Lahan Kering, Petani Gagal Panen
Selain di Desa Batuan, lahan kering juga terjadi di Subak Sindhu, Desa Sayan Kecamatan Ubud.
GIANYAR, NusaBali
Areal persawahan Kelompok Tani Karang Suwung, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, mengalami kekeringan karena dirajam kemarau. Akibatnya, sekitar 7 hektare lahan yang digarap 17 petani dipastikan gagal panen.
Para petani pun rata-rata menderita kerugian Rp 3 juta – Rp 4 juta per garapan. Sebab, sebelum dilanda kekeringan, lahan sudah terlanjur digemburkan, dipupuk dan bulih-bulih (benih) padi siap ditanam. Kini, bulih-bulih padi itu pun ikut menguning dan dipastikan akan mati.
Ketua Kelompok Tani Karang Suwung Desa Batuan, I Ketut Narta, ditemui Kamis (24/10), mengatakan kondisi kekeringan ini dialami sejak sebulan terakhir. Penyebabnya karena musim kemarau berkepanjangan sehingga debit air irigasi ikut berkurang. "Kami biasanya mengandalkan air rembesan atau buangan dari hulu. Biasanya melimpah, sekarang sumber air memang kecil, bahkan tidak ada sama sekali," ungkapnya.
Lahan yang terlanjur digemburkan menggunakan traktor, kata dia, sudah berdasarkan kesepakatan kelompok tani. Sebab awalnya, petani tidak pernah mengira akan alami musibah kekeringan. "Dari awal tanam air sudah minim, tapi para petani sepakat menggarap lahan. Maka ditraktorlah semua, ternyata setelah itu air tidak ada. Ini tumben kami alami," ujarnya.
Meskipun diakui beberapa saat ada pembagian air, namun jumlahnya tidak cukup untuk menanam padi. "Kalau padi kan airnya harus tergenang. Nah kalau airnya sedikit, susah," jelasnya.
Saat ini, para petani masih berharap ada aliran air. Karena harapan itu, dua unit traktor dibiarkan parkir di tengah lahan. "Kami masih nunggu air. Seharusnya di bulan-bulan ini sudah hujan, kalau prediksi sasih rasanya bulan depan pas sasih kalima," ujarnya. Selama sebulan tidak menggarap lahan, para petani pun mencari kesibukan lain. Seperti melukis, mengasuh cucu hingga menjaga toko furniture.
Biasanya jika tidak alami kekeringan, Kelompok Tani Karang Suwung bisa dua kali panen dalam setahun. "Dalam setahun bisa dua sampai 3 kali panen. Ada jeda 1-2 bulan, kami bebaskan apakah mau ditanam jagung, cabe atau tumpang sari yang lain. Tapi dominan lahannya dikosongkan selama jeda itu. Sehingga disini, total cuma nanam padi," jelasnya.
Selain lahan sawah di Desa Batuan, lahan kering juga terjadi di Subak Sindhu, Desa Sayan Kecamatan Ubud, Gianyar. Bahkan padi usia sekitar dua minggu yang sudah tanam, terancam mati. Lahan yang seharusnya tergenang air, justru jadi retak karena kepanasan.
Kepala Dinas Pertanian Gianyar Ir I Made Raka, saat dikonfirmasi, mengaku sudah mengecek kondisi kekeringan di Desa Sayan. "Baru saja saya cek ke lokasi yang dimaksud yaitu Subak Sindu di Sayan bersama Kepala UPT dan jajaran BPP Ubud," jelasnya. Dari hasil pengecekan, bahwa yang terjadi saat ini tanamam padi pada fase umur 12 hari. "Memang mengalami kekeringan pada tanah sawah, tapi belum sampai terjadi titik layu permanen pada tanaman padi. Apabila nanti hujan turun atau mendapat pembagian air maka dapat tumbuh normal kembali," jelasnya.
Diprediksi, penyebab kekeringan karena saat sedang musim tanam raya atau serentak, pembagian pergiliran pemanfaatan air justru terkendala karena musim kemarau panjang. "Posisi subak ini terletak paling ujung dari jaringan irigasi Subak Sayan sehingga memperoleh air paling sedikit," ujarnya. Namun dia tak memberikan solusi apa pun jika hingga dua bulan ke depan sawah yang terlanjur ditanami padi dilanda kekeringan. *nvi
Para petani pun rata-rata menderita kerugian Rp 3 juta – Rp 4 juta per garapan. Sebab, sebelum dilanda kekeringan, lahan sudah terlanjur digemburkan, dipupuk dan bulih-bulih (benih) padi siap ditanam. Kini, bulih-bulih padi itu pun ikut menguning dan dipastikan akan mati.
Ketua Kelompok Tani Karang Suwung Desa Batuan, I Ketut Narta, ditemui Kamis (24/10), mengatakan kondisi kekeringan ini dialami sejak sebulan terakhir. Penyebabnya karena musim kemarau berkepanjangan sehingga debit air irigasi ikut berkurang. "Kami biasanya mengandalkan air rembesan atau buangan dari hulu. Biasanya melimpah, sekarang sumber air memang kecil, bahkan tidak ada sama sekali," ungkapnya.
Lahan yang terlanjur digemburkan menggunakan traktor, kata dia, sudah berdasarkan kesepakatan kelompok tani. Sebab awalnya, petani tidak pernah mengira akan alami musibah kekeringan. "Dari awal tanam air sudah minim, tapi para petani sepakat menggarap lahan. Maka ditraktorlah semua, ternyata setelah itu air tidak ada. Ini tumben kami alami," ujarnya.
Meskipun diakui beberapa saat ada pembagian air, namun jumlahnya tidak cukup untuk menanam padi. "Kalau padi kan airnya harus tergenang. Nah kalau airnya sedikit, susah," jelasnya.
Saat ini, para petani masih berharap ada aliran air. Karena harapan itu, dua unit traktor dibiarkan parkir di tengah lahan. "Kami masih nunggu air. Seharusnya di bulan-bulan ini sudah hujan, kalau prediksi sasih rasanya bulan depan pas sasih kalima," ujarnya. Selama sebulan tidak menggarap lahan, para petani pun mencari kesibukan lain. Seperti melukis, mengasuh cucu hingga menjaga toko furniture.
Biasanya jika tidak alami kekeringan, Kelompok Tani Karang Suwung bisa dua kali panen dalam setahun. "Dalam setahun bisa dua sampai 3 kali panen. Ada jeda 1-2 bulan, kami bebaskan apakah mau ditanam jagung, cabe atau tumpang sari yang lain. Tapi dominan lahannya dikosongkan selama jeda itu. Sehingga disini, total cuma nanam padi," jelasnya.
Selain lahan sawah di Desa Batuan, lahan kering juga terjadi di Subak Sindhu, Desa Sayan Kecamatan Ubud, Gianyar. Bahkan padi usia sekitar dua minggu yang sudah tanam, terancam mati. Lahan yang seharusnya tergenang air, justru jadi retak karena kepanasan.
Kepala Dinas Pertanian Gianyar Ir I Made Raka, saat dikonfirmasi, mengaku sudah mengecek kondisi kekeringan di Desa Sayan. "Baru saja saya cek ke lokasi yang dimaksud yaitu Subak Sindu di Sayan bersama Kepala UPT dan jajaran BPP Ubud," jelasnya. Dari hasil pengecekan, bahwa yang terjadi saat ini tanamam padi pada fase umur 12 hari. "Memang mengalami kekeringan pada tanah sawah, tapi belum sampai terjadi titik layu permanen pada tanaman padi. Apabila nanti hujan turun atau mendapat pembagian air maka dapat tumbuh normal kembali," jelasnya.
Diprediksi, penyebab kekeringan karena saat sedang musim tanam raya atau serentak, pembagian pergiliran pemanfaatan air justru terkendala karena musim kemarau panjang. "Posisi subak ini terletak paling ujung dari jaringan irigasi Subak Sayan sehingga memperoleh air paling sedikit," ujarnya. Namun dia tak memberikan solusi apa pun jika hingga dua bulan ke depan sawah yang terlanjur ditanami padi dilanda kekeringan. *nvi
Komentar