Kuliner RW Dinyatakan Terlarang
Pedagang RW didorong menjual makanan olahan lain. Jika tetap membandel, pidana sudah menanti.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Perternakan dan kesehatan Hewan (PKH) Bali secara tegas memberikan peringatan kepada seluruh pedagang RW (rintek wuuk/olahan anjing) di Buleleng untuk tidak lagi menjual olahan daging anjing. Peringatan itu menyusul terbitnya Instruksi Gubernur Bali 524/5913/DISNAKKESWAN/2019 tentang Pelarangan Peredaran dan Perdagangan Daging Anjing. Instruksi tersebut diterbitkan mengingat kasus rabies di Bali dan anjing bukan merupakan hewan ternak.
Dinas PKH Provinsi Bali yang didampingi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemprov Bali, serta Polisi Pamong Praja Pemprov Bali, yang mendatangi Polres Buleleng, Senin (14/10/2019), meminta back up kepolisian jika ada pedagang RW yang membandel. Pedagang RW yang mengindahkan peringatan itu disebut akan berakhir di ranah pidana.
Staf Dinas PKH Bali, I Made Angga Prayoga, usai bertemu Wakapolres Buleleng, Kompol Loduwyk Tapilaha, mengatakan ancaman hukuman pidana juga sudah tertulis jelas pada instruksi Gubernur Bali tersebut. Namun sebelum benar-benar menerapkan sanksi itu, pemerintah mengaku sudah melakukan sosialisasi dan memberikan kompensasi kepada pedagang yang selama ini bergantung kepada penjualan daging anjing itu. “Sosialisasi sudah jalan dan tahap awal pemerintah memberikan kompensasi kepada pedagang agar tidak lagi menjual olahan daging anjing tetapi beralih ke daging babi atau ayam,” jelas dia.
Larangan perdagangan dan peredaran daging anjing diterbitkan karena dinilai sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Apalagi kondisi Provinsi Bali yang berstatus zona merah rabies, yang berisiko tinggi jika sampai dikonsumsi. “Anjing bukan hewan ternak apalagi daging hewan yang sakit, jelas tidak boleh dikonsumsi,” imbuh dia. Sejauh ini di Kabupaten Buleleng setelah dijajaki sejak Mei lalu terpantau ada sepuluh pedagang RW yang menjual olahan daging anjing. Bahkan mereka disebut-sebut masih beroperasi hingga Senin siang.
Tim yang sudah melakukan sosialisasi sebelumnya akhirnya membuat perjanjian dan kesepakatan kepada pedagang RW untuk tidak menjual lagi olahan daging anjing. Kesepakatan itu pun dibuat di atas kertas bermaterai Rp 6.000. Pedagang yang membandel dan masih melakukan aktivitas jual beli olahan daging anjing ke depannya dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu Kompol Loudwyk Tapilaha mengatakan, dengan kedatangan Dinas PKH, maka Polres Buleleng siap mengamankan kebijakan yang diputuskan pemerintah jika arahnya ke pidana. “Ini kan ada PPNS dulu, jadi mereka yang melakukan penanganan awal. Untuk pelimpahan dan seterusnya, bisa berkoordinasi dengan Korwas PPNS di Polda. Tetapi sebaiknya sebelum mengambil tindakan agar koordinasi dulu dnegan aparat desa setempat,” kata Loduwyk. *k23
Dinas Perternakan dan kesehatan Hewan (PKH) Bali secara tegas memberikan peringatan kepada seluruh pedagang RW (rintek wuuk/olahan anjing) di Buleleng untuk tidak lagi menjual olahan daging anjing. Peringatan itu menyusul terbitnya Instruksi Gubernur Bali 524/5913/DISNAKKESWAN/2019 tentang Pelarangan Peredaran dan Perdagangan Daging Anjing. Instruksi tersebut diterbitkan mengingat kasus rabies di Bali dan anjing bukan merupakan hewan ternak.
Dinas PKH Provinsi Bali yang didampingi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemprov Bali, serta Polisi Pamong Praja Pemprov Bali, yang mendatangi Polres Buleleng, Senin (14/10/2019), meminta back up kepolisian jika ada pedagang RW yang membandel. Pedagang RW yang mengindahkan peringatan itu disebut akan berakhir di ranah pidana.
Staf Dinas PKH Bali, I Made Angga Prayoga, usai bertemu Wakapolres Buleleng, Kompol Loduwyk Tapilaha, mengatakan ancaman hukuman pidana juga sudah tertulis jelas pada instruksi Gubernur Bali tersebut. Namun sebelum benar-benar menerapkan sanksi itu, pemerintah mengaku sudah melakukan sosialisasi dan memberikan kompensasi kepada pedagang yang selama ini bergantung kepada penjualan daging anjing itu. “Sosialisasi sudah jalan dan tahap awal pemerintah memberikan kompensasi kepada pedagang agar tidak lagi menjual olahan daging anjing tetapi beralih ke daging babi atau ayam,” jelas dia.
Larangan perdagangan dan peredaran daging anjing diterbitkan karena dinilai sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Apalagi kondisi Provinsi Bali yang berstatus zona merah rabies, yang berisiko tinggi jika sampai dikonsumsi. “Anjing bukan hewan ternak apalagi daging hewan yang sakit, jelas tidak boleh dikonsumsi,” imbuh dia. Sejauh ini di Kabupaten Buleleng setelah dijajaki sejak Mei lalu terpantau ada sepuluh pedagang RW yang menjual olahan daging anjing. Bahkan mereka disebut-sebut masih beroperasi hingga Senin siang.
Tim yang sudah melakukan sosialisasi sebelumnya akhirnya membuat perjanjian dan kesepakatan kepada pedagang RW untuk tidak menjual lagi olahan daging anjing. Kesepakatan itu pun dibuat di atas kertas bermaterai Rp 6.000. Pedagang yang membandel dan masih melakukan aktivitas jual beli olahan daging anjing ke depannya dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu Kompol Loudwyk Tapilaha mengatakan, dengan kedatangan Dinas PKH, maka Polres Buleleng siap mengamankan kebijakan yang diputuskan pemerintah jika arahnya ke pidana. “Ini kan ada PPNS dulu, jadi mereka yang melakukan penanganan awal. Untuk pelimpahan dan seterusnya, bisa berkoordinasi dengan Korwas PPNS di Polda. Tetapi sebaiknya sebelum mengambil tindakan agar koordinasi dulu dnegan aparat desa setempat,” kata Loduwyk. *k23
Komentar