Pergantian De Kubayan Wayan Dilakukan Tengah Malam
Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem Laksanakan Upacara Pesaluk
Sejak resmi dinobatkan melalui upacara pesaluk, De Kubayan Wayan bertugas nepak kulkul, membuat peraturan desa, memutuskan perkara desa, dan membuat banten di setiap ada upacara
AMLAPURA, NusaBali
Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem kembali menggelar upacara pesaluk. Upacara ini merupakan ritual khusus untuk pergantian (suksesi) De Kubayan Wayan sebagai tapeng wijang (pemimpin tertinggi), yang mengatur segala jalannya upacara dan pemutus terakhir jika ada paruman menyangkut masalah desa. Pergantian De Kubayan Wayan dilakukan pas tengah malam.
Rangkaian upacara pesaluk di Desa Adat Bungaya dimulai pada Soma Umanis Medangkungan, Senin (23/9), hingga Buda Kliwon Matal, Rabu (2/10) dinihari. Tahapan upacara diawali dengan prosesi ritual neduh (matur piuning) di Pura Peneduh dan Pura Jro Balian, untuk mohon kelancaran jalannya upacara.
Selanjutnya, calon De Kubayan Wayan yang berasal dari De Kubayan Nyoman dan calon Kubayan Nyoman yang berasal dari De Baan Wayan, melakukan prosesi ritual khusus di Bale Dangin rumahnya dan merajan (pura keluarga) masing-masing. Nah, para calon De Kubayan bersama istri masing-masing selanjutnya harus memasak dan tidur di Bale Dangin rumahnya. Tapi, mereka tidur terpisah hanya dibatasi dinding. Prosesi masak dan tidur di Bale Dangin ini berlangsung selama sepekan lebih, sejak 23 September 2019 hing-ga 1 Oktober 2019.
Pada Anggara Wage Matal, Selasa (1/10), De Kubayan Nyoman yang merupakan calon De Kubayan Wayan dan De Baan Wayan sebagai calon De Kubayan Nyoman, menggelar ritual keliling Desa Adat Bungaya, mulai petang pukul 18.00 Wita. Termasuk di antaranya tangkil ke 24 palebahan pura. Di antaranya, Pura Penataran, Pura Maspait, Pura Pamaksan Ujung, Pura Ulun Toya, Pura Gaduh, Pura Bale Pakenca, Pura Tangguran Agung, Pura Batu Sang Hyang, Pura Paswikan, Pura Puseh, dan Pura Bale Agung. Persembahyangan di 24 pura wewidangan Desa Adat Bungaya itu diantarkan oleh De Mangku Jawa, De Mangku Bukit, De Mangku Puseh, dan De Mangku Maspait.
Ketika tiba saatnya melakukan persembahyangan di Pura Puseh Desa Adat Bungaya malam itu sekitar pukul 23.00 Wita, seluruh lampu penerangan dimatikan. Para calon De Kubayan bersama istri masing-masing, sembahyang dalam situasi gelap gulita. Habis persembahyangan, tibalah acara puncak upacara pesaluk pas tengah malam pukul 24.00 Wita di Pura Bale Agung Desa Adat Bungaya.
Tokoh adat yang naik sebagai De Kubayan Wayan adalah I Wayan Rianta. Saat itu, I Wayan Rianta yang sebelumnya menjabat sebagai De Kubayan Nyoman, menerima panggul (alat pemukul kulkul) dari De Kubayan Wayan sebelumnya, I Nengah Sirsa. Panggul tersebut sebagai simbolik bahwa yang bersangkutan resmi bergelar De Kubayan Wayan.
Panggul itu langsung digunakan De Kubayan Wayan untuk memukul kulkul (kentongan), sebagai pertanda telah terjadi pergantian kepemimpinan tertinggi (tapeng wijang) di Desa Adat Bungaya. Sejak itu, penyandang gelar De Kubayan Wayan dan juga De Kubayan Nyoman yang baru wajib mandi di Beji Saga.
Ritual mandi di Beji Saga ini berlaku sejak Rabu dinihari hingga Minggu (13/10) petang. Untuk mandi pada dinihari, dilakukan pukul 04.00 Wita, sementara petang harinya dilakukan pukul 18.00 Wita. Ritual mandi dilakukan De Kubayan Wayan dan De Kubayan Nyoman bersama istri masing-masing.
Menurut I Nengah Sirsa, yang menjabat De Kubayan Wayan sebelumnya, saat pergi ke Beji Saga untuk mandi dan kembali dari Beji Saga untuk istirahat, mereka harus melalui jalan berbeda. Jika bertemu krama pada jalan yang dilaluinya, De Kubayan Wayan dan De Kubayan Nyoman yang baru, bersama istri masing-masing, wajib memberikan satu linting sirih sebagai berkah.
Sejak resmi dinobatkan melalui upacara pesaluk, De Kubayan Wayan bertugas nepak kulkul (membunyikan kendokan adat), membuat peraturan desa, memutuskan perkara desa. “Selain itu, De Kubayan Wayan juga bertugas membuat banten di setiap ada upacara,” tutur De Kubayan Wayan yang baru saat ditemui NusaBali di Pura Bale Agung Desa Adat Bungaya, Rabu siang.
