Cuaca Akan Terik Hingga Sepekan Mendatang
Selain diimbau meminimalkan dampak cuaca terik semisal dengan perbanyak minum air, masyarakat juga diminta waspada akan potensi angin kencang di Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT.
MANGUPURA, NusaBali
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mencatat adanya peningkatan suhu udara untuk wilayah Bali dan sekitarnya. Peningkatan suhu udara ini disebabkan oleh gerak semu matahari, sehingga menimbulkan suhu udara terasa panas. Kondisi seperti ini diprakirakan bakal berlangsung hingga sepekan ke depan.
Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar Iman Fatchurochman, membeberkan beberapa hari belakangan ini, kondisi suhu udara di Bali khususnya pada siang hari terasa lebih terik. Bahkan, kondisi ini terpantau dari beberapa stasiun-stasiun meteorologi yang berada di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara mencatatkan suhu udara maksimum terukur berkisar antara 35 – 36,5 derajat Celcius pada periode 19–20 Oktober 2019.
Masih menurut Iman, berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan khatulistiwa, hal ini erat kaitannya dengan gerak semu matahari. “Seperti yang kita ketahui pada bulan September, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan bumi selatan hingga Desember. Sehingga pada Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan seperti Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Rabu (23/10) siang.
Kondisi ini, lanjut Iman, menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa wilayah termasuk Bali relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari. Selain itu pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan juga relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari. Minimnya tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara. Beberapa stasiun pengamatan BMKG di wilayah Timur Indonesia mencatat suhu udara maksimum dapat mencapai 37 Celcius sejak 19 Oktober lalu. Bahkan pada 20 Oktober terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG lainnya seperti Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38,8 Celcius, diikuti Stasiun Klimatologi Maros 38,3 Celcius, dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera 37,8 Celcius. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, di mana pada periode Oktober 2018 tercatat suhu maksimum mencapai 37 C. “Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya. Kalau untuk wilayah lainnya mencapai 38,8 Celcius, untuk Bali, dari catatan di Stasiun Sanglah, tertinggi mencapai 35 Celcius,” tuturnya.
Dari pengamatan tersebut, diprakirakan dalam waktu sekitar satu minggu ke depan masih ada potensi suhu terik di sekitar wilayah Bali, lantaran posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya. Untuk itu, BBMKG mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini untuk minum air putih yang cukup guna menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Selain itu, kita juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya angin kencang yang berpotensi terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan,” imbuhnya. *dar
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mencatat adanya peningkatan suhu udara untuk wilayah Bali dan sekitarnya. Peningkatan suhu udara ini disebabkan oleh gerak semu matahari, sehingga menimbulkan suhu udara terasa panas. Kondisi seperti ini diprakirakan bakal berlangsung hingga sepekan ke depan.
Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar Iman Fatchurochman, membeberkan beberapa hari belakangan ini, kondisi suhu udara di Bali khususnya pada siang hari terasa lebih terik. Bahkan, kondisi ini terpantau dari beberapa stasiun-stasiun meteorologi yang berada di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara mencatatkan suhu udara maksimum terukur berkisar antara 35 – 36,5 derajat Celcius pada periode 19–20 Oktober 2019.
Masih menurut Iman, berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan khatulistiwa, hal ini erat kaitannya dengan gerak semu matahari. “Seperti yang kita ketahui pada bulan September, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan bumi selatan hingga Desember. Sehingga pada Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan seperti Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Rabu (23/10) siang.
Kondisi ini, lanjut Iman, menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa wilayah termasuk Bali relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari. Selain itu pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan juga relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari. Minimnya tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara. Beberapa stasiun pengamatan BMKG di wilayah Timur Indonesia mencatat suhu udara maksimum dapat mencapai 37 Celcius sejak 19 Oktober lalu. Bahkan pada 20 Oktober terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG lainnya seperti Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38,8 Celcius, diikuti Stasiun Klimatologi Maros 38,3 Celcius, dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera 37,8 Celcius. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, di mana pada periode Oktober 2018 tercatat suhu maksimum mencapai 37 C. “Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya. Kalau untuk wilayah lainnya mencapai 38,8 Celcius, untuk Bali, dari catatan di Stasiun Sanglah, tertinggi mencapai 35 Celcius,” tuturnya.
Dari pengamatan tersebut, diprakirakan dalam waktu sekitar satu minggu ke depan masih ada potensi suhu terik di sekitar wilayah Bali, lantaran posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya. Untuk itu, BBMKG mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini untuk minum air putih yang cukup guna menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Selain itu, kita juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya angin kencang yang berpotensi terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan,” imbuhnya. *dar
1
Komentar