Dua Kepala Daerah Ditangkap Beruntun
Detik-detik Jelang Berlakunya UU KPK
Hanya dua hari jelang diberlakukannya UU KPK yang baru per 17 Oktober 2019 ini, dua kepala daerah secara beruntun ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).
JAKARTA, NusaBali
Sehari pasca penangkapan Bupati Indramayu (Jawa Barat), Supendi, Rabu (16/10) dinihari giliran Walikota Medan (Sumatra Utara), Dzulmi Eldin, yang ditangkap KPK atas dugaan terima setoran dari dinas-dinas.
Walikota Dzulmi Eldin terjaring OTT KPK di Medan, Rabu dinihari sekitar pukul 04.00 WIB. Sang walikota diamankan bersama 6 orang lainnya, termasuk Kepala Dinas PU Medan, staf protokoler, ajudan walikota, dan pihak swasta. Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah, menyatakan dari OTT ini diamankan uang tunai Rp 200 juta.
Selain itu, ada duit Rp 50 juta yang diduga dibawa kabur pria berinisial And, yang merupakan staf dari Walikota Eldin. And berhasil kabur dari OTT yang dilakukan KPK. Menurut Febri, saat dilakukan OTT, tim KPK memantau mobil Avanza warna silver yang diduga dikemudikan staf protokol walkot yang datang ke rumah Kadis PU Medan, Selasa (15/10) malam sekitar pukul 21.25 WIB. Mobil staf protokol walikota itu tiba-tiba melaju kencang saat diikuti tim KPK.
Sampai akhirnya dalam posisi yang sudah diapit oleh tim KPK, mobil tersebut berhenti. Namun, And tidak turun. Saat didekati Tim KPK, mobil yang dikemu-dikan staf walikot ini justru kabur. Bahkan, mobil tersebut nyaris menabrak Tim KPK. Beruntung 2 anggota Tim KPK selamat dari maut karena langsung meloncat.
Febri menyebutkan, uang Rp 200 juta yang berhasil diamankan diduga merupakan setoran dari dinas-dinas kepada Walikota Eldin. "Diduga ada setoran dari dinas-dinas ke kepala daerah (walikota, Red)," ujar Febri kepada wartawan di Jakarta, Rabu kemarin.
Namun, Febri belum menjelaskan detail dinas mana saja yang menyetor duit ke Walikota Eldin. Yang jelas, sang walikota diduga sudah beberapa kali menerima setoran dari dinas-dinas di Pemkot Medan. "Diduga praktek setoran dari dinas-dinas sudah berlangsung beberapa kali," tandas Febri.
Walikota Eldin sendiri dudah dibawa ke ke Kantor KPK di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Rabu siang pukul 11.48 WIB. Mengenakan jaket hitam dan baju bewarna putih, sang walikota memilih ungkam daat tiba di Kantor KPK. Walikota Eldin langsung masuk ke lobi KPK, selanjutnya dibawa ke ruang pemeriksaan.
Politisi Golkar kelahiran 4 Juli 1960 ini merupakan Walikota Medan ketiga yang dijeratr KPK terkait kasus korupsi. Pejabat pertama yang dijerat KPK adalah Abdillah, Walikota Medan dua periode (2000-2005, 2005-2010). Jabatan periode kedua Abdillah tidak tuntas, karena keburu tersandung urusan hukum tahun 2008---terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD. Saat itu, Abdillah dijerat KPK bersama wakilnya, Ramli.
Sedangkan pejabat kedua yang dijerat KPK adalah Rahudman Harahap, Walikota Medan periode Juli 2010-Mei 2013. Kini, Dzulmi Eldin menjadi Walikota Medan ketiga yang dijerat KPK. Eldin awalnya menjadi Wakil Walikota Medan periode 2010-2013, mendampingi Rahudman Harahap.
Setelah Rahudman dipenjara karena kasus korupsi APBD Tapanuli Tengah pada 2014, Eldin diangkat menjadi Walikota Medan periode 18 Juni 2014 hingga 26 Juli 2015. Dalam Pilkada Medan 2015, Eldin terpilih kembali menjadi Walikota 2016-2021, berpasangan Akhyar Nasution. Dua tahun sebelum masa jabatannya berakhir, Walikota Eldin justru ditangkap KPK.
Walikota Eldin ditangkap hanya berselang seharing setelah Bupati Indramayu, Supendi, diringkus KPK melalui OTT, Selasa dinihari. Bupati Indramayu ditangkap bersama 8 orang lainnya, diduga terkait suap dari pihak swasta untuk mendapat proyek di Dinas PU Indramayu.
Perlu dicatat, Walikota Eldin ditangkap hanya sehari sebelum UU KPK yang baru diberlakukan, Kamis (17/10) ini. Berdasarkan UU KPK yang baru, KPK harus ninta izin Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan---yang jadi dasar untuk OTT. Namun, selama belum ada Dewan Pengawas, KPK tetap bisa melakukan OTT seperti biasa.
"Mereka yang mengatakan KPK nggak akan bisa menyadap sehingga tak bisa OTT lagi, adalah menyesatkan publik. Silakan baca dulu Pasal 69 D UU Perubahan atas UU KPK yang telah disetujui oleh DPR tersebut," ungkap mantan anggota Panja Revisi UU KPK, Arsul Sani, saat dimintai konfirmasi detikcom, Rabu kemarin.
