Gawat, Bali Krisis Air
Defisit Air 18 Meter Kubik/Detik
Dari 9 kabupaten/kota di Bali, hanya 4 daerah yang masih surplus air yakni Bangli, Jembrana, Buleleng, Karangasem
DENPASAR, NusaBali
Gawat, Provinnsi Bali dalam situasi krisis air. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali-Nusa Tenggara mencatat, Bali mengalami defisit air sampai 336.243.076 atau 336,24 juta meter kubik per tahun. Bahkan, dari 9 kabupaten/kota di Bali, 5 daerah di antaranya sudah mengalami krisis air.
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Bali-Nusa Tenggara, Rizaluzzaman, dalam konferensi pers persiapan simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ di Denpasar, Rabu (16/10). Simposium itu sendiri akan digelar di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (17/10) ini.
Rizaluzzaman menyebutkan, daerah di Bali yang sudah mengalami defisit air saat ini adalah Kabupaten Badung, Gianyar, Klungkung, Tabanan, dan Kota Denpasar. Sedangkan 4 daerah lainnya di Bali masih berstatus surplus air, yakni Bangli, Buleleng, Jembrana, dan Karangasem.
Menurut Rizal panggilan akrab Rizaluzzaman, dari pemetaan yang dilakukan P3E Bali-Nusa Tenggara, 66,61 persen wilayah Bali potensi airnya dalam klasifikasi sedang. Sedangkan 29,72 persen potensi airnya dalam klasifikasi rendah. Sementara 3,67 persen lagi potensi airnya dalam klasifikasi tinggi hingga sangat tinggi.
Untuk potensi air kualifikasi rendah dan sangat rendah, kata Rizal, berada di Buleleng, meliputi Kecamatan Gerogak, Kecamatan Kubutambahan, dan Kecamatan Tejakula. Selain di Buleleng, potensi air dengan kualifikasi rendah juga berada di Klungkung. Sedangkan untuk penyedia air kualifikasi sangat tinggi, dominan berada di Kabupaten Bangli.
“Untuk mengetahui potensi air klasifikasi tinggi atau rendah, cukup dengan melihat hutannya saja,” papar Rizal. Kalau daun kayu hutannya kecil-kecil, itu berarti potensi airnya juga kecil. Sebaliknya, kalau daun pohon atau kayu hutannya lebar, itu menjelaskan potensi airnya tinggi.
Karena itu, Rizal mengingatkan kalau ada wilayah dengan hutan dengan pohon berdaun lebar, jangan terlalu banyak dialihfungsikan. Pasalnya, pengalihan fungsi lahan akan mempengarahi ketersediaan air.
Menurut Rizal, melihat potensi air di Bali saat ini, perlu upaya-upaya konservasi atau setidaknya mempertahankan daerah-daerah yang memiliki potensi air tinggi hingga sangat tinggi. Alasannya, Bali memiliki potensi wisata yang luar biasa. “Apa apa jadinya pariwisata kalau tanpa air?” tandas Rizal.
Karena itu, Rizal mengapresiasi gagasan di kalangan industri pariwisata, termasuk pihak hotel, untuk membuat sumur-sumur resapan sebagai upaya mempertahankan air tanah. “Kalau ingin menyelamatkan Bali, tidak usah terlalu banyak bicara, mari kita bekerja,” pinta Rizal.
Warning bahwa Bali krisis air juga disampaikan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Menurut Kasi Rekomendasi Teknik BWS Bali-Penida, I Ketut Alit Sudiastika, Bali mengalami defisit air 18,73 meter kubik per detik. Saat ini, kebutuhan air bersih di Bali mencapai 119,96 meter kubik per detik. Sedangkan ketersediaan air bersih di Bali hanya 101,23 meter kubik per detik.
