Bos Maspion Mangkir, Sidang Sudikerta Ditunda
Dugaan Penipuan, Pemalsuan Surat dan TPPU Rp 150 Miliar
Alim Markus tidak bisa hadir sidang karena masih berada di Singapura.
DENPASAR, NusaBali
Sidang dugaan penipuan, pemalsuan surat dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, 53 ditunda karena saksi korban yang merupakan bos PT Maspion Grup, Alim Markus tidak hadir di persidangan.
Sidang yang dimulai pukul 14.30 Wita tersebut juga menghadirkan dua terdakwa lainnya yaitu I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung. Agenda sidang yaitu mendengarkan keterangan saksi korban Alim Markus dan dua anak buahnya yaitu Sugiharto dan Eksha Kanasut. Dari keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk, Alim Markus tidak bisa hadir sidang karena masih berada di Singapura. Sementara Sugiharto dan Eksha Kanasut juga berhalangan hadir. Sementara saksi yang hadir yaitu Notaris Sudjarni dan Wayan Santosa.
Majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi akhirnya menunda sidang satu pekan hingga Kamis (10/10) mendatang. “Sidang ditunda satu minggu. Jaksa harus memanggil lagi semua saksi,” tutup majelis hakim. JPU pun langsung memastikan para saksi akan hadir pada Kamis mendatang.
Sementara itu, dalam sidang yang berlangsung hanya sekitar 15 menit ini, kuasa hukum Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung yang dikomando Agus Sujoko dkk juga menyampaikan permohonan penangguhan penahanan untuk kedua terdakwa yang sedang sakit.
Agus mengatakan I Wayan Wakil menderita diabetes akut dan sekarang menggunakan kursi roda. “Jumat lalu kami diberi waktu berobat dan dokter menyatakan harus rawat inap. Tapi karena hakim hanya memberikan waktu berobat hari itu saja maka kami menghormatinya dan klien kami kembalikan ke Lapas,” ujar pengacara senior ini.
Dalam penangguhan penahanan yang diajukan juga disertakan rekomendasi dari dokter RS Sanglah yang menangani dan juga dokter Lapas. “Keduanya merekomendasikan supaya Wayan Wakil menjalani rawat inap karena penyakitnya,” tegasnya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini Sudikerta yang merupakan politisi asal Pecatu, Kuta Selatan yang dijerat 3 pasal sekaligus. Yaitu Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP (penipuan dan penggelapan) dan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP (pemalsuan surat) dan atau Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010 (Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo. Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Sidang yang dimulai pukul 14.30 Wita tersebut juga menghadirkan dua terdakwa lainnya yaitu I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung. Agenda sidang yaitu mendengarkan keterangan saksi korban Alim Markus dan dua anak buahnya yaitu Sugiharto dan Eksha Kanasut. Dari keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk, Alim Markus tidak bisa hadir sidang karena masih berada di Singapura. Sementara Sugiharto dan Eksha Kanasut juga berhalangan hadir. Sementara saksi yang hadir yaitu Notaris Sudjarni dan Wayan Santosa.
Majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi akhirnya menunda sidang satu pekan hingga Kamis (10/10) mendatang. “Sidang ditunda satu minggu. Jaksa harus memanggil lagi semua saksi,” tutup majelis hakim. JPU pun langsung memastikan para saksi akan hadir pada Kamis mendatang.
Sementara itu, dalam sidang yang berlangsung hanya sekitar 15 menit ini, kuasa hukum Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung yang dikomando Agus Sujoko dkk juga menyampaikan permohonan penangguhan penahanan untuk kedua terdakwa yang sedang sakit.
Agus mengatakan I Wayan Wakil menderita diabetes akut dan sekarang menggunakan kursi roda. “Jumat lalu kami diberi waktu berobat dan dokter menyatakan harus rawat inap. Tapi karena hakim hanya memberikan waktu berobat hari itu saja maka kami menghormatinya dan klien kami kembalikan ke Lapas,” ujar pengacara senior ini.
Dalam penangguhan penahanan yang diajukan juga disertakan rekomendasi dari dokter RS Sanglah yang menangani dan juga dokter Lapas. “Keduanya merekomendasikan supaya Wayan Wakil menjalani rawat inap karena penyakitnya,” tegasnya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini Sudikerta yang merupakan politisi asal Pecatu, Kuta Selatan yang dijerat 3 pasal sekaligus. Yaitu Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP (penipuan dan penggelapan) dan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP (pemalsuan surat) dan atau Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010 (Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo. Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Komentar