung hingga pukul 24.00 Wita. Selanjutkan Tapakan Sasuhunan diiring ke Pura Dalem, untuk memohon panugrahan atau kekuatan, lanjut distanakan di jeroan Pura Alas Arum.
Bendesa Pakraman Silungan Drs I Wayan Budiartha mengatakan, Karya Pamelaspas dan Pasupati ini untuk memberikan jiwa secara niskala terhadap Tapakan. Diharapkan, setelah prosesi nangiang sasuhunan ini selesai, bisa memberikan kerahayuan bagi jagat, terutamanya di areal desa setempat. Budiartha menuturkan nangiang sasuhunan ini, memang atas kehendak Ida Sasuhunan sendiri, melalui tanda-tanda alam. Diantaranya pohon pule yang tumbuh di areal jaba Pura Beji, Desa Pakraman Silungan mengeluarkan air sejak 9 tahun lalu. Sedangkan pohon Pule di sampingnya, tepatnya tumbuh di jeroan Pura Beji pernah mengeluarkan api. “Saya mendengarnya langsung dari penuturan para panglingsir,” ujarnya.
Proses nangiang tapakan sasuhunan ini, diawali dengan ritual ngepel taru pada Soma Kajeng Kliwon, Wuku Landep 7 Desember 2015. Untuk ngepel taru hanya dengan memotong bagian tengah pada Pule tersebut, masing-masing ukuran 50 cm x 50 cm. Kemudian proses berikutnya membuat tapel pada 14 Januari 2016, digarap oleh seniman ukir I Wayan Regig, asal Banjar Jeleka, Desa Batuan, Gianyar. 7 w
Komentar