Kemarau Panjang 'Bunuh' Satwa TNBB
Petugas sudah terus mensuplai air ke wilayah-wilayah yang krisis air untuk membantu kelangsungan hidup satwa.
SINGARAJA, NusaBali
Krisis air akibat kemarau panjang yang melanda wilayah Buleleng mengakibatkan salah satu satwa langkah yang hidup di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) wilayah Buleleng, tewas. Padahal petugas TNBB pun rutin memasok air ke kubangan-kubangan satwa di tengah hutan, guna memenuhi kebutuhan minum satwa liar yang hidup di tengah hutan.
Informasi dihimpun, jenis satwa yang mati adalah seekor kera hitam (lutung). Diduga kera ekor panjang ini mati karena kekurangan pakan dan air akibat kemarau. Jenis kera ini termasuk satwa dilindungi karena populasinya tinggal sekitar 200 ekor. Jenis kera ini dikenal pemalu dan kerap tersisih dengan jenis kera lainnya (kera abu-abu, Red) ketika mencari pakan dan minum. Apalagi dengan kemarau panjang ini, pepohonan yang hidup di TNBB hampir semuanya meranggas karena merontokkan daun, sehingga sumber makanan menjadi berkurang.
Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna Kepakisan, dikonfirmasi Minggu (6/10/2019), membenarkan ada kematian satwa di wilayah TNBB akibat kemarau panjang tahun ini. Dikatakan, satwa yang mati itu dari jenis kera hitam itu, ditemukan saat petugas tengah mengadakan patroli pengawasan secara rutin di wilayah hutan Prapat Agung, Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. “Kejadiannya sekitar Agustus 2019 lalu, petugas kami menemukan ada seekor kera hitam mati di wilyah hutam Prapat Agung. Penyebabnya mungkin kehausan dan sumber makanan juga kurang. Di wilayah ini memang sudah tidak ada sumber air lagi,” terangnya.
Kepala Balai TNBB Agus Krisna menyebut, kawasan Parapat Agung termasuk salah satu kawasan yang tidak memilik sumber air di musim kemarau seperti sekarang ini. Selain Prapat Agung, ada lagi kawasan tidak memiliki sumber air seperti Teluk Brumbun, Blok Lampu Merah, dan Pulau Menjangan yang berada di wilayah Buleleng. Sehingga walayah itu rentan dengan kematian satwa. “Jenis kera hitam itu kan pemalu, jadi begitu ada rebutan makanan dan air misalnya, jenis itu memilih diam dan mengalah. Akhirnya kemungkinan terus terisih, dan tidak mendapat makanan dan air, akhirnya dehidrasi berat dan mati,” ungkap Agus Krisna.
Menurut Agus Krisna, petugas sudah terus mensuplai air ke wilayah-wilayah yang krisis air untuk membantu kelangsungan hidup satwa. Suplai air di tampung di bak satwa maupun kubangan satwa yang sudah dibuat ditempatkan pada lintasan satwa. Bukan itu saja, bahkan petugas rutin memberi makanan kepada hewan yang hidup di kawasan TNBB. “Kami bisa suplai air seminggu dua kali ke kawasan TNBB untuk satwa. Kapasitas air yang kami suplai dalam satu tangki 5.000 liter air. Kami memiliki dua tangki, satu khusus suplai air satwa dan satu khusus tangki pemadan kembakaran yang kami maksimalkan untuk kebutuhan satwa di musim kemarau panjang ini,” paparnya. *k19
Informasi dihimpun, jenis satwa yang mati adalah seekor kera hitam (lutung). Diduga kera ekor panjang ini mati karena kekurangan pakan dan air akibat kemarau. Jenis kera ini termasuk satwa dilindungi karena populasinya tinggal sekitar 200 ekor. Jenis kera ini dikenal pemalu dan kerap tersisih dengan jenis kera lainnya (kera abu-abu, Red) ketika mencari pakan dan minum. Apalagi dengan kemarau panjang ini, pepohonan yang hidup di TNBB hampir semuanya meranggas karena merontokkan daun, sehingga sumber makanan menjadi berkurang.
Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna Kepakisan, dikonfirmasi Minggu (6/10/2019), membenarkan ada kematian satwa di wilayah TNBB akibat kemarau panjang tahun ini. Dikatakan, satwa yang mati itu dari jenis kera hitam itu, ditemukan saat petugas tengah mengadakan patroli pengawasan secara rutin di wilayah hutan Prapat Agung, Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. “Kejadiannya sekitar Agustus 2019 lalu, petugas kami menemukan ada seekor kera hitam mati di wilyah hutam Prapat Agung. Penyebabnya mungkin kehausan dan sumber makanan juga kurang. Di wilayah ini memang sudah tidak ada sumber air lagi,” terangnya.
Kepala Balai TNBB Agus Krisna menyebut, kawasan Parapat Agung termasuk salah satu kawasan yang tidak memilik sumber air di musim kemarau seperti sekarang ini. Selain Prapat Agung, ada lagi kawasan tidak memiliki sumber air seperti Teluk Brumbun, Blok Lampu Merah, dan Pulau Menjangan yang berada di wilayah Buleleng. Sehingga walayah itu rentan dengan kematian satwa. “Jenis kera hitam itu kan pemalu, jadi begitu ada rebutan makanan dan air misalnya, jenis itu memilih diam dan mengalah. Akhirnya kemungkinan terus terisih, dan tidak mendapat makanan dan air, akhirnya dehidrasi berat dan mati,” ungkap Agus Krisna.
Menurut Agus Krisna, petugas sudah terus mensuplai air ke wilayah-wilayah yang krisis air untuk membantu kelangsungan hidup satwa. Suplai air di tampung di bak satwa maupun kubangan satwa yang sudah dibuat ditempatkan pada lintasan satwa. Bukan itu saja, bahkan petugas rutin memberi makanan kepada hewan yang hidup di kawasan TNBB. “Kami bisa suplai air seminggu dua kali ke kawasan TNBB untuk satwa. Kapasitas air yang kami suplai dalam satu tangki 5.000 liter air. Kami memiliki dua tangki, satu khusus suplai air satwa dan satu khusus tangki pemadan kembakaran yang kami maksimalkan untuk kebutuhan satwa di musim kemarau panjang ini,” paparnya. *k19
Komentar