Sesungguhnya, kata Alit Sudiastika, potensi air di Bali mencapai 216,87 meter kubik per detik. Namun, potensi tersebut belum termanfaatkan karena keterbatasan dana dalam penyediaan infrakstruktur. “Itu adalah air yang terbuang ke laut,” jelas Alit Sudiastika.
Menurut Alit Sudiastika, alih fungsi lahan di Bali sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan air. Namun, meningkatnya kebutuhan air tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur.
“Wilayah Sungai Bali-Penida merupakan salah satu wilayah sungai strategis nasional yang mempunyai peningkatan pedayagunaan air yang sangat tinggi dan ekspansif, di mana berbagai sektor terlibat,” katanya.
Berdasarkan data yang ada, di Bali terdapat 391 daerah aliran sungai (DAS) dengan total panjang sungai mencapai 2.776 kilometer. Dari 391 DAS tersebut, 162 sungai di antaranya mengalir sepanjang tahun (permanen). Sedangkan 153 sungai intermitten di mana air mengalir hanya saat musim hujan. Sementara sisanya, 76 sungai tanpa air alias sebagai tukad mati.
Sementara itu, Simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ akan digelar di gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, hari ini. Sesuai judulnya, dari simposium ini akan dibahas tindakan-tindakan nyata untuk menyelamatkan air Bali. Dalam simposium tersebut akan deklarasi bagaimana langkah-langkah untuk menyelamatkan air Bali, di mana industri pariwisata termasuk di dalamnya.
“Kita sudah seharusnya mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan air Bali,” ungkap Steering Committee Program Suksma Bali 2019, Yoga Iswara. Menurut Yoga, harus ada tindakan dan langkah nyata untuk menyelamatkan air Bali. Apalagi, fakta di lapangan, banyak sumber air seperti sungai yang mengering, danau mengalami pendangkalan, hingga intrusi yang telah menembus daratan mencapai 1-5 kilometer.
Simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ ini diinisisi berbagai pihak terkait, di antaranya Paiketan Krama Bali, kalangan asosiasi industri pariwisata, dan stakeholder lainnya. “Kami harap gerakan ini menjadi gerakan bersama, bukan oleh satu-dua orang atau industri pariwisata saja,” harap Ketua Paiketan Krama Bali, I Gusti Agung Ngurah Darma Suyasa. *k17
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Bali-Nusa Tenggara, Rizaluzzaman, dalam konferensi pers persiapan simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ di Denpasar, Rabu (16/10). Simposium itu sendiri akan digelar di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (17/10) ini.
Rizaluzzaman menyebutkan, daerah di Bali yang sudah mengalami defisit air saat ini adalah Kabupaten Badung, Gianyar, Klungkung, Tabanan, dan Kota Denpasar. Sedangkan 4 daerah lainnya di Bali masih berstatus surplus air, yakni Bangli, Buleleng, Jembrana, dan Karangasem.
Menurut Rizal panggilan akrab Rizaluzzaman, dari pemetaan yang dilakukan P3E Bali-Nusa Tenggara, 66,61 persen wilayah Bali potensi airnya dalam klasifikasi sedang. Sedangkan 29,72 persen potensi airnya dalam klasifikasi rendah. Sementara 3,67 persen lagi potensi airnya dalam klasifikasi tinggi hingga sangat tinggi.
Untuk potensi air kualifikasi rendah dan sangat rendah, kata Rizal, berada di Buleleng, meliputi Kecamatan Gerogak, Kecamatan Kubutambahan, dan Kecamatan Tejakula. Selain di Buleleng, potensi air dengan kualifikasi rendah juga berada di Klungkung. Sedangkan untuk penyedia air kualifikasi sangat tinggi, dominan berada di Kabupaten Bangli.
“Untuk mengetahui potensi air klasifikasi tinggi atau rendah, cukup dengan melihat hutannya saja,” papar Rizal. Kalau daun kayu hutannya kecil-kecil, itu berarti potensi airnya juga kecil. Sebaliknya, kalau daun pohon atau kayu hutannya lebar, itu menjelaskan potensi airnya tinggi.