Sementara itu, De Kubayan Wayan yang baru lengser dari posisinya, I Nengah Sirsa, tetap harus mengenakan busana khusus. Selama 3 tahun ke depan, dia tetap tanpa mengenakan baju atas. Selama itu, mantan De Kubayan Wayahan ini bergelar De Salah Bau. Barulah pada tahun keempat, mantan De Kubayan Wayahan ini boleh mengenakan baju. Saat itu, yang bersangkutan bergelar sebagai Panglingsir Desa. *k16
Rangkaian upacara pesaluk di Desa Adat Bungaya dimulai pada Soma Umanis Medangkungan, Senin (23/9), hingga Buda Kliwon Matal, Rabu (2/10) dinihari. Tahapan upacara diawali dengan prosesi ritual neduh (matur piuning) di Pura Peneduh dan Pura Jro Balian, untuk mohon kelancaran jalannya upacara.
Selanjutnya, calon De Kubayan Wayan yang berasal dari De Kubayan Nyoman dan calon Kubayan Nyoman yang berasal dari De Baan Wayan, melakukan prosesi ritual khusus di Bale Dangin rumahnya dan merajan (pura keluarga) masing-masing. Nah, para calon De Kubayan bersama istri masing-masing selanjutnya harus memasak dan tidur di Bale Dangin rumahnya. Tapi, mereka tidur terpisah hanya dibatasi dinding. Prosesi masak dan tidur di Bale Dangin ini berlangsung selama sepekan lebih, sejak 23 September 2019 hing-ga 1 Oktober 2019.
Pada Anggara Wage Matal, Selasa (1/10), De Kubayan Nyoman yang merupakan calon De Kubayan Wayan dan De Baan Wayan sebagai calon De Kubayan Nyoman, menggelar ritual keliling Desa Adat Bungaya, mulai petang pukul 18.00 Wita. Termasuk di antaranya tangkil ke 24 palebahan pura. Di antaranya, Pura Penataran, Pura Maspait, Pura Pamaksan Ujung, Pura Ulun Toya, Pura Gaduh, Pura Bale Pakenca, Pura Tangguran Agung, Pura Batu Sang Hyang, Pura Paswikan, Pura Puseh, dan Pura Bale Agung. Persembahyangan di 24 pura wewidangan Desa Adat Bungaya itu diantarkan oleh De Mangku Jawa, De Mangku Bukit, De Mangku Puseh, dan De Mangku Maspait.
Ketika tiba saatnya melakukan persembahyangan di Pura Puseh Desa Adat Bungaya malam itu sekitar pukul 23.00 Wita, seluruh lampu penerangan dimatikan. Para calon De Kubayan bersama istri masing-masing, sembahyang dalam situasi gelap gulita. Habis persembahyangan, tibalah acara puncak upacara pesaluk pas tengah malam pukul 24.00 Wita di Pura Bale Agung Desa Adat Bungaya.
Tokoh adat yang naik sebagai De Kubayan Wayan adalah I Wayan Rianta. Saat itu, I Wayan Rianta yang sebelumnya menjabat sebagai De Kubayan Nyoman, menerima panggul (alat pemukul kulkul) dari De Kubayan Wayan sebelumnya, I Nengah Sirsa. Panggul tersebut sebagai simbolik bahwa yang bersangkutan resmi bergelar De Kubayan Wayan.
Panggul itu langsung digunakan De Kubayan Wayan untuk memukul kulkul (kentongan), sebagai pertanda telah terjadi pergantian kepemimpinan tertinggi (tapeng wijang) di Desa Adat Bungaya. Sejak itu, penyandang gelar De Kubayan Wayan dan juga De Kubayan Nyoman yang baru wajib mandi di Beji Saga.
Ritual mandi di Beji Saga ini berlaku sejak Rabu dinihari hingga Minggu (13/10) petang. Untuk mandi pada dinihari, dilakukan pukul 04.00 Wita, sementara petang harinya dilakukan pukul 18.00 Wita. Ritual mandi dilakukan De Kubayan Wayan dan De Kubayan Nyoman bersama istri masing-masing.
Menurut I Nengah Sirsa, yang menjabat De Kubayan Wayan sebelumnya, saat pergi ke Beji Saga untuk mandi dan kembali dari Beji Saga untuk istirahat, mereka harus melalui jalan berbeda. Jika bertemu krama pada jalan yang dilaluinya, De Kubayan Wayan dan De Kubayan Nyoman yang baru, bersama istri masing-masing, wajib memberikan satu linting sirih sebagai berkah.
Sejak resmi dinobatkan melalui upacara pesaluk, De Kubayan Wayan bertugas nepak kulkul (membunyikan kendokan adat), membuat peraturan desa, memutuskan perkara desa. “Selain itu, De Kubayan Wayan juga bertugas membuat banten di setiap ada upacara,” tutur De Kubayan Wayan yang baru saat ditemui NusaBali di Pura Bale Agung Desa Adat Bungaya, Rabu siang.
Sementara itu, De Kubayan Wayan yang baru lengser dari posisinya, I Nengah Sirsa, tetap harus mengenakan busana khusus. Selama 3 tahun ke depan, dia tetap tanpa mengenakan baju atas. Selama itu, mantan De Kubayan Wayahan ini bergelar De Salah Bau. Barulah pada tahun keempat, mantan De Kubayan Wayahan ini boleh mengenakan baju. Saat itu, yang bersangkutan bergelar sebagai Panglingsir Desa. *k16
Komentar