Kemah SMKN 4 Negara Ditingkahi Kerauhan Massal
Sebanyak 35 siswa/siswi SMKN 4 Negara, Desa/Kecamatan Melaya, Jembrana, mengalami kerauhan (kesurupan) saat mengikuti acara kemah yang digelar pihak sekolah di Lapangan Blimbingsari, Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Jembrana, Rabu (9/10) malam.
NEGARA, NusaBali
Peristiwa kerauhan massal pada hari pertama itu memaksa pihak sekolah membubarkan acara kemah yang semula direncanakan berlangsung hingga Jumat (11/10).
Kepala SMKN 4 Negara I Made Sudianta, Kamis (10/10), mengatakan kerauhan yang terjadi saat acara kemah itu terjadi sekitar pukul 18.30 Wita. Saat itu, tepatnya sehabis sembahyang bersama, dan hendak dilanjutkan kegiatan makan bersama, salah seorang siswi tiba-tiba kerauhan. Kerauhan yang awalnya hanya dialami satu siswi, itu kemudian disusul siswa-siswi lainnya. “Ada 32 siswi dan 3 siswa yang kerasukan. Total 352 siswa/siswi yang ikut kemah,” ujarnya.
Menurut Sudianta, para siswa/siswi yang mengalami kerauhan itu berhasil disadarkan secara bertahap melalui bantuan salah seorang guru PKN di sekolahnya yang kebetulan paham dengan mistis, dan ada bantuan sejumlah orang pintar, seperti Mangku hingga Ustad yang didatangkan para orangtua siswa. “Banyak yang membantu. Ada juga yang manggil Ustad, sampai polisi juga sempat ikut turun memantau. Setelah ditangani satu per satu, semuanya sudah kembali disadarkan sekitar pukul 23.30 Wita,” ucapnya.
Sebelum siuman, kata Sudianta, para siswa/siswi yang sempat mengalami kerauhan itu sempat meminta beberapa hal. Seperti ada yang meminta permen, meminta agar ditaruh segehan di lapangan, dan beberapa permintaan lainnya. “Beberapa permintaannya itu juga kami turuti. Setelah semua sadar kembali, karena ada kejadian begitu, perkemahan kami bubarkan. Setelah siuman, mereka langsung diajak pulang orangtua mereka,” ujarnya.
Disinggung mengenai penyebab kerauhan tersebut, Sudianta mengaku tidak begitu paham. Sebenarnya, acara kemah untuk siswa kelas X dan XI, itu rutin digelar setiap tahun di Lapangan Blimbingsari. Acara kemah pada Rabu malam itu merupakan kemah yang ketujuh kali, dan baru kali ini sampai ada kasus kerauhan. “Sebelum-sebelumnya tidak pernah ada kerauhan begini. Katanya sih, memang ada satu dua orang bilang, kerauhan itu terjadi karena tidak memberikan tirta dari sekolah setelah sembahyang bersama. Tapi penyebab yang pasti, saya juga tidak begitu paham,” tutur Sudianta. *ode
Kepala SMKN 4 Negara I Made Sudianta, Kamis (10/10), mengatakan kerauhan yang terjadi saat acara kemah itu terjadi sekitar pukul 18.30 Wita. Saat itu, tepatnya sehabis sembahyang bersama, dan hendak dilanjutkan kegiatan makan bersama, salah seorang siswi tiba-tiba kerauhan. Kerauhan yang awalnya hanya dialami satu siswi, itu kemudian disusul siswa-siswi lainnya. “Ada 32 siswi dan 3 siswa yang kerasukan. Total 352 siswa/siswi yang ikut kemah,” ujarnya.
Menurut Sudianta, para siswa/siswi yang mengalami kerauhan itu berhasil disadarkan secara bertahap melalui bantuan salah seorang guru PKN di sekolahnya yang kebetulan paham dengan mistis, dan ada bantuan sejumlah orang pintar, seperti Mangku hingga Ustad yang didatangkan para orangtua siswa. “Banyak yang membantu. Ada juga yang manggil Ustad, sampai polisi juga sempat ikut turun memantau. Setelah ditangani satu per satu, semuanya sudah kembali disadarkan sekitar pukul 23.30 Wita,” ucapnya.
Sebelum siuman, kata Sudianta, para siswa/siswi yang sempat mengalami kerauhan itu sempat meminta beberapa hal. Seperti ada yang meminta permen, meminta agar ditaruh segehan di lapangan, dan beberapa permintaan lainnya. “Beberapa permintaannya itu juga kami turuti. Setelah semua sadar kembali, karena ada kejadian begitu, perkemahan kami bubarkan. Setelah siuman, mereka langsung diajak pulang orangtua mereka,” ujarnya.
Disinggung mengenai penyebab kerauhan tersebut, Sudianta mengaku tidak begitu paham. Sebenarnya, acara kemah untuk siswa kelas X dan XI, itu rutin digelar setiap tahun di Lapangan Blimbingsari. Acara kemah pada Rabu malam itu merupakan kemah yang ketujuh kali, dan baru kali ini sampai ada kasus kerauhan. “Sebelum-sebelumnya tidak pernah ada kerauhan begini. Katanya sih, memang ada satu dua orang bilang, kerauhan itu terjadi karena tidak memberikan tirta dari sekolah setelah sembahyang bersama. Tapi penyebab yang pasti, saya juga tidak begitu paham,” tutur Sudianta. *ode
Komentar