Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar Sabet Medali Perak di Macao
Berkat Penelitian Bertajuk 'Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas sebagai Komposit'
Siswa-siswi SMAN 3 Denpasar yang sukses sabet medali perak di Macao terdiri dari I Nyoman Nova Aditya, Ni Komang Kartika, Ni Made Yani Savitri Devi, Ni Putu Diva Iswarani, Dewa Ayu Kanianita Sanjaya, Yadnya Cakra Cyntia Dewi
DENPASAR, NusaBali
Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar berhasil meraih medali perak dalam ajang ‘Macao International Invention and Innovation Expo’ di Venetian, Macao, 10-14 Oktober 2019. Tim peneliti yang terdiri dari 6 siswa-siswi Ekstrakurikuler Madyapadma SMAN 3 Denpasar ini berjaya berkat penelitian berjudul ‘Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata) sebagai Komposit’.
Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar yang sukses sabet medali perak di Macao ini beranggotakan I Nyoman Nova Aditya, 16 (siswa Kelas XI MIPA 5), Ni Komang Kartika, 16 (Kelas XI MIPA 5), Ni Made Yani Savitri Devi, 16 (Kelas XI MIPA 2), Ni Putu Diva Iswarani, 16 (Kelas XI MIPA 6), Dewa Ayu Kanianita Sanjaya, 16 (Kelas XI MIPA 7), dan Yadnya Cakra Cyntia Dewi, 16 (Kelas XI MIPA 7). Hingga Selasa (15/10), mereka masih berada di Macao.
Ketua Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar, I Nyoman Nova Aditya, mengaku bersyukur karena perjuangan timnya di ajang ‘Macao International Invention and Innovation Expo 2019’ berhasil membuahkan medali perak. Capaian ini menjadi tolok ukur untuk lebih meningkatkan prestasinya.
“Medali perak sangat berarti bagi kami, karena merupakan hasil dari kerja keras selama membuat penelitian ini. Medali ini juga menjadi tolok ukur bagi kami bahwa kami belum menjadi yang terbaik dan harus meningkatkan kinerja kami,” ujar Nova Aditya saat dihubungi NusaBali melalui pesan WhatsApp (AP), Selasa kemarin.
Nova Aditya menjelaskan, penelitian ‘Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata) sebagai Komposit’ ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan akan masalah sampah. Berdasarkan data statistik tahun 2014, Indonesia menjadi penghasil sampah terbesar kedua di dunia, setelah China.
Dari kondisi ini, kata Nova Aditya, terpikir untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi barang yang berguna. Setelah melakukan penelitian selama beberapa hari, Nova Aditya dan timnya menemukan kombinasi dari cangkang keong mas dan plastik label bekas botol untuk membuat komposit. Komposit ini bisa dipakai untuk plafon, keramik dinding yang bersifat seni, dan keramik lantai. Produk berbentuk prototype ini pun dinamai dengan ‘Onyang’.
“Ada dua bahan yang kami pakai untuk penelitian. Pertama, cangkang keong mas yang mengandung senyawa CaCO3, yang dapat menjadi filler dari suatu komposit. Kedua, sampah label plastik, karena mempunyai sifat thermoplastik yang cocok untuk dijadikan matriks atau pembentuk struktur komposit,” jelas siswa berusia 16 tahun ini.
Menurut Nova Aditya, penelitian ‘Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata) sebagai Komposit’ tersebut dilakukan selama 4 bulan. Penelitian dimulai dengan studi pustaka untuk mengumpulkan data, mengumpulkan bahan-bahan untuk dijadikan produk, kemudian mengujinya, dan terakhir memproduksi ulang menjadi prototype.
Produk terlebih dulu diujicoba dengan indikator uji daya lentur, uji daya serap air, uji pengembangan tebal, dan uji tahan panas. Ada pun efektivitasnya yakni tidak patah saat uji daya lentur, rata-rata 7,86 persen daya serap air, rata-rata 15,2 persen pengembangan tebal, dan tidak meleleh saat uji tahan panas.
“Untuk ujicoba, astungkara tidak ada yang gagal. Tapi, sempat ada kendala, karena keberanian kami yang kecil untuk memulai penelitian ini, lantaran kami belum memiliki gambaran matang dari produk hasil penelitiannya. Namun, seiring berjalannya waktu, kami percaya diri untuk melakukan penelitian ini,” kenang Nova Aditya.
“Saat mengumpulkan bahan-bahan, kami harus mencari sampah label plastik keluar sekolah. Selain itu, alat kompres yang kami gunakan di sekolah tergolong kecil, sehingga untuk membuat komposit yang besar memerlukan waktu lebih lama,” lanjut Nova Aditya, yang saat dihubungi NusaBali kemarin mengaku masih berada di Macau.
Nova Aditya menyebutkan, ajang Macao International Invention and Innovation Expo 2019 merupakan lomba tingkat internasional ketiga yang diikutinya. Begitu juga teman-temannya dalam tim, yang rata-rata sudah pernah ikut lomba tingkat internasional, sehingga mereka bisa menaklukkan rasa gerogi. Mereka bisa fokus mengoptimalkan penampilan saat berlomba.
“Karena kami sudah pernah lomba di ajang internasional beberapa kali, jadi kami lebih terbiasa dengan suasana. Kami sama sekali tidak gerogi saat berkompetisi di tingkat internasional ini,” tandas Nova Aditya.
Hanya saja, saat presentasi produk, Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar ini mengalami kendala bahasa dengan beberapa pengunjung. Itulah yang menyulitkan bagi Nova Aditya dan timnya untuk memahami maksud perkataan yang diucapkan pengunjung.