Dalam Pasal 69 D UU KPK yang baru mengatur soal peralihan aturan dari UU lama ke UU baru. Di situ diatur, jika Dewan Pengawas belum terbentuk, KPK tetap bisa bekerja sesuai dengan aturan sebelumnya. "Dalam Pasal 69 D ini telah ditegaskan bahwa selama Dewan Pengawas belum dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan tetap KPK dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku se-belum adanya UU hasil perubahan ini," tegas politisi PPP ini. *
Walikota Dzulmi Eldin terjaring OTT KPK di Medan, Rabu dinihari sekitar pukul 04.00 WIB. Sang walikota diamankan bersama 6 orang lainnya, termasuk Kepala Dinas PU Medan, staf protokoler, ajudan walikota, dan pihak swasta. Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah, menyatakan dari OTT ini diamankan uang tunai Rp 200 juta.
Selain itu, ada duit Rp 50 juta yang diduga dibawa kabur pria berinisial And, yang merupakan staf dari Walikota Eldin. And berhasil kabur dari OTT yang dilakukan KPK. Menurut Febri, saat dilakukan OTT, tim KPK memantau mobil Avanza warna silver yang diduga dikemudikan staf protokol walkot yang datang ke rumah Kadis PU Medan, Selasa (15/10) malam sekitar pukul 21.25 WIB. Mobil staf protokol walikota itu tiba-tiba melaju kencang saat diikuti tim KPK.
Sampai akhirnya dalam posisi yang sudah diapit oleh tim KPK, mobil tersebut berhenti. Namun, And tidak turun. Saat didekati Tim KPK, mobil yang dikemu-dikan staf walikot ini justru kabur. Bahkan, mobil tersebut nyaris menabrak Tim KPK. Beruntung 2 anggota Tim KPK selamat dari maut karena langsung meloncat.
Febri menyebutkan, uang Rp 200 juta yang berhasil diamankan diduga merupakan setoran dari dinas-dinas kepada Walikota Eldin. "Diduga ada setoran dari dinas-dinas ke kepala daerah (walikota, Red)," ujar Febri kepada wartawan di Jakarta, Rabu kemarin.
Namun, Febri belum menjelaskan detail dinas mana saja yang menyetor duit ke Walikota Eldin. Yang jelas, sang walikota diduga sudah beberapa kali menerima setoran dari dinas-dinas di Pemkot Medan. "Diduga praktek setoran dari dinas-dinas sudah berlangsung beberapa kali," tandas Febri.
Walikota Eldin sendiri dudah dibawa ke ke Kantor KPK di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Rabu siang pukul 11.48 WIB. Mengenakan jaket hitam dan baju bewarna putih, sang walikota memilih ungkam daat tiba di Kantor KPK. Walikota Eldin langsung masuk ke lobi KPK, selanjutnya dibawa ke ruang pemeriksaan.
Politisi Golkar kelahiran 4 Juli 1960 ini merupakan Walikota Medan ketiga yang dijeratr KPK terkait kasus korupsi. Pejabat pertama yang dijerat KPK adalah Abdillah, Walikota Medan dua periode (2000-2005, 2005-2010). Jabatan periode kedua Abdillah tidak tuntas, karena keburu tersandung urusan hukum tahun 2008---terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD. Saat itu, Abdillah dijerat KPK bersama wakilnya, Ramli.
Sedangkan pejabat kedua yang dijerat KPK adalah Rahudman Harahap, Walikota Medan periode Juli 2010-Mei 2013. Kini, Dzulmi Eldin menjadi Walikota Medan ketiga yang dijerat KPK. Eldin awalnya menjadi Wakil Walikota Medan periode 2010-2013, mendampingi Rahudman Harahap.
Setelah Rahudman dipenjara karena kasus korupsi APBD Tapanuli Tengah pada 2014, Eldin diangkat menjadi Walikota Medan periode 18 Juni 2014 hingga 26 Juli 2015. Dalam Pilkada Medan 2015, Eldin terpilih kembali menjadi Walikota 2016-2021, berpasangan Akhyar Nasution. Dua tahun sebelum masa jabatannya berakhir, Walikota Eldin justru ditangkap KPK.
Walikota Eldin ditangkap hanya berselang seharing setelah Bupati Indramayu, Supendi, diringkus KPK melalui OTT, Selasa dinihari. Bupati Indramayu ditangkap bersama 8 orang lainnya, diduga terkait suap dari pihak swasta untuk mendapat proyek di Dinas PU Indramayu.
Perlu dicatat, Walikota Eldin ditangkap hanya sehari sebelum UU KPK yang baru diberlakukan, Kamis (17/10) ini. Berdasarkan UU KPK yang baru, KPK harus ninta izin Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan---yang jadi dasar untuk OTT. Namun, selama belum ada Dewan Pengawas, KPK tetap bisa melakukan OTT seperti biasa.
"Mereka yang mengatakan KPK nggak akan bisa menyadap sehingga tak bisa OTT lagi, adalah menyesatkan publik. Silakan baca dulu Pasal 69 D UU Perubahan atas UU KPK yang telah disetujui oleh DPR tersebut," ungkap mantan anggota Panja Revisi UU KPK, Arsul Sani, saat dimintai konfirmasi detikcom, Rabu kemarin.
Dalam Pasal 69 D UU KPK yang baru mengatur soal peralihan aturan dari UU lama ke UU baru. Di situ diatur, jika Dewan Pengawas belum terbentuk, KPK tetap bisa bekerja sesuai dengan aturan sebelumnya. "Dalam Pasal 69 D ini telah ditegaskan bahwa selama Dewan Pengawas belum dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan tetap KPK dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku se-belum adanya UU hasil perubahan ini," tegas politisi PPP ini. *
1
Komentar