Satpol PP Denpasar Ngaku Keteteran Soal Anggaran
Satpol PP Kota Denpasar mengaku keteteran terkait pengeluaran biaya operasional yang cukup tinggi.
DENPASAR, NusaBali
Untuk anggaran tahun ini hanya terealisasi sebesar Rp 4 miliar, sementara kebutuhan dari seluruh operasional melebih dari jumalah itu.
Terkait anggaran yang terbatas tersebut, Kasatpol PP Denpasar Dewa Gede Anom Sayoga, mengaku sering keteteran dalam hal biaya operasional. Selain operasional di internal mereka, juga yang paling banyak memerlukan biaya adalah untuk memberikan konsumsi orang yang mengganggu ketertiban umum seperti ODGJ, orang terlantar, orang linglung yang tidak jelas keberadaannya di Denpasar.
Menurut Sayoga, mereka sebelum dilakukan pendataan harus dibawa ke kantor Satpol PP untuk dilakukan pembinaan dan pengecekan identitas. Nah, dalam proses tersebut, kata dia, memerlukan biaya konsumsi yang harus dikeluarkan oleh instansi. Karena, jika sudah dalam kapasitas pada ruang pembinaan pihaknya mau tidak mau harus memberikan jaminan konsumsi minimalnya dua kali.
Hal itu yang membuat pihaknya keteteran dalam melakukan pengadaan karena anggaran tergolong kecil. "Kami jujur saja keteteran selama ini. Dengan kecilnya anggaran yang kami miliki dan kami harus menanggung mereka. Tentunya kami harus memutar otak lagi untuk membiayai mereka. Kalau tidak diberi konsumsi juga kami salah, mereka juga manusia seperti kita," ungkapnya.
Disisi lain kata dia, jika orang-orang tersebut merupakan warga Denpasar mereka bisa dititipkan di Rumah Berdaya dan penampungan lainnya. Namun yang menjadi permasalahan menurut Sayoga, sebagian besar orang yang ditangani merupakan orang luar Bali yang datang ke Bali mengalami depresi, jadi gelandangan bahkan mereka tidak memiliki identitas.
Dengan kejadian itu, selain harus mengeluarkan biaya lebih untuk konsumsi juga harus membiayai mereka dalam pengiriman ke tempat asal mereka. "Kalau yang gelandangan atau yang tidak memiliki identitas kita harus mengembalikan mereka ke tempat asal, itu juga butuh biaya. Belum lagi ODGJ yang ngamuk melukai orang, bahkan merusak fasilitas warga itu kami juga yang harus menanggung ganti rugi," jelasnya.
Ditambah kata dia, orang-orang tersebut sakit tanpa identitas harus ada jaminan dari Satpol PP. Sehingga, biaya-biaya tersebut harus diupayakan untuk ada, kendati anggaran yang dimiliki minim, namun biaya-biaya tersebut juga tidak masuk dalam data anggaran. Menurut Sayoga, anggaran Satpol PP Kota Denpasar untuk tahun ini hanya terealisasi sebesar Rp 4 miliar. Namun, kebutuhan dari seluruh operasional dan kegiatan lainnya diakuinya lebih dari Rp 8 miliar. "Dulu kami ajukan tapi dipangkas dan ditunda realisasinya. Kami sadar PAD Denpasar tidak begitu besar makanya kami tidak menuntut banyak walaupun kebutuhan kami besar dalam proses ketertiban umum di Kota Denpasar. Ini baru sebatas operasional untuk pelanggar, belum kebutuhan pegawai dan fasilitas penunjang kegiatan seperti armada patroli yang kurang dan bahkan sudah tua," jelasnya. *mis
Terkait anggaran yang terbatas tersebut, Kasatpol PP Denpasar Dewa Gede Anom Sayoga, mengaku sering keteteran dalam hal biaya operasional. Selain operasional di internal mereka, juga yang paling banyak memerlukan biaya adalah untuk memberikan konsumsi orang yang mengganggu ketertiban umum seperti ODGJ, orang terlantar, orang linglung yang tidak jelas keberadaannya di Denpasar.
Menurut Sayoga, mereka sebelum dilakukan pendataan harus dibawa ke kantor Satpol PP untuk dilakukan pembinaan dan pengecekan identitas. Nah, dalam proses tersebut, kata dia, memerlukan biaya konsumsi yang harus dikeluarkan oleh instansi. Karena, jika sudah dalam kapasitas pada ruang pembinaan pihaknya mau tidak mau harus memberikan jaminan konsumsi minimalnya dua kali.
Hal itu yang membuat pihaknya keteteran dalam melakukan pengadaan karena anggaran tergolong kecil. "Kami jujur saja keteteran selama ini. Dengan kecilnya anggaran yang kami miliki dan kami harus menanggung mereka. Tentunya kami harus memutar otak lagi untuk membiayai mereka. Kalau tidak diberi konsumsi juga kami salah, mereka juga manusia seperti kita," ungkapnya.
Disisi lain kata dia, jika orang-orang tersebut merupakan warga Denpasar mereka bisa dititipkan di Rumah Berdaya dan penampungan lainnya. Namun yang menjadi permasalahan menurut Sayoga, sebagian besar orang yang ditangani merupakan orang luar Bali yang datang ke Bali mengalami depresi, jadi gelandangan bahkan mereka tidak memiliki identitas.
Dengan kejadian itu, selain harus mengeluarkan biaya lebih untuk konsumsi juga harus membiayai mereka dalam pengiriman ke tempat asal mereka. "Kalau yang gelandangan atau yang tidak memiliki identitas kita harus mengembalikan mereka ke tempat asal, itu juga butuh biaya. Belum lagi ODGJ yang ngamuk melukai orang, bahkan merusak fasilitas warga itu kami juga yang harus menanggung ganti rugi," jelasnya.
Ditambah kata dia, orang-orang tersebut sakit tanpa identitas harus ada jaminan dari Satpol PP. Sehingga, biaya-biaya tersebut harus diupayakan untuk ada, kendati anggaran yang dimiliki minim, namun biaya-biaya tersebut juga tidak masuk dalam data anggaran. Menurut Sayoga, anggaran Satpol PP Kota Denpasar untuk tahun ini hanya terealisasi sebesar Rp 4 miliar. Namun, kebutuhan dari seluruh operasional dan kegiatan lainnya diakuinya lebih dari Rp 8 miliar. "Dulu kami ajukan tapi dipangkas dan ditunda realisasinya. Kami sadar PAD Denpasar tidak begitu besar makanya kami tidak menuntut banyak walaupun kebutuhan kami besar dalam proses ketertiban umum di Kota Denpasar. Ini baru sebatas operasional untuk pelanggar, belum kebutuhan pegawai dan fasilitas penunjang kegiatan seperti armada patroli yang kurang dan bahkan sudah tua," jelasnya. *mis
1
Komentar