Bupati Putu Artha Serahkan ke Masyarakat Pengambengan
Rencana Pembangunan Pabrik Limbah Medis
Rencana salah satu perusahaan swasta membangun pabrik limbah medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Jembrana, menjadi perhatian Bupati Jembrana I Putu Artha.
NEGARA, NusaBali
Secara pribadi, Bupati Artha menolak rencana pembangunan pabrik limbah medis itu. Namun dalam kapasitas sebagai Bupati, keputusan diserahkan kepada masyarakat Pengambengan, dan hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Hal tersebut ditegaskan Bupati Artha saat jumpa pers di warung Lesehan Dedari, Banjar Pangkung Dedari, Desa/Kecamatan Melaya, Jembrana, Kamis (10/10). Secara aturan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali, memang hanya ada dua kabupaten yang bisa dijadikan tempat membangun pabrik limbah medis, yakni Jembrana dan Buleleng. Untuk di Jembrana, pembangunan pabrik limbah medis itu diperbolehkan di tiga desa di Kecamatan Negara, yakni Desa Cupel, Tegal Badeng Barat, dan Pengambengan.
Dari informasi yang diterimanya, kata Bupati Artha, sebelum berusaha masuk ke Jembrana, beberapa perusahaan pengolahan limbah medis itu sempat berencana masuk ke Buleleng, dan sudah jelas ditolak. “Di Buleleng ditolak. Katanya sih alasan pariwisata. Kalau saya pribadi, tidak setuju. Kenapa orang lain tidak mau, sedangkan kita mau. Tetapi kalau sebagai Bupati, kalau tata ruang memungkinkan, masyarakat tidak menolak, ya kita jalankan sesuai regulasi,” ujarnya.
Bupati Artha yang didampingi Kadis Lingkungan Hidup (LH) Jembrana I Wayan Sudiarta, menjelaskan sebelumnya diketahui ada lima perusahaan dalam bidang pengolahan limbah medis yang berusaha masuk ke Jembrana. Dari lima perusahaan itu salah satunya milik warga negara asing, tampak begitu ngotot berusaha membangun di Pengambengan, hingga langsung melakukan pendekatan ke Kementerian Lingkungan Hidup, dan tiba-tiba ada undangan rapat dari Komisi Penilai Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) pusat, Rabu (9/10).
“Yang dulu-dulu saja, ada perusahaan yang lain sempat audiensi, sampai ngajak melihat perusahaan mereka yang ada di Mojokerto (Jawa Timur), kita tolak. Yang sekarang ini dia langsung main ke Jakarta, mereka urus langsung ke pusat sampai ada undangan begitu. Memang kalau masalah Amdal, wewenangnya ada di pusat. Tetapi yang merasakan dampak adalah masyarakat kita yang ada di sekitar Pengambengan, bukan yang di Jakarta,” ujar Bupati asal Desa/Kecamatan Melaya, ini.
Sebelumnya, Bupati Artha sudah menyampaikan kepada masyarakat di Pengambengan, agar mempertimbangkan dengan cermat terkait rencana pembangunan pabrik limbah medis yang rencana dijadikan tempat pengolahan limbah medis se-Bali. Secara pribadi, dia yang tinggal di Desa Melaya, dan jauh dari Pengambengan, tentunya tidak masalah. Tetapi apabila masyarakat terdekat di Pengambengan sampai terkena dampak negatif, dia sebagai pimpinan daerah, juga turut merasakan sakit yang dirasakan warganya. “Intinya, kami di pemerintah daerah menyerahkan kembali ke masyarakat. Kalau masyarakat setuju, mau bagaimana lagi. Tetapi pada prinsipnya, secara pribadi, saya menolak,” tegasnya.
