Ombudsman Temukan (Jalur Siluman)
Surat sakti jalur khusus bersumber dari eksekutif dan legislatif.
PPDB SMPN 1 dan SMPN 2 Tabanan
TABANAN, NusaBali
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali turun ke SMPN 1 Tabanan dan SMPN 2 Tabanan untuk pantau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan realita rekrutmen siswa. Ternyata di dua SMP favorit itu ditemukan jalur ’siluman’ sehingga jumlah siswa yang diterima membengkak dari kuota yang disepakati. Parahnya, kesepakatan yang dibuat DPRD Tabanan itu dilanggar sendiri oleh oknum anggota dewan dan eksekutif.
Ada tiga asisten Ombudsman yang turun ke Tabanan kemarin. Masing-masing Ni Nyoman Sri Widhiyanti, Ida Bagus Kade Oka Mahendra, dan Khairul Natanagara. Mereka pun mengakui hasil monitoring di SMPN 1 Tabanan dan SMPN 2 Tabanan terjadi pembengkakan penerimaan siswa baru dari kuota yang telah ditetapkan. Bahkan, penerimaan siswa baru lewat jalur belakang jumlahnya mencapai seratusan. “Kami sudah catat datanya untuk dikaji,” ungkap Sri Widhiyanti.
SMPN 1 Tabanan yang dibentuk sebagai sekolah model ditetapkan menerima 10 kelas dengan siswa per kelas sebanyak 32 orang atau total siswa yang diterima 320 orang. Pada kenyataannya, SMPN 1 Tabanan tambah dua kelas menjadi 12 kelas dengan jumlah total siswa yang diterima 398 siswa. Sedangkan SMPN 2 Tabanan mendapat kuota 13 kelas dengan jumlah siswa 268. Namun membengkak menjadi 17 kelas dengan total siswa 659 atau setengah juta lebih.
Sri mengatakan, jalur khusus itu menurut pihak sekolah sudah sepengetahuan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Tabanan, Putu Santika. Penelurusaran di lapangan, jalur khusus itu berdasarkan ’surat sakti’ dari legislative dan eksekutif di Tabanan. “Besok kami akan turun lagi ke Tabanan menyasar sekolah lainnya. Terakhir konfirmasi ke Disdikpora,” imbuhnya. Sri mengakui sempat turun ke salah satu SMA favorit di Tabanan, namun tak dapat data karena kepala sekolah bersangkutan tak ngantor, izin ada upacara.
Ditambahkan, selain sepengetahun Kadisdikpora, pihak sekolah mengaku harus menerima siswa tersebut atas desakan masyarakat. Ada siswa sampai menangis dengan modus harus bisa diterima di sekolah itu. “Menurut pengakuan sekolah, jika tidak masuk sekolah negeri tidak bergengi,” imbuhnya. Hal inilah yang akan dikaji terlebih dahulu untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik. Sebenarnya sudah dijalankan pendaftaran sistem online agar bisa meminimalisir pembengkakan siswa yang melebihi daya tampung. “Setelah adanya sistem online jangan ada sistem-sistem lain di belakangnya,” pinta Sri.
Pihaknya berharap ada sistem keterbukaan baik dari pemerintahan dan sekolah. “Soalnya saat kami cek ke lapangan ada sekolah yang seolah-olah menutupi data-data yang ditanyakan Ombudsman,” ungkapnya. Jika nanti ada yang menghalang-halangi terkait pencarian data, bisa dikenakan Pasal 44 No 37 tahun 2008 tentang ketentuan pidana dengan ancaman kurungan 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Sebelumnya, Kadisdikpora Tabanan Putu Santika mengatakan, menerima siswa melebihi kuota karena ada program wajib belajar. cr61
TABANAN, NusaBali
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali turun ke SMPN 1 Tabanan dan SMPN 2 Tabanan untuk pantau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan realita rekrutmen siswa. Ternyata di dua SMP favorit itu ditemukan jalur ’siluman’ sehingga jumlah siswa yang diterima membengkak dari kuota yang disepakati. Parahnya, kesepakatan yang dibuat DPRD Tabanan itu dilanggar sendiri oleh oknum anggota dewan dan eksekutif.
Ada tiga asisten Ombudsman yang turun ke Tabanan kemarin. Masing-masing Ni Nyoman Sri Widhiyanti, Ida Bagus Kade Oka Mahendra, dan Khairul Natanagara. Mereka pun mengakui hasil monitoring di SMPN 1 Tabanan dan SMPN 2 Tabanan terjadi pembengkakan penerimaan siswa baru dari kuota yang telah ditetapkan. Bahkan, penerimaan siswa baru lewat jalur belakang jumlahnya mencapai seratusan. “Kami sudah catat datanya untuk dikaji,” ungkap Sri Widhiyanti.
SMPN 1 Tabanan yang dibentuk sebagai sekolah model ditetapkan menerima 10 kelas dengan siswa per kelas sebanyak 32 orang atau total siswa yang diterima 320 orang. Pada kenyataannya, SMPN 1 Tabanan tambah dua kelas menjadi 12 kelas dengan jumlah total siswa yang diterima 398 siswa. Sedangkan SMPN 2 Tabanan mendapat kuota 13 kelas dengan jumlah siswa 268. Namun membengkak menjadi 17 kelas dengan total siswa 659 atau setengah juta lebih.
Sri mengatakan, jalur khusus itu menurut pihak sekolah sudah sepengetahuan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Tabanan, Putu Santika. Penelurusaran di lapangan, jalur khusus itu berdasarkan ’surat sakti’ dari legislative dan eksekutif di Tabanan. “Besok kami akan turun lagi ke Tabanan menyasar sekolah lainnya. Terakhir konfirmasi ke Disdikpora,” imbuhnya. Sri mengakui sempat turun ke salah satu SMA favorit di Tabanan, namun tak dapat data karena kepala sekolah bersangkutan tak ngantor, izin ada upacara.
Ditambahkan, selain sepengetahun Kadisdikpora, pihak sekolah mengaku harus menerima siswa tersebut atas desakan masyarakat. Ada siswa sampai menangis dengan modus harus bisa diterima di sekolah itu. “Menurut pengakuan sekolah, jika tidak masuk sekolah negeri tidak bergengi,” imbuhnya. Hal inilah yang akan dikaji terlebih dahulu untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik. Sebenarnya sudah dijalankan pendaftaran sistem online agar bisa meminimalisir pembengkakan siswa yang melebihi daya tampung. “Setelah adanya sistem online jangan ada sistem-sistem lain di belakangnya,” pinta Sri.
Pihaknya berharap ada sistem keterbukaan baik dari pemerintahan dan sekolah. “Soalnya saat kami cek ke lapangan ada sekolah yang seolah-olah menutupi data-data yang ditanyakan Ombudsman,” ungkapnya. Jika nanti ada yang menghalang-halangi terkait pencarian data, bisa dikenakan Pasal 44 No 37 tahun 2008 tentang ketentuan pidana dengan ancaman kurungan 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Sebelumnya, Kadisdikpora Tabanan Putu Santika mengatakan, menerima siswa melebihi kuota karena ada program wajib belajar. cr61
Komentar