Kenaikan Cukai Rokok Tinggi Picu PHK massal
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mendesak agar kenaikan tarif cukai yang dilakukan terhadap sigaret kretek tangan (SKT) harus jauh di bawah kenaikan cukai sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM).
JAKARTA, NusaBali
Persentase kenaikan maksimal cukai rokok buatan tangan ini harus jauh di bawah persentase kenaikan cukai rokok buatan mesin.
Andi menyatakan, jika kenaikan tarif cukai SKT tidak berbeda jauh dengan rokok mesin, maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
“Selama ini SKT merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja banyak,” kata Andi dalam siaran persnya seperti dilansir kontan.
Seperti diumumkan Menteri Keuangan sebelumnya, mulai 1 Januari 2020, pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen. Kenaikan tarif cukai tersebut turut meningkatkan harga jual eceran rata-rata 35 persen.
Berbagai kekhawatiran tersebut juga sudah disampaikan Andi Gani saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada Senin, 30 September 2019 lalu.
"Kami juga mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," kata Andi.
Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok mencapai 5,98 juta orang. Rinciannya, 4,28 juta adalah pekerja di sektor manufaktur dan distribusi serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan. Sebagian besar pekerja di manufaktur merupakan para pelinting SKT.
Selain tarif cukai, Andi juga mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin SPM dan SKM. Menurut dia, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.
"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi rokok mesin dijadikan satu dan nanti bayar cukai tertinggi," jelasnya.
Penggabungan ini diharapkan akan menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau, utamanya melindungi SKT dan pabrikan rokok kecil lokal agar tidak bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing yang padat modal. *
Andi menyatakan, jika kenaikan tarif cukai SKT tidak berbeda jauh dengan rokok mesin, maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
“Selama ini SKT merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja banyak,” kata Andi dalam siaran persnya seperti dilansir kontan.
Seperti diumumkan Menteri Keuangan sebelumnya, mulai 1 Januari 2020, pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen. Kenaikan tarif cukai tersebut turut meningkatkan harga jual eceran rata-rata 35 persen.
Berbagai kekhawatiran tersebut juga sudah disampaikan Andi Gani saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada Senin, 30 September 2019 lalu.
"Kami juga mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," kata Andi.
Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok mencapai 5,98 juta orang. Rinciannya, 4,28 juta adalah pekerja di sektor manufaktur dan distribusi serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan. Sebagian besar pekerja di manufaktur merupakan para pelinting SKT.
Selain tarif cukai, Andi juga mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin SPM dan SKM. Menurut dia, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.
"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi rokok mesin dijadikan satu dan nanti bayar cukai tertinggi," jelasnya.
Penggabungan ini diharapkan akan menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau, utamanya melindungi SKT dan pabrikan rokok kecil lokal agar tidak bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing yang padat modal. *
Komentar