Sementara dari hasil penelusuran di Pengambengan, rencananya pembangunan pabrik limbah medis itu tepatnya berada di Banjar Munduk. Untuk lokasi tanah yang diketahui sudah dibeli investor asal Prancis melalui seseorang dari Denpasar, itu memang agak jauh dari pemukiman warga sekitar. Namun beberapa warga sekitar yang sempat ikut sosialisasi, belum memastikan apakah menerima atau tidak rencana pembangunan pabrik tersebut. Bahkan tidak sedikit warga yang mengaku belum tahu rencana pembangunan pabrik limbah medis yang masih dikaji pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut. *ode
Hal tersebut ditegaskan Bupati Artha saat jumpa pers di warung Lesehan Dedari, Banjar Pangkung Dedari, Desa/Kecamatan Melaya, Jembrana, Kamis (10/10). Secara aturan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali, memang hanya ada dua kabupaten yang bisa dijadikan tempat membangun pabrik limbah medis, yakni Jembrana dan Buleleng. Untuk di Jembrana, pembangunan pabrik limbah medis itu diperbolehkan di tiga desa di Kecamatan Negara, yakni Desa Cupel, Tegal Badeng Barat, dan Pengambengan.
Dari informasi yang diterimanya, kata Bupati Artha, sebelum berusaha masuk ke Jembrana, beberapa perusahaan pengolahan limbah medis itu sempat berencana masuk ke Buleleng, dan sudah jelas ditolak. “Di Buleleng ditolak. Katanya sih alasan pariwisata. Kalau saya pribadi, tidak setuju. Kenapa orang lain tidak mau, sedangkan kita mau. Tetapi kalau sebagai Bupati, kalau tata ruang memungkinkan, masyarakat tidak menolak, ya kita jalankan sesuai regulasi,” ujarnya.
Bupati Artha yang didampingi Kadis Lingkungan Hidup (LH) Jembrana I Wayan Sudiarta, menjelaskan sebelumnya diketahui ada lima perusahaan dalam bidang pengolahan limbah medis yang berusaha masuk ke Jembrana. Dari lima perusahaan itu salah satunya milik warga negara asing, tampak begitu ngotot berusaha membangun di Pengambengan, hingga langsung melakukan pendekatan ke Kementerian Lingkungan Hidup, dan tiba-tiba ada undangan rapat dari Komisi Penilai Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) pusat, Rabu (9/10).
“Yang dulu-dulu saja, ada perusahaan yang lain sempat audiensi, sampai ngajak melihat perusahaan mereka yang ada di Mojokerto (Jawa Timur), kita tolak. Yang sekarang ini dia langsung main ke Jakarta, mereka urus langsung ke pusat sampai ada undangan begitu. Memang kalau masalah Amdal, wewenangnya ada di pusat. Tetapi yang merasakan dampak adalah masyarakat kita yang ada di sekitar Pengambengan, bukan yang di Jakarta,” ujar Bupati asal Desa/Kecamatan Melaya, ini.
Sebelumnya, Bupati Artha sudah menyampaikan kepada masyarakat di Pengambengan, agar mempertimbangkan dengan cermat terkait rencana pembangunan pabrik limbah medis yang rencana dijadikan tempat pengolahan limbah medis se-Bali. Secara pribadi, dia yang tinggal di Desa Melaya, dan jauh dari Pengambengan, tentunya tidak masalah. Tetapi apabila masyarakat terdekat di Pengambengan sampai terkena dampak negatif, dia sebagai pimpinan daerah, juga turut merasakan sakit yang dirasakan warganya. “Intinya, kami di pemerintah daerah menyerahkan kembali ke masyarakat. Kalau masyarakat setuju, mau bagaimana lagi. Tetapi pada prinsipnya, secara pribadi, saya menolak,” tegasnya.
Sementara dari hasil penelusuran di Pengambengan, rencananya pembangunan pabrik limbah medis itu tepatnya berada di Banjar Munduk. Untuk lokasi tanah yang diketahui sudah dibeli investor asal Prancis melalui seseorang dari Denpasar, itu memang agak jauh dari pemukiman warga sekitar. Namun beberapa warga sekitar yang sempat ikut sosialisasi, belum memastikan apakah menerima atau tidak rencana pembangunan pabrik tersebut. Bahkan tidak sedikit warga yang mengaku belum tahu rencana pembangunan pabrik limbah medis yang masih dikaji pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut. *ode
Komentar