Nyepi Segara, Wisata Bahari Lengang
Di Lebih juga Nyepi Segara Ngusaba Purnama Kapat –tipis
Krama di Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, menggelar Nyepi Segara pada Soma Pahing Menail, Senin (14/10).
SEMARAPURA, NusaBali
Aktivitas di laut setempat baik angkutan transportasi laut, petani rumput laut dan lainnya dihentikan selama sehari penuh. Jika hal ini dilanggar diyakini akan terkena dampak niskala. Nyepi Segara di Nusa Penida merupakan diwariskan secara turun-terumun. Pelaksanaannya dimulai dari Senin pukul 06.00 Wita - Selasa (15/10) sekitar pukul 06.00 Wita.
Nyepi itu berkaitan dengan upacara Ngusaba di Pura Penataran Ped dan di Pura Batumedau, Nusa Penida. Panitia Karya Ngusaba Penyegjeg Jagat Nusa Penida I Nyoman Sukarta, mengatakan Nyepi Segara ini merupakan rangkaian dari Pangusaba Penyegjeg Jagat Nusa Penida. Tradisi ini sebagai bentuk syukur dan terima kasih kepada lautan yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi warga Nusa Penida. "Ini merupakan rangkaian puncak dari Pengusaban Jagat Nusa, Soma Paing Menail, (14/10) upacara Nyepi Segara," ujarnya.
Saat Nyepi Segara, kata dia masyarakat, wisatawan maupun para pelaku pariwisata diimbau tidak beraktivitas di peraraian Nusa Penida. Hal ini sudah disosialisasikan sejak beberapa bulan lalu. Sehingga pariwisata di Nusa Penida pun lengang. Sehari rata-rata kunjungan wisatawan ke Nusa Penida mencapai 2.000 orang. Ada wisatawan berlibur di Nusa Penida, namun tiba sebelum Nyepi Segara.
Dia menjelaskan upacara pangusaban sudah dimulai Saniscara Pahing Merakih, Sabtu (14/9), diawali dengan upacara Matur Piuning Maguru Piduka Nuasen Karya dilanjutkan dengan Sukra Wage Uye. Dilanjutkan dengan upacara Melasti, Memasar dan Mendak pada Jumat (11/10) lalu.
Kepala UPT Perhubungan Nusa Penida Wayan Sudiana mengatakan, dirinya telah memerima surat dari Bendesa Pura terkait Nyepi Segara. Surat itu langsung disebar ke seluruh usaha pelayanan penyeberangan di seluruh Bali.
Sementara itu, Ngusaba Purnama Kapat berlangsung di Pura Segara Pantai Lebih, Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Gianyar, Redite Umanis Menail, Minggu (13/10). Serangkaian Ngusaba, nelayan pantang melaut selama tiga hari sejak sehari sebelum Purnama, Sabtu (12/10) - Senin (14/10). Selama itu pula, perahu para nelayan diparkir berjejer di tepi pantai lengkap dengan sesajen di atasnya.
Salah satu nelayan I Nyoman Wanta, ditemui Senin (14/10) menjelaskan, di kawasan Pantai Lebih tengah menggelar Nyepi Segara. Sehingga para nelayan tidak melakukan aktivitas di pantai hingga ke laut. Tradisi itu pun diyakini sebagai tetamiang (peninggalan leluhur) yang sudah secara turun temurun tanpa pernah dirubah sedikitpun. "Sudah menjadi tradisi turun temurun seperti ini. Setiap Purnama Sasih Kapat, nelayan tidak melaut 3 hari. Sebelum Purnama, saat Purnama dan sehari setelah Purnama,” jelasnya.
Wanta mengatakan, selain nelayan pantang melaut, aktifitas memancing bahkan kunjungan masyarakat umum juga tidak diperkenankan berada dekat pantai. Batasannya dari timur mulai pada aliran Tukad Sangsang, sedangkan pada bagian barat sampai aliran Tukad Udang-udang. "Lewat dari batas sungai itu dikatakan masyarakat dan nelayannya bisa beraktivitas seperti biasa," jelasnya. Ngusaba ini berlangsung setahun sekali di Pura Segara.
Prosesi ini identik upacara Mabiyukukung padi di sawah. "Kalau di pertanian ini seperti makna mabiyu kukung, cuma beda lokasi saja. Kami yang berlokasi di pantai, dan biyu kukung di persawahan. Tujuannya tidak lain sebagai ungkapan terimakasih kami selaku nelayan yang setiap hari menggunakan perahu dan lautan untuk mencari ikan sebagai nafkah,” jelasnya.
