Loteng Kedelai Potensial Jadi Oleh-oleh Khas Bali
Maraknya kunjungan wisatawan baik domestik maupun asing ke Bali menjadikan oleh-oleh, terutama jenis penganan menjadi ‘kebutuhan pokok’ bagi para pelancong.
BANGLI, NusaBali
Sayang, penganan yang benar-benar pantas direkomendasi jadi oleh-oleh khas Bali, masih langka. Oleh karena itu, usaha kuliner jenis oleh-oleh khas Bali masih amat potensial menemukan pasarnya di Bali. Penganan berbahan kedelai atau Loteng Kedelai mulai dikembangkan warga Lingkungan Pande, Kelurahan Cempaga, Bangli. Cokorda Istri Trisna Dewi alias Cok Trisna. Dia mulai menekuni usaha ini hampir setahun terakhir. Cok Trisna berharap Loteng Kedelai buatannya, bisa menjadi salah satu penganan khas Bali dari Bangli.
Ditemui di rumahnya, Kamis (17/10), Cok Trisna mengungkapkan untuk Loteng Kedelai buatannya dipasarkan di beberapa wilayah seperti Gianyar dan Denpasar. Penjualan loteng ini lebih banyak untuk memenuhi pesanan. Menurut dia, produk olahan ini sempat dipasarkan di Pasar Bangli, hanya saja tidak berjalan mulus. "Lebih banyak untuk memenuhi pesanan. Sering juga saya bawa ke kantor-kantor," ungkap perempuan asal Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung yang menikah di Bangli ini.
Diakui, pesanan yang masuk tidak jarang lewat media sosial. Bahkan jajaran Pemkab Bangli tahu produk Loteng Kedelai ini dari media sosial. Kata Cok Trisna, baru-baru ini dirinya mendapat bantuan dari pemerintah berupa toples pengemasan Loteng Kedelai. "Saya dibantu kemasan lengkap stiker produk. Tentu ini sangat membantu kami dalam pemasaran produk. Selama ini loteng kedelai hanya dibungkus menggunakan plastik saja," sebutnya.
Dengan dibantu dari pemerintah ini pihaknya berharap produk Loteng Kedelai bisa merambah pasar yang lebih luas. Selain itu bisa menjadi salah satu produk oleh-oleh khas Bali dari Bangli. "Bantuan pemerindah kabupaten Bangli melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangli ini juga untuk mendukung pengurangan penggunaan plastik sekali pakai," ujarnya.
Cok Trisna menyebutkan pengemasan menggunakan toples tentu membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan plastik dan memang sedikit memengaruhi harga jual produk. Sementara itu, untuk menjaga pelanggan dia harus mampu menjaga kualitas produk. Ketika harga bumbu mahal, harga Loteng Kedelai tidak dinaikkan. "Kami siasati penggunaan bumbu, mungkin cabai sedikit dikurangi, namun tidak mengurangi rasa," tandasnya.
Disisi lain, dia mengaku baru sekitar sebilan bulan ini menjual Loteng Kedelai. Dia mampu membuat Loteng Kedelai berkat ilmu dari teman. "Belajar dari teman, dan saya coba geluti. Meski produk sama, namun saya membuat dengan rasa yang berbeda. Produk kita sama, tapi masing-masing punya ciri khas rasa," ujarnya, seraya mengatakan Loteng Kedelai dijual mulai harga Rp 1.000 - Rp 40.000.
Untuk sementara produksi Loteng Kedelai ini masih kecil atau sekitar 9 kg per hari. Namun pada saat hari raya, produksi jauh lebih besar. Cok Trisna biasa membeli bahan baku di pasar yang ada di Bangli. Dia menuturkan, proses pembuatan Loteng Kedelai diawali dengan mencuci bersih kedelai kemudian direndam hingga empat jam. Setelah melalui proses perendaman, kedelai dimasukan ke dalam adonan tepung yang sudah berbumbu. Barulah kedelai digoreng. "Untuk proses menggoreng butuh waktu sekitar tiga jam. Dalam menggoreng harus perlahan, api tidak boleh terlalu besar," jelasnya. Untuk menjalankan usahanya ini, Cok Trisna dibantu seorang tenaga kerja.*esa.
Ditemui di rumahnya, Kamis (17/10), Cok Trisna mengungkapkan untuk Loteng Kedelai buatannya dipasarkan di beberapa wilayah seperti Gianyar dan Denpasar. Penjualan loteng ini lebih banyak untuk memenuhi pesanan. Menurut dia, produk olahan ini sempat dipasarkan di Pasar Bangli, hanya saja tidak berjalan mulus. "Lebih banyak untuk memenuhi pesanan. Sering juga saya bawa ke kantor-kantor," ungkap perempuan asal Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung yang menikah di Bangli ini.
Diakui, pesanan yang masuk tidak jarang lewat media sosial. Bahkan jajaran Pemkab Bangli tahu produk Loteng Kedelai ini dari media sosial. Kata Cok Trisna, baru-baru ini dirinya mendapat bantuan dari pemerintah berupa toples pengemasan Loteng Kedelai. "Saya dibantu kemasan lengkap stiker produk. Tentu ini sangat membantu kami dalam pemasaran produk. Selama ini loteng kedelai hanya dibungkus menggunakan plastik saja," sebutnya.
Dengan dibantu dari pemerintah ini pihaknya berharap produk Loteng Kedelai bisa merambah pasar yang lebih luas. Selain itu bisa menjadi salah satu produk oleh-oleh khas Bali dari Bangli. "Bantuan pemerindah kabupaten Bangli melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangli ini juga untuk mendukung pengurangan penggunaan plastik sekali pakai," ujarnya.
Cok Trisna menyebutkan pengemasan menggunakan toples tentu membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan plastik dan memang sedikit memengaruhi harga jual produk. Sementara itu, untuk menjaga pelanggan dia harus mampu menjaga kualitas produk. Ketika harga bumbu mahal, harga Loteng Kedelai tidak dinaikkan. "Kami siasati penggunaan bumbu, mungkin cabai sedikit dikurangi, namun tidak mengurangi rasa," tandasnya.
Disisi lain, dia mengaku baru sekitar sebilan bulan ini menjual Loteng Kedelai. Dia mampu membuat Loteng Kedelai berkat ilmu dari teman. "Belajar dari teman, dan saya coba geluti. Meski produk sama, namun saya membuat dengan rasa yang berbeda. Produk kita sama, tapi masing-masing punya ciri khas rasa," ujarnya, seraya mengatakan Loteng Kedelai dijual mulai harga Rp 1.000 - Rp 40.000.
Untuk sementara produksi Loteng Kedelai ini masih kecil atau sekitar 9 kg per hari. Namun pada saat hari raya, produksi jauh lebih besar. Cok Trisna biasa membeli bahan baku di pasar yang ada di Bangli. Dia menuturkan, proses pembuatan Loteng Kedelai diawali dengan mencuci bersih kedelai kemudian direndam hingga empat jam. Setelah melalui proses perendaman, kedelai dimasukan ke dalam adonan tepung yang sudah berbumbu. Barulah kedelai digoreng. "Untuk proses menggoreng butuh waktu sekitar tiga jam. Dalam menggoreng harus perlahan, api tidak boleh terlalu besar," jelasnya. Untuk menjalankan usahanya ini, Cok Trisna dibantu seorang tenaga kerja.*esa.
1
Komentar