Saat lomba, Nova Aditya cs memasang poster, menyiapkan display, dan mempresentasikan produk kepada pengunjung stand dan dua juri yang menilai. “Kendala yang kami hadapi saat kompetisi adalah bahasa, di mana beberapa pengunjung menggunakan logat yang sulit untuk dimengerti. Kami masih kesulitan untuk menarik perhatian orang-orang,” cerita Nova Aditya. *ind
Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar yang sukses sabet medali perak di Macao ini beranggotakan I Nyoman Nova Aditya, 16 (siswa Kelas XI MIPA 5), Ni Komang Kartika, 16 (Kelas XI MIPA 5), Ni Made Yani Savitri Devi, 16 (Kelas XI MIPA 2), Ni Putu Diva Iswarani, 16 (Kelas XI MIPA 6), Dewa Ayu Kanianita Sanjaya, 16 (Kelas XI MIPA 7), dan Yadnya Cakra Cyntia Dewi, 16 (Kelas XI MIPA 7). Hingga Selasa (15/10), mereka masih berada di Macao.
Ketua Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar, I Nyoman Nova Aditya, mengaku bersyukur karena perjuangan timnya di ajang ‘Macao International Invention and Innovation Expo 2019’ berhasil membuahkan medali perak. Capaian ini menjadi tolok ukur untuk lebih meningkatkan prestasinya.
“Medali perak sangat berarti bagi kami, karena merupakan hasil dari kerja keras selama membuat penelitian ini. Medali ini juga menjadi tolok ukur bagi kami bahwa kami belum menjadi yang terbaik dan harus meningkatkan kinerja kami,” ujar Nova Aditya saat dihubungi NusaBali melalui pesan WhatsApp (AP), Selasa kemarin.
Nova Aditya menjelaskan, penelitian ‘Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata) sebagai Komposit’ ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan akan masalah sampah. Berdasarkan data statistik tahun 2014, Indonesia menjadi penghasil sampah terbesar kedua di dunia, setelah China.
Dari kondisi ini, kata Nova Aditya, terpikir untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi barang yang berguna. Setelah melakukan penelitian selama beberapa hari, Nova Aditya dan timnya menemukan kombinasi dari cangkang keong mas dan plastik label bekas botol untuk membuat komposit. Komposit ini bisa dipakai untuk plafon, keramik dinding yang bersifat seni, dan keramik lantai. Produk berbentuk prototype ini pun dinamai dengan ‘Onyang’.
“Ada dua bahan yang kami pakai untuk penelitian. Pertama, cangkang keong mas yang mengandung senyawa CaCO3, yang dapat menjadi filler dari suatu komposit. Kedua, sampah label plastik, karena mempunyai sifat thermoplastik yang cocok untuk dijadikan matriks atau pembentuk struktur komposit,” jelas siswa berusia 16 tahun ini.
Menurut Nova Aditya, penelitian ‘Pemanfaatan Sampah Label dan Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata) sebagai Komposit’ tersebut dilakukan selama 4 bulan. Penelitian dimulai dengan studi pustaka untuk mengumpulkan data, mengumpulkan bahan-bahan untuk dijadikan produk, kemudian mengujinya, dan terakhir memproduksi ulang menjadi prototype.
Produk terlebih dulu diujicoba dengan indikator uji daya lentur, uji daya serap air, uji pengembangan tebal, dan uji tahan panas. Ada pun efektivitasnya yakni tidak patah saat uji daya lentur, rata-rata 7,86 persen daya serap air, rata-rata 15,2 persen pengembangan tebal, dan tidak meleleh saat uji tahan panas.
“Untuk ujicoba, astungkara tidak ada yang gagal. Tapi, sempat ada kendala, karena keberanian kami yang kecil untuk memulai penelitian ini, lantaran kami belum memiliki gambaran matang dari produk hasil penelitiannya. Namun, seiring berjalannya waktu, kami percaya diri untuk melakukan penelitian ini,” kenang Nova Aditya.
“Saat mengumpulkan bahan-bahan, kami harus mencari sampah label plastik keluar sekolah. Selain itu, alat kompres yang kami gunakan di sekolah tergolong kecil, sehingga untuk membuat komposit yang besar memerlukan waktu lebih lama,” lanjut Nova Aditya, yang saat dihubungi NusaBali kemarin mengaku masih berada di Macau.
Nova Aditya menyebutkan, ajang Macao International Invention and Innovation Expo 2019 merupakan lomba tingkat internasional ketiga yang diikutinya. Begitu juga teman-temannya dalam tim, yang rata-rata sudah pernah ikut lomba tingkat internasional, sehingga mereka bisa menaklukkan rasa gerogi. Mereka bisa fokus mengoptimalkan penampilan saat berlomba.
“Karena kami sudah pernah lomba di ajang internasional beberapa kali, jadi kami lebih terbiasa dengan suasana. Kami sama sekali tidak gerogi saat berkompetisi di tingkat internasional ini,” tandas Nova Aditya.
Hanya saja, saat presentasi produk, Tim Peneliti Muda SMAN 3 Denpasar ini mengalami kendala bahasa dengan beberapa pengunjung. Itulah yang menyulitkan bagi Nova Aditya dan timnya untuk memahami maksud perkataan yang diucapkan pengunjung.
Saat lomba, Nova Aditya cs memasang poster, menyiapkan display, dan mempresentasikan produk kepada pengunjung stand dan dua juri yang menilai. “Kendala yang kami hadapi saat kompetisi adalah bahasa, di mana beberapa pengunjung menggunakan logat yang sulit untuk dimengerti. Kami masih kesulitan untuk menarik perhatian orang-orang,” cerita Nova Aditya. *ind
1
Komentar