Disinggung ketika ada yang melanggar, Wanta menyampaikan zaman dulu didenda dengan membayar uang kepeng 200 biji. Selain itu diyakini perjalannnya di laut akan menemukan marabahaya dan sengsara. Bendesa Adat Lebih I Wayan Wisma menyampaikan hal yang sama saat dihubungi. Bahwa Nyepi Segara merupakan tradisi khusus di desa adat setempat bagi kramanya yang menjadi nelayan. “Ini karya tiga tahun sekali, untuk dua tahun berturut-turut disebut dengan wali ngungsung atau sepen. Namun untuk Nyepi Segaranya setiap satu tahun sekali. Untuk penyungsung pura merupakan dari Desa Adat Lebih dan dari nelayan juga ada,” imbuhnya. *wan,nvi
Nyepi itu berkaitan dengan upacara Ngusaba di Pura Penataran Ped dan di Pura Batumedau, Nusa Penida. Panitia Karya Ngusaba Penyegjeg Jagat Nusa Penida I Nyoman Sukarta, mengatakan Nyepi Segara ini merupakan rangkaian dari Pangusaba Penyegjeg Jagat Nusa Penida. Tradisi ini sebagai bentuk syukur dan terima kasih kepada lautan yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi warga Nusa Penida. "Ini merupakan rangkaian puncak dari Pengusaban Jagat Nusa, Soma Paing Menail, (14/10) upacara Nyepi Segara," ujarnya.
Saat Nyepi Segara, kata dia masyarakat, wisatawan maupun para pelaku pariwisata diimbau tidak beraktivitas di peraraian Nusa Penida. Hal ini sudah disosialisasikan sejak beberapa bulan lalu. Sehingga pariwisata di Nusa Penida pun lengang. Sehari rata-rata kunjungan wisatawan ke Nusa Penida mencapai 2.000 orang. Ada wisatawan berlibur di Nusa Penida, namun tiba sebelum Nyepi Segara.
Dia menjelaskan upacara pangusaban sudah dimulai Saniscara Pahing Merakih, Sabtu (14/9), diawali dengan upacara Matur Piuning Maguru Piduka Nuasen Karya dilanjutkan dengan Sukra Wage Uye. Dilanjutkan dengan upacara Melasti, Memasar dan Mendak pada Jumat (11/10) lalu.
Kepala UPT Perhubungan Nusa Penida Wayan Sudiana mengatakan, dirinya telah memerima surat dari Bendesa Pura terkait Nyepi Segara. Surat itu langsung disebar ke seluruh usaha pelayanan penyeberangan di seluruh Bali.
Sementara itu, Ngusaba Purnama Kapat berlangsung di Pura Segara Pantai Lebih, Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Gianyar, Redite Umanis Menail, Minggu (13/10). Serangkaian Ngusaba, nelayan pantang melaut selama tiga hari sejak sehari sebelum Purnama, Sabtu (12/10) - Senin (14/10). Selama itu pula, perahu para nelayan diparkir berjejer di tepi pantai lengkap dengan sesajen di atasnya.
Salah satu nelayan I Nyoman Wanta, ditemui Senin (14/10) menjelaskan, di kawasan Pantai Lebih tengah menggelar Nyepi Segara. Sehingga para nelayan tidak melakukan aktivitas di pantai hingga ke laut. Tradisi itu pun diyakini sebagai tetamiang (peninggalan leluhur) yang sudah secara turun temurun tanpa pernah dirubah sedikitpun. "Sudah menjadi tradisi turun temurun seperti ini. Setiap Purnama Sasih Kapat, nelayan tidak melaut 3 hari. Sebelum Purnama, saat Purnama dan sehari setelah Purnama,” jelasnya.
Wanta mengatakan, selain nelayan pantang melaut, aktifitas memancing bahkan kunjungan masyarakat umum juga tidak diperkenankan berada dekat pantai. Batasannya dari timur mulai pada aliran Tukad Sangsang, sedangkan pada bagian barat sampai aliran Tukad Udang-udang. "Lewat dari batas sungai itu dikatakan masyarakat dan nelayannya bisa beraktivitas seperti biasa," jelasnya. Ngusaba ini berlangsung setahun sekali di Pura Segara.
Prosesi ini identik upacara Mabiyukukung padi di sawah. "Kalau di pertanian ini seperti makna mabiyu kukung, cuma beda lokasi saja. Kami yang berlokasi di pantai, dan biyu kukung di persawahan. Tujuannya tidak lain sebagai ungkapan terimakasih kami selaku nelayan yang setiap hari menggunakan perahu dan lautan untuk mencari ikan sebagai nafkah,” jelasnya.
Disinggung ketika ada yang melanggar, Wanta menyampaikan zaman dulu didenda dengan membayar uang kepeng 200 biji. Selain itu diyakini perjalannnya di laut akan menemukan marabahaya dan sengsara. Bendesa Adat Lebih I Wayan Wisma menyampaikan hal yang sama saat dihubungi. Bahwa Nyepi Segara merupakan tradisi khusus di desa adat setempat bagi kramanya yang menjadi nelayan. “Ini karya tiga tahun sekali, untuk dua tahun berturut-turut disebut dengan wali ngungsung atau sepen. Namun untuk Nyepi Segaranya setiap satu tahun sekali. Untuk penyungsung pura merupakan dari Desa Adat Lebih dan dari nelayan juga ada,” imbuhnya. *wan,nvi
Komentar