MAKI Sebut UU KPK Tak Sah
Alasannya, ada perbaikan typo tanpa melalui Rapat Paripurna
JAKARTA, NusaBali
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan perbaikan dokumen hasil revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang sempat mengandung unsur salah ketik atau typo tidak sah karena tidak diputuskan lewat rapat paripurna DPR RI.
Menurutnya, salah ketik soal usia 50 tahun yang ditulis 40 tahun merupakan hal substansi yang berpotensi menimbulkan sengketa sehingga perbaikannya harus disahkan lewat rapat paripurna.
"Kesalahan substantif maka cara pembetulan harus memenuhi persyaratan yaitu dengan mengulang rapat paripurna DPR, produk rapat paripurna hanya diubah dengan rapat paripurna," kata Boyamin lewat siaran persnya, Kamis (17/10) seperti dilansir cnnindonesia.
Dia menerangkan, perbaikan terhadap salah ketika di dokumen bila tidak disahkan dalam rapat paripurna akan membuat hasil revisi UU KPK batal demi hukum. Pasalnya, lanjut Boyamin, dalam asas bernegara termasuk hukum pemberlakuan sebuah regulasi dinyatakan bahwa perubahan hanya dapat dilakukan dengan cara yang sama atau sederajat.
Boyamin berkata bahwa insiden serupa pernah terjadi dalam kesalahan penulisan putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung dalam perkara Yayasan Supersemar, di mana tertulis angka Rp139 juta yang semestinya Rp139 milar. Kesalahan tersebut, menurutnya, akhirnya diperbaiki dengan melakukan peninjauan kembali atau PK.
"Atas kesalahan itu tidak bisa sekedar dikoreksi dan membutuhkan upaya PK untuk membetulkan kesalahan penulisannya," tutur mantan anggota DPRD Surakarta itu.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko enggan menegaskan sikap Presiden Joko Widodo dan Istana terkait penerbitan Perppu revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Moeldoko hanya meminta semua pihak bersabar menunggu kabar dari Istana. Tapi ia tak memastikan apakah Perppu KPK bakal diterbitkan.
"Tunggu saja, sabar sedikit kenapa sih," kata Moeldoko saat ditemui usai memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Saat wartawan menanyakan apakah Jokowi masih mempertimbangkan opsi Perppu KPK, Moeldoko enggan menjawab.
Di sisi lain, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kemarin menggelar demonstrasi di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Massa mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
"Khusus hari ini kita mendesak Pak Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu KPK dan mengembalikan pada Undang-Undang KPK sebelumnya," kata koordinator lapangan aksi sekaligus Ketua BEM UNJ, Muhammad Abdul Basit (Abbas), di depan patung kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Abbas mengatakan aksi hari ini tidak ada kaitan dengan pelantikan Jokowi pada 20 Oktober nanti. Namun dia menilai Jokowi gagal memenuhi janji kampanyenya jika hingga pelantikan nanti tetap tidak menerbitkan Perppu KPK.
"Ya berarti Pak Jokowi gagal terkait dengan Nawacitanya terkait dengan agenda pemberantasan korupsi. Ya publik akan melihat sendiri Pak Jokowi terkait keberpihakannya antara partai politik atau masyarakat Indonesia," ujarnya.
Soal sejauh mana akan mengawal hingga Perppu KPK terbit, Abbas mengatakan mereka masih berkoordinasi. Namun dia memastikan mahasiswa tidak akan pernah berhenti mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
"Kalau terkait dengan hal itu (mengawal Perppu KPK), kita, saya sendiri belum bisa menyampaikan, karena kita masih berkoordinasi, mau sampai kapan. Tapi saya pastikan kita tidak akan pernah berhenti. Napas kita masih panjang," ujarnya. *
Menurutnya, salah ketik soal usia 50 tahun yang ditulis 40 tahun merupakan hal substansi yang berpotensi menimbulkan sengketa sehingga perbaikannya harus disahkan lewat rapat paripurna.
"Kesalahan substantif maka cara pembetulan harus memenuhi persyaratan yaitu dengan mengulang rapat paripurna DPR, produk rapat paripurna hanya diubah dengan rapat paripurna," kata Boyamin lewat siaran persnya, Kamis (17/10) seperti dilansir cnnindonesia.
Dia menerangkan, perbaikan terhadap salah ketika di dokumen bila tidak disahkan dalam rapat paripurna akan membuat hasil revisi UU KPK batal demi hukum. Pasalnya, lanjut Boyamin, dalam asas bernegara termasuk hukum pemberlakuan sebuah regulasi dinyatakan bahwa perubahan hanya dapat dilakukan dengan cara yang sama atau sederajat.
Boyamin berkata bahwa insiden serupa pernah terjadi dalam kesalahan penulisan putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung dalam perkara Yayasan Supersemar, di mana tertulis angka Rp139 juta yang semestinya Rp139 milar. Kesalahan tersebut, menurutnya, akhirnya diperbaiki dengan melakukan peninjauan kembali atau PK.
"Atas kesalahan itu tidak bisa sekedar dikoreksi dan membutuhkan upaya PK untuk membetulkan kesalahan penulisannya," tutur mantan anggota DPRD Surakarta itu.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko enggan menegaskan sikap Presiden Joko Widodo dan Istana terkait penerbitan Perppu revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Moeldoko hanya meminta semua pihak bersabar menunggu kabar dari Istana. Tapi ia tak memastikan apakah Perppu KPK bakal diterbitkan.
"Tunggu saja, sabar sedikit kenapa sih," kata Moeldoko saat ditemui usai memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Saat wartawan menanyakan apakah Jokowi masih mempertimbangkan opsi Perppu KPK, Moeldoko enggan menjawab.
Di sisi lain, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kemarin menggelar demonstrasi di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Massa mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
"Khusus hari ini kita mendesak Pak Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu KPK dan mengembalikan pada Undang-Undang KPK sebelumnya," kata koordinator lapangan aksi sekaligus Ketua BEM UNJ, Muhammad Abdul Basit (Abbas), di depan patung kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Abbas mengatakan aksi hari ini tidak ada kaitan dengan pelantikan Jokowi pada 20 Oktober nanti. Namun dia menilai Jokowi gagal memenuhi janji kampanyenya jika hingga pelantikan nanti tetap tidak menerbitkan Perppu KPK.
"Ya berarti Pak Jokowi gagal terkait dengan Nawacitanya terkait dengan agenda pemberantasan korupsi. Ya publik akan melihat sendiri Pak Jokowi terkait keberpihakannya antara partai politik atau masyarakat Indonesia," ujarnya.
Soal sejauh mana akan mengawal hingga Perppu KPK terbit, Abbas mengatakan mereka masih berkoordinasi. Namun dia memastikan mahasiswa tidak akan pernah berhenti mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
"Kalau terkait dengan hal itu (mengawal Perppu KPK), kita, saya sendiri belum bisa menyampaikan, karena kita masih berkoordinasi, mau sampai kapan. Tapi saya pastikan kita tidak akan pernah berhenti. Napas kita masih panjang," ujarnya. *
Komentar