Karena itu, Rizal mengingatkan kalau ada wilayah dengan hutan dengan pohon berdaun lebar, jangan terlalu banyak dialihfungsikan. Pasalnya, pengalihan fungsi lahan akan mempengarahi ketersediaan air.
Menurut Rizal, melihat potensi air di Bali saat ini, perlu upaya-upaya konservasi atau setidaknya mempertahankan daerah-daerah yang memiliki potensi air tinggi hingga sangat tinggi. Alasannya, Bali memiliki potensi wisata yang luar biasa. “Apa apa jadinya pariwisata kalau tanpa air?” tandas Rizal.
Karena itu, Rizal mengapresiasi gagasan di kalangan industri pariwisata, termasuk pihak hotel, untuk membuat sumur-sumur resapan sebagai upaya mempertahankan air tanah. “Kalau ingin menyelamatkan Bali, tidak usah terlalu banyak bicara, mari kita bekerja,” pinta Rizal.
Warning bahwa Bali krisis air juga disampaikan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Menurut Kasi Rekomendasi Teknik BWS Bali-Penida, I Ketut Alit Sudiastika, Bali mengalami defisit air 18,73 meter kubik per detik. Saat ini, kebutuhan air bersih di Bali mencapai 119,96 meter kubik per detik. Sedangkan ketersediaan air bersih di Bali hanya 101,23 meter kubik per detik.
Sesungguhnya, kata Alit Sudiastika, potensi air di Bali mencapai 216,87 meter kubik per detik. Namun, potensi tersebut belum termanfaatkan karena keterbatasan dana dalam penyediaan infrakstruktur. “Itu adalah air yang terbuang ke laut,” jelas Alit Sudiastika.
Menurut Alit Sudiastika, alih fungsi lahan di Bali sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan air. Namun, meningkatnya kebutuhan air tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur.
“Wilayah Sungai Bali-Penida merupakan salah satu wilayah sungai strategis nasional yang mempunyai peningkatan pedayagunaan air yang sangat tinggi dan ekspansif, di mana berbagai sektor terlibat,” katanya.
Berdasarkan data yang ada, di Bali terdapat 391 daerah aliran sungai (DAS) dengan total panjang sungai mencapai 2.776 kilometer. Dari 391 DAS tersebut, 162 sungai di antaranya mengalir sepanjang tahun (permanen). Sedangkan 153 sungai intermitten di mana air mengalir hanya saat musim hujan. Sementara sisanya, 76 sungai tanpa air alias sebagai tukad mati.
Sementara itu, Simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ akan digelar di gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, hari ini. Sesuai judulnya, dari simposium ini akan dibahas tindakan-tindakan nyata untuk menyelamatkan air Bali. Dalam simposium tersebut akan deklarasi bagaimana langkah-langkah untuk menyelamatkan air Bali, di mana industri pariwisata termasuk di dalamnya.
“Kita sudah seharusnya mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan air Bali,” ungkap Steering Committee Program Suksma Bali 2019, Yoga Iswara. Menurut Yoga, harus ada tindakan dan langkah nyata untuk menyelamatkan air Bali. Apalagi, fakta di lapangan, banyak sumber air seperti sungai yang mengering, danau mengalami pendangkalan, hingga intrusi yang telah menembus daratan mencapai 1-5 kilometer.
Simposium ‘Menyelamatkan dan Menjaga Keberlangsungan Air Bali’ ini diinisisi berbagai pihak terkait, di antaranya Paiketan Krama Bali, kalangan asosiasi industri pariwisata, dan stakeholder lainnya. “Kami harap gerakan ini menjadi gerakan bersama, bukan oleh satu-dua orang atau industri pariwisata saja,” harap Ketua Paiketan Krama Bali, I Gusti Agung Ngurah Darma Suyasa. *k17
Komentar