Penonton Dipersilakan Ikut Memandikan (Mayat)
Pementasan Wayang Calonarang untuk mengisi Pentas Bali Mandara Mahalango III di Taman Budaya Art Center Denpasar, Senin (11/7) malam, berlangsung men cekam.
DENPASAR, NusaBali
Pementasan Wayang Calonarang untuk mengisi Pentas Bali Mandara Mahalango III di Taman Budaya Art Center Denpasar, Senin (11/7) malam, berlangsung men cekam. Pasalnya, pementasan wayang inovatif dari dalang Ida Bagus Sudiksa ma lam itu berisi adegan mengundang leak, celuluk menari nari, sementara penonton dipersilakan ikut me mandikan ‘mayat’.
Pentas Wayang Calonarang yang dibawakan dalang IB Sudiksa ini digelar di Ka langan Panggung Terbuka Ksirarnawa Taman Budaya. Suasana mencekam bermu la ketika lampu lampu sengaja dimatikan untuk menambah aroma mistis. Penonton yang duduk lesehan pun menyaksikan pertunjukan ini dengan suasana tegang.
Situasi tambah mencekam saat muncul dua celuluk menari nari di tengah tengah penonton. Penari celuluk ini nyata, tidak dimainkan dalam adegan wayang kulit yang dimainkan dalang dari balik kelir. Kemudian, ada adegan nyeda raga atau bangke matah yang diperankan lima orang dari sekaa wayang.
Adegan paling mencekam adalah ketika salah satu bangke matah benar benar layak nya jenazah diaben kan. Para penonton dipersilakan ikut memandikan 'mayat' ter sebut, sebelum akhir nya benar benar digotong ke luar arena pentas. Sedangkan em pat bangke matah (mayat hidup) lainnya dibiarkan tetap tergeletak di arena pe me ntasan selama sekitar 30 menit. Empat bangke matah ini lantas terba ngun sete lah terdengar tiupan seruling.
Dalang IB Sudiksa mengatakan, Wayang Calonarang yang dipentaskannya malam itu tergolong wayang inovatif. Maksudnya, diisi adegan lain agar tontonan wayang ti dak membosankan. Menurut IB Sudiksa, tidak ada unsur gaib dalam pementasan tersebut. "Termasuk adegan nyeda raga itu juga sebatas hiburan. Itu namanya hyp nos entertaint. Nggak ada yang gaib," ujar dalang yang mantan anggota Fraksi Gol kar DPRD Bali era Orde Baru ini.
Menurut IB Sudiksa, wayang inovatif ini untuk menambah warna baru dalam dunia wayang, dengan harapan orang semakin mencintai pementasan wayang yang sudah menjadi warisan budaya dunia. Termasuk juga ingin mengajak generasi muda lebih mencintai dan menggali kearifan lokal yang ada di Bali.
"Kearifan lokal Bali sebenarnya hebat dan lengkap. Hanya saja, kita kurang mau me nggali. Maka, saya berharap kepada anak muda cintai dan gali lah kearifan lokal yang luar biasa itu," ujar dalang asal Banjar Jambe, Desa Kerobokan Kaja, Keca mat an Kuta Utara, Badung yang juga dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Uda yana ini.
Pementasan Wayang Calonarang di Pentas Bali Mandara Mahalango malam itu, kata IB Sudiksa, menceritakan tentang Tantra, yakni salah satu paham dalam me mu ja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan Rwa Bhineda. Sebab, Rwa Bhine da (dua hal berbeda) ini merupakan konsep keseimbangan, tidak ada yang menang dan kalah. “Karena pada puncaknya, semua jalan bertujuan untuk memuja keagu ng an Tuhan,” jelas tokoh Pemuda Pancasila ini. 7 i
Pentas Wayang Calonarang yang dibawakan dalang IB Sudiksa ini digelar di Ka langan Panggung Terbuka Ksirarnawa Taman Budaya. Suasana mencekam bermu la ketika lampu lampu sengaja dimatikan untuk menambah aroma mistis. Penonton yang duduk lesehan pun menyaksikan pertunjukan ini dengan suasana tegang.
Situasi tambah mencekam saat muncul dua celuluk menari nari di tengah tengah penonton. Penari celuluk ini nyata, tidak dimainkan dalam adegan wayang kulit yang dimainkan dalang dari balik kelir. Kemudian, ada adegan nyeda raga atau bangke matah yang diperankan lima orang dari sekaa wayang.
Adegan paling mencekam adalah ketika salah satu bangke matah benar benar layak nya jenazah diaben kan. Para penonton dipersilakan ikut memandikan 'mayat' ter sebut, sebelum akhir nya benar benar digotong ke luar arena pentas. Sedangkan em pat bangke matah (mayat hidup) lainnya dibiarkan tetap tergeletak di arena pe me ntasan selama sekitar 30 menit. Empat bangke matah ini lantas terba ngun sete lah terdengar tiupan seruling.
Dalang IB Sudiksa mengatakan, Wayang Calonarang yang dipentaskannya malam itu tergolong wayang inovatif. Maksudnya, diisi adegan lain agar tontonan wayang ti dak membosankan. Menurut IB Sudiksa, tidak ada unsur gaib dalam pementasan tersebut. "Termasuk adegan nyeda raga itu juga sebatas hiburan. Itu namanya hyp nos entertaint. Nggak ada yang gaib," ujar dalang yang mantan anggota Fraksi Gol kar DPRD Bali era Orde Baru ini.
Menurut IB Sudiksa, wayang inovatif ini untuk menambah warna baru dalam dunia wayang, dengan harapan orang semakin mencintai pementasan wayang yang sudah menjadi warisan budaya dunia. Termasuk juga ingin mengajak generasi muda lebih mencintai dan menggali kearifan lokal yang ada di Bali.
"Kearifan lokal Bali sebenarnya hebat dan lengkap. Hanya saja, kita kurang mau me nggali. Maka, saya berharap kepada anak muda cintai dan gali lah kearifan lokal yang luar biasa itu," ujar dalang asal Banjar Jambe, Desa Kerobokan Kaja, Keca mat an Kuta Utara, Badung yang juga dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Uda yana ini.
Pementasan Wayang Calonarang di Pentas Bali Mandara Mahalango malam itu, kata IB Sudiksa, menceritakan tentang Tantra, yakni salah satu paham dalam me mu ja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan Rwa Bhineda. Sebab, Rwa Bhine da (dua hal berbeda) ini merupakan konsep keseimbangan, tidak ada yang menang dan kalah. “Karena pada puncaknya, semua jalan bertujuan untuk memuja keagu ng an Tuhan,” jelas tokoh Pemuda Pancasila ini. 7 i
1